Dia merasa kasihan kepada bapak mertuanya yang terus berjaga di rumah sakit sejak awal suaminya masuk hingga sekarang."Baiklah," kata Haris pada akhirnya.Setelah menasehati ini itu kepada anak dan menantunya, Haris pun meninggalkan rumah sakit.Tidak lama kemudian, selang beberapa waktu, Wei dan Ara mengetuk pintu ruang rawat inap Pras. Sementara Joy hanya berdiri di belakang mereka." ... " Santi merasa terkejut melihat siapa yang saat ini berdiri di hadapannya ketika dia membuka pintu kamar.Bukankah ini bos suaminya?"Apakah suamimu sudah siuman?" tanya Wei kepada Santi setelah melihat wanita hamil di hadapannya terdiam."Ya, ya ... dia sudah siuman, silahkan masuk!" kata Santi gugup dan merasa kacau.Dia hanyalah orang kecil, kedatangan Wei dan Ara saat ini benar-benar di luar dugaan hingga membuatnya salah tingkah dan merasa tidak percaya."Siapa, Mah?" tanya Pras yang mendengar kegugupan istrinya dari dalam kamar."Aku," kata Wei sambil masuk dan berjalan mendekati tempat tid
Setelah itu dia mulai memasukkan sayur ke dalam panci berisi kaldu yang ada di depannya, ditambah bakso seafood dengan berbagai bentuk."Enak ... tapi masih lebih enak kamu," bisik Wei membuat telinga Ara memerah karena malu.Ara memelototi Wei kesal. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu di tempat ramai seperti ini."Jangan menggombal terus!""Aku tidak menggombal, ini kenyataan," kata Wei keras kepala."Stop! Jangan diteruskan lagi, ini benar-benar membuatku malu," desis Ara sambil melirik ke kanan dan kiri tanpa bisa menyembunyikan kekhawatirannya."Kenapa malu? Aku suamimu ... aem ...."Ara menyumpal mulut Wei dengan bakso seafood yang ada di depannya dengan wajah cemas.Dia benar-benar takut mulut suaminya akan memuntahkan kata-kata yang lebih memalukan lagi baginya.Wei mengunyah bakso yang ada di mulutnya sambil menyipitkan mata dan tersenyum simpul.Istrinya sangat imut dan lucu kalau sedang malu seperti saat ini.Suara dering ponsel Wei menghilangkan gelembung merah muda di se
"Joy khawatir mandor itu akan kabur. Jadi dia mengurungnya di salah satu ruang kosong yang ada di perusahan. Dia juga menugaskan beberapa bodyguard di sekeliling ruang tersebut," jelas Wei tanpa mengalihkan tatapannya dari jalan raya."Bagaimana dengan keluarganya? Apakah anak istrinya tidak akan mencarinya?" tanya Ara khawatir.Bukankah kalau ada keluarga kita yang tiba-tiba menghilang kita akan merasa cemas? Bagaimana kalau mereka melaporkan hilangnya mandor itu kepada polisi? Jika ketahuan pihak perusahaan menahan mandor, itu pasti akan menjadi masalah yang serius."Kamu tahu sendiri kebanyakan mandor yang bekerja di perusahaan ku berasal dari pelosok kampung. Mereka meninggalkan anak dan istri mereka di kampung. Jadi tidak akan ada yang mencari kalau mereka hanya hilang satu atau dua hari," jelas Wei acuh tak acuh.Ara menghela napas lega mendengar penjelasan Wei. Bagaimanapun mandor itu memang kunci dari kasus yang sedang menimpa perusahaan Wei. Jika dia sampai kabur maka Wei da
Wei sama sekali tidak membiarkan buruannya lolos malam ini.Ara benar-benar dibuat tidak berdaya. Dia tidak bisa menolak keinginan Wei yang begitu kuat dan menggebu-gebu.Malam ini Wei benar-benar memakannya sampai bersih. Ara merasa seperti ikan asin yang terus di bolak balik hingga lelah dan tertidur pulas.Sementara itu di perusahaan milik Wei ....Di dalam sebuah ruangan, tempat di mana Beni-sang mandor-yang saat ini sedang dikurung oleh Joy berada ....Tampak Joy duduk di sebuah kursi di hadapan Beni dan sedang menginterogasinya dengan penuh tekanan.Joy ingin membuat Beni mengakui siapa dalang sebenarnya di balik kasus yang saat ini sedang dialami oleh perusahan mereka."Jangan membuatku malu, Ben. Kamu adalah salah satu mandor yang dipekerjakan di perusahaan ini melalui rekomendasiku," kata Joy tidak bisa menyembunyikan cemberutnya saat melihat Beni masih juga bersikeras menyembunyikan orang yang berada di balik layar."Maaf," kata beni tanpa berani menatap mata Joy.Dia meras
Dia adalah Joan, mantan kekasih Lanara. Joan telah mendapatkan kabar dari orang kepercayaannya yang ada di Indonesia. Mereka mengatakan kalau rencana yang telah disusun dengan matang untuk menjatuhkan Wei telah gagal dan sia-sia.Mandor yang menjadi kaki tangan mereka saat ini sudah ditangkap. Walau dia yakin mandor itu tidak akan buka mulut tapi kegagalan rencana mereka ini benar-benar membuatnya kesal dan frustasi."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Juwita tanpa menyembunyikan wajah jijiknya ketika melihat Joan.Sejak dirinya memasuki pintu masuk tempat ini, Juwita telah melihat sosok Joan. Awalnya dia merasa segan untuk datang mendekati mantan kekasih sepupunya ini namun, Juwita merasa penasaran saat melihat wajah frustasinya. Apakah itu berkaitan dengan sepupunya Lanara?Juwita berdecak meremehkan. Benar-benar aneh, bagaimana bisa sepupunya yang bodoh itu jatuh cinta pada pria tidak berguna seperti Joan yang bahkan mampu menukar perasaan cintanya dengan harta dan jabatan ta
Artinya dia duduk di jabatan tersebut bukan dengan sia-sia atau semata-mata karena rekomendasi dari nenek Lanara, tapi itu semua karena kemampuannya sendiri. Jika dia tidak memiliki kemampuan, Joan yakin hanya dalam hitungan bulan dia akan di tendang dari perusahan tersebut.Sekarang, bukan lagi dirinya yang membutuhkan perusahaan, tapi perusahaan lah yang membutuhkannya.Bahkan untuk menjaga dirinya agar tidak pindah ke perusahaan lain, perusahaan terus menaikkan gajinya dan memberikan banyak bonus."Tentu saja itu urusanku karena aku adalah sepupu Lanara," kata Juwita tegas."Ha? Jangan bilang kalau kamu peduli padanya," kata Joan sinis. Dia tahu benar bagaimana sikap sepupu Lanara dari keluarga papanya, tidak ada satupun dari mereka yang memperlakukan Lanara dengan baik. "Tentu saja aku peduli kepadanya!" kata Juwita tegas."Peduli? Hahaha ... lucu sekali, bukankah kamu dan kakakmu yang telah berkali-kali berusaha ingin menyingkirkan Lanara?" "Itu fitnah!""Fitnah?""Ya, itu fi
Beni menyipitkan matanya karena serbuan cahaya yang menuju retina matanya begitu tiba-tiba bersamaan dengan masuknya Wei dan Joy ke dalam ruangan tempatnya di tahan."Bos!" Beni langsung duduk tegak dengan tangan dan kaki terikat di kursi yang saat ini didudukinya ketika melihat Wei masuk ke dalam ruangan."Masih tahu kalau aku ini bosmu?" tanya Wei sinis.Semalam Wei jatuh di kamar mandi dan kepalanya membentur ubin. Walau itu menyakitkan namun kejadian itu membuatnya mampu mengingat kembali hal-hal yang telah dia lupakan sejak kecelakaan itu terjadi.Otomatis sikap Wei pun kembali seperti semula."Bos ... aku tahu aku salah, aku akan menerima hukuman apapun darimu ...."Beni berkata sambil menundukkan kepalanya tidak berani menatap mata Wei yang begitu tajam seolah ingin mengulitinya."Jadi kamu tidak ingin mengatakan siapa orang itu dan ingin menanggung sendiri akibatnya?" tanya Wei dingin. "Ya, bos. Aku akan menanggungnya sendiri!" kata beni tegas.Dari pada anak dan istrinya me
"Aku beri kamu waktu untuk memikirkannya, ada waktu dua jam dari sekarang. Setelah selesai rapat, aku akan kesini lagi dan meminta jawaban darimu, aku harap kamu tidak mengecewakanku!" kata Wei sambil beranjak dari kursinya dan berlalu dari ruangan tersebut, diikuti oleh Joy."Bos, apakah dia akan mengaku?" tanya Joy tidak yakin."Kita lihat saja nanti!" kata Wei tidak peduli.Apapun hasil akhirnya, Wei akan memastikan kalau dia tidak akan pernah menjadi pihak yang dirugikan oleh siapapun.Sementara itu Beni mulai membentur-benturkan kepalanya merasa tidak berdaya. Dia merasa serba salah. Maju atau mundur dia tetap akan mencelakai anak dan istrinya. Apa yang harus dia lakukan?Tiba-tiba pintu kembali terbuka dan seseorang yang mengenakan topeng masuk ke dalam ruangan dengan mangkuk keramik di tangannya yang bersarung tangan karet."Siapa kamu?" tanya Beni sambil mengerutkan kening.Apakah dia orang suruhan Wei?"Tidak penting siapa aku, yang penting sekarang, kamu harus minum ini!"
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar