Wei sama sekali tidak membiarkan buruannya lolos malam ini.Ara benar-benar dibuat tidak berdaya. Dia tidak bisa menolak keinginan Wei yang begitu kuat dan menggebu-gebu.Malam ini Wei benar-benar memakannya sampai bersih. Ara merasa seperti ikan asin yang terus di bolak balik hingga lelah dan tertidur pulas.Sementara itu di perusahaan milik Wei ....Di dalam sebuah ruangan, tempat di mana Beni-sang mandor-yang saat ini sedang dikurung oleh Joy berada ....Tampak Joy duduk di sebuah kursi di hadapan Beni dan sedang menginterogasinya dengan penuh tekanan.Joy ingin membuat Beni mengakui siapa dalang sebenarnya di balik kasus yang saat ini sedang dialami oleh perusahan mereka."Jangan membuatku malu, Ben. Kamu adalah salah satu mandor yang dipekerjakan di perusahaan ini melalui rekomendasiku," kata Joy tidak bisa menyembunyikan cemberutnya saat melihat Beni masih juga bersikeras menyembunyikan orang yang berada di balik layar."Maaf," kata beni tanpa berani menatap mata Joy.Dia meras
Dia adalah Joan, mantan kekasih Lanara. Joan telah mendapatkan kabar dari orang kepercayaannya yang ada di Indonesia. Mereka mengatakan kalau rencana yang telah disusun dengan matang untuk menjatuhkan Wei telah gagal dan sia-sia.Mandor yang menjadi kaki tangan mereka saat ini sudah ditangkap. Walau dia yakin mandor itu tidak akan buka mulut tapi kegagalan rencana mereka ini benar-benar membuatnya kesal dan frustasi."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Juwita tanpa menyembunyikan wajah jijiknya ketika melihat Joan.Sejak dirinya memasuki pintu masuk tempat ini, Juwita telah melihat sosok Joan. Awalnya dia merasa segan untuk datang mendekati mantan kekasih sepupunya ini namun, Juwita merasa penasaran saat melihat wajah frustasinya. Apakah itu berkaitan dengan sepupunya Lanara?Juwita berdecak meremehkan. Benar-benar aneh, bagaimana bisa sepupunya yang bodoh itu jatuh cinta pada pria tidak berguna seperti Joan yang bahkan mampu menukar perasaan cintanya dengan harta dan jabatan ta
Artinya dia duduk di jabatan tersebut bukan dengan sia-sia atau semata-mata karena rekomendasi dari nenek Lanara, tapi itu semua karena kemampuannya sendiri. Jika dia tidak memiliki kemampuan, Joan yakin hanya dalam hitungan bulan dia akan di tendang dari perusahan tersebut.Sekarang, bukan lagi dirinya yang membutuhkan perusahaan, tapi perusahaan lah yang membutuhkannya.Bahkan untuk menjaga dirinya agar tidak pindah ke perusahaan lain, perusahaan terus menaikkan gajinya dan memberikan banyak bonus."Tentu saja itu urusanku karena aku adalah sepupu Lanara," kata Juwita tegas."Ha? Jangan bilang kalau kamu peduli padanya," kata Joan sinis. Dia tahu benar bagaimana sikap sepupu Lanara dari keluarga papanya, tidak ada satupun dari mereka yang memperlakukan Lanara dengan baik. "Tentu saja aku peduli kepadanya!" kata Juwita tegas."Peduli? Hahaha ... lucu sekali, bukankah kamu dan kakakmu yang telah berkali-kali berusaha ingin menyingkirkan Lanara?" "Itu fitnah!""Fitnah?""Ya, itu fi
Beni menyipitkan matanya karena serbuan cahaya yang menuju retina matanya begitu tiba-tiba bersamaan dengan masuknya Wei dan Joy ke dalam ruangan tempatnya di tahan."Bos!" Beni langsung duduk tegak dengan tangan dan kaki terikat di kursi yang saat ini didudukinya ketika melihat Wei masuk ke dalam ruangan."Masih tahu kalau aku ini bosmu?" tanya Wei sinis.Semalam Wei jatuh di kamar mandi dan kepalanya membentur ubin. Walau itu menyakitkan namun kejadian itu membuatnya mampu mengingat kembali hal-hal yang telah dia lupakan sejak kecelakaan itu terjadi.Otomatis sikap Wei pun kembali seperti semula."Bos ... aku tahu aku salah, aku akan menerima hukuman apapun darimu ...."Beni berkata sambil menundukkan kepalanya tidak berani menatap mata Wei yang begitu tajam seolah ingin mengulitinya."Jadi kamu tidak ingin mengatakan siapa orang itu dan ingin menanggung sendiri akibatnya?" tanya Wei dingin. "Ya, bos. Aku akan menanggungnya sendiri!" kata beni tegas.Dari pada anak dan istrinya me
"Aku beri kamu waktu untuk memikirkannya, ada waktu dua jam dari sekarang. Setelah selesai rapat, aku akan kesini lagi dan meminta jawaban darimu, aku harap kamu tidak mengecewakanku!" kata Wei sambil beranjak dari kursinya dan berlalu dari ruangan tersebut, diikuti oleh Joy."Bos, apakah dia akan mengaku?" tanya Joy tidak yakin."Kita lihat saja nanti!" kata Wei tidak peduli.Apapun hasil akhirnya, Wei akan memastikan kalau dia tidak akan pernah menjadi pihak yang dirugikan oleh siapapun.Sementara itu Beni mulai membentur-benturkan kepalanya merasa tidak berdaya. Dia merasa serba salah. Maju atau mundur dia tetap akan mencelakai anak dan istrinya. Apa yang harus dia lakukan?Tiba-tiba pintu kembali terbuka dan seseorang yang mengenakan topeng masuk ke dalam ruangan dengan mangkuk keramik di tangannya yang bersarung tangan karet."Siapa kamu?" tanya Beni sambil mengerutkan kening.Apakah dia orang suruhan Wei?"Tidak penting siapa aku, yang penting sekarang, kamu harus minum ini!"
"Bos, semua sudah ada di sini!" kata Joy setelah memasuki ruang kantor Wei bersama semua anak buahnya yang berjaga di sekitar ruangan tempat Beni di tahan."Tadi siapa yang mengatakan telah melihat Beni terakhir kalinya?" tanya Wei sambil menatap semua anak buah Joy."A-aku ... aku yang melihatnya, Bos. Namun, ketika aku melihatnya, dia masih dalam kondisi baik-baik saja," kata salah seorang pria berpakaian kulit hitam maju ke depan."Apa yang kamu lakukan saat itu?" tanya Wei tanpa basa-basi."Aku hanya memberinya minum.""Siapa yang menyuruhmu memberinya minum?" kejar Wei."A-aku ...."Joy mengerutkan kening melihat anak buahnya tampak gugup dan terbata-bata menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh Wei."Tahan dia! Jangan biarkan lolos, apalagi sampai bunuh diri!" kata Wei kepada Joy tegas.Semua orang di dalam ruangan tersebut tercengang mendengar perintah Wei."Bos! Bukan aku yang membunuhnya! a-aku ....""Tunggu apa lagi? Apakah harus aku yang membawanya?" tanya Wei sambil m
"Bos, dia sudah mengaku, apakah dia sudah bisa dilepaskan?" tanya Joy dari kamera pin di depannya."Dilepaskan? Lalu siapa yang akan bertanggung jawab atas kematian Beni dan menjadi saksi di pengadilan nanti?" tanya Wei sinis." ... jadi apa yang harus dilakukan terhadapnya?""Sembunyikan dia di tempat yang aman dulu. Jaga dengan ketat! Jangan sampai ada kecelakaan seperti yang Beni alami!""Yakin."Setelah mendengar jawaban Joy, Wei mematikan laptopnya dan mengurut pelipisnya yang terasa berdenyut sakit.'Apakah pria itu benar-benar mantan kekasih istriku? Jangan-jangan ini yang menjadi sebab Ara ingin bercerai denganku kemarin-kemarin,' batin Wei dengan wajah gelap.Wei memutuskan untuk menjebloskan Joan ke penjara bagaimanapun caranya.Di Prancis ...."Jadi orang suruhanmu berhasil membungkam Beni tapi dia sendiri tertangkap? Bodoh sekali!" kata Joan ketika dia di hubungi oleh orang kepercayaannya yang berada di Indonesia."Bos, Wei bukan pengusaha kecil, bahkan orang tuanya juga m
Harga dirinya terlalu tinggi untuk melakukan itu semua, apalagi Wei telah banyak melakukan kesalahan kepada dirinya.'Aku tidak bisa membiarkan diriku terus ditindas, sekalipun itu adalah Wei, pria yang aku cintai,' batin Ara penuh tekad.Jika Wei tidak mau mengalah, maka Ara akan meninggalkannya. Tidak mungkin Ara terus bertahan pada hubungan yang tidak menyenangkan seperti yang saat ini dia jalani.Ara masuk kembali ke dalam kamar tanpa banyak cakap, membuat Nina menghela napas panjang melihat sikapnya ini."Akhirnya kamu keluar juga," kata Nina ketika melihat Wei keluar dari ruang kerjanya."Ada apa, Ma?""Harusnya Mama yang bertanya seperti itu, ada apa antara kamu dan Ara? Mengapa sikap kalian menjadi aneh?" "Aneh bagaimana?""Jangan pura-pura, Mama bisa merasakan kalau hubungan kalian menjadi renggang kembali setelah ingatanmu pulih ... Wei, tidak bisakah kamu bersikap seperti ketika kamu hilang ingatan kemarin?" "Apa maksud Mama?""Kamu dan Ara begitu dekat dan lengket ketika
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar