Harga dirinya terlalu tinggi untuk melakukan itu semua, apalagi Wei telah banyak melakukan kesalahan kepada dirinya.'Aku tidak bisa membiarkan diriku terus ditindas, sekalipun itu adalah Wei, pria yang aku cintai,' batin Ara penuh tekad.Jika Wei tidak mau mengalah, maka Ara akan meninggalkannya. Tidak mungkin Ara terus bertahan pada hubungan yang tidak menyenangkan seperti yang saat ini dia jalani.Ara masuk kembali ke dalam kamar tanpa banyak cakap, membuat Nina menghela napas panjang melihat sikapnya ini."Akhirnya kamu keluar juga," kata Nina ketika melihat Wei keluar dari ruang kerjanya."Ada apa, Ma?""Harusnya Mama yang bertanya seperti itu, ada apa antara kamu dan Ara? Mengapa sikap kalian menjadi aneh?" "Aneh bagaimana?""Jangan pura-pura, Mama bisa merasakan kalau hubungan kalian menjadi renggang kembali setelah ingatanmu pulih ... Wei, tidak bisakah kamu bersikap seperti ketika kamu hilang ingatan kemarin?" "Apa maksud Mama?""Kamu dan Ara begitu dekat dan lengket ketika
Ara membelalakkan mata dan menegang merasakan sesuatu yang mulai bereaksi di pangkuan Wei yang membuat wajah Ara dalam sekejap berubah memerah."Kamu nakal!" kata Ara mendelik kesal ke arah Wei."Ini belum seberapa, aku bisa lebih nakal lagi dari ini. Bukankah kamu pernah merasakannya?" tanya Wei serius dengan mata berkilat penuh keinginan."Jangan main-main, ini masih sore!" kata Ara sambil berusaha mendorong tubuh Wei yang terus menempel ke arahnya."Apakah kita harus menunggu sampai semua penghuni rumah ini tidur?""Kamu ....""Apa yang kamu takutkan? Kamar ini kedap suara, mereka tidak akan bisa mendengarkan apa yang kita lakukan, sekalipun kamu berteriak kencang.""Wei!" geram Ara kesal.Bukankah mereka sedang perang dingin? Mengapa sekarang Wei malah bersikap seperti ini? Dimana Wei yang memperlakukannya dengan dingin dan canggung ketika dia mulai mendapatkan ingatannya kembali? "Panggil namaku sekali lagi dan aku akan melakukannya di sini!" bisik Wei sungguh-sungguh.Panggilan
Sejak kecil Wei diajarkan untuk menyembunyikan apa yang dia rasakan agar tidak ada satupun orang yang bisa memanfaatkan perasaanya. Kata papanya, merupakan kesalahan fatal bagi seorang pengusaha jika dia terlalu mengumbar perasaannya hingga bisa dilihat oleh semua orang.Kesukaannya kepada seseorang juga bisa menjadi senjata yang baik bagi lawan bisnisnya. Itu sebabnya Wei enggan memperlihatkan perasaanya kepada Ara secara jelas. Dia takut Ara menjadi sasaran empuk lawan bisnisnya.Wei terus memandangi istrinya hingga tertidur pulas.Pagi harinya ....Nina menatap anak dan menantunya dengan senyum terkembang."Apakah kalian sudah berbaikan?" tanya Nina tidak dapat menyembunyikan wajah bahagianya melihat anak laki-lakinya sedang mengambilkan Ara lauk yang letaknya jauh dari istrinya tersebut."Ma, memangnya kapan kita tidak baikan?" tanya Wei sambil terus melayani Ara.Wuzini tampak mengerutkan kening melihat sikap Wei yang berbeda hari ini.'Anak ini, apakah dia ingin menjadi budak
"Bukankah itu kenyataan? Kata kaki tangannya, Joan melakukan semua itu karena kesal mendengar kita telah menikah," kata Wei sambil terus menatap Ara acuh tak acuh.Wei benar-benar tidak mengerti, bukankah sebelum ke Prancis Ara sudah menjadi istrinya? Mereka hanya terpisah lima tahun dan Ara sudah memiliki kekasih lain. Tidak hanya Joan tapi ada Luke juga. Sebegitu mudahkan Ara melupakan dirinya? Sekalipun saat itu Ara ingin menceraikannya tapi Wei belum menyetujuinya!"Joan?" tanya Ara terkejut."Ya, kamu pasti mengenalnya, kan?""Tidak! Aku tidak terlalu mengenalnya.""Jangan bohong!" kata Wei sambil mendengus, asam."Aku tidak bohong! Aku tidak begitu mengenalnya." "Lalu mengapa dia balas dendam kepadaku?""Aku tidak tahu ... mungkin dia masih mengira kalau aku adalah Lanara," kata Ara sambil mengerutkan keningnya.Ya! Pasti Joan mengira dia adalah lanara. Itu sebabnya dia marah ketika mendengar tentang pernikahannya dengan Wei. Tapi, apa haknya untuk marah? Bukankah mereka sud
"Wei ... aku memang ingin mengatakan yang sebenarnya kepada keluargaku karena aku merindukan mereka. Tapi aku juga mempertimbangkan kesiapan dirimu, jadi ... kapan kamu merasa siap untuk menemui keluargaku bersamaku dan memberitahukan yang sebenarnya kepada mereka?" tanya Ara serius."Nanti ....""Kapan?" kejar Ara."Saat kamu sudah hamil anakku," kata Wei sambil menatap Ara tidak berkedip."Kamu mau berlindung pada anakmu yang belum lahir?" tanya Wuzini dengan nada mencibir.Seberapa pengecut anak laki-lakinya hingga untuk menghadapi mertua dan kakak iparnya saja dia harus menjadikan anaknya yang belum lahir sebagai bantuan?"Bukan begitu Pa. Jika sudah ada anak di perut Ara, mertuaku dan Arga pasti tidak akan langsung menendang aku keluar dari rumah. Mereka pasti akan memikirkan perasaan anak itu juga," kelit Wei beralasan."Alasan! Bilang saja kamu memang takut pada mereka," cibir Wuzini sambil menyesap kopi yang baru saja diberikan oleh kepala pelayan.Wei hanya mengerucutkan bibi
"Ya itu kataku tadi, mereka benar-benar keluarga yang harmonis! Malah kalau aku lihat-lihat lagi, sepertinya kedua orang tua Wei memperlakukan Ara seperti anak mereka sendiri," kata Thomas sambil melirik wajah Luke ingin mengetahui bagaimana reaksinya.Tanpa dia duga, Luke tetap terlihat santai dan biasa-biasa saja.Thomas tidak tahu, sebagian sebab Luke mau melepaskan Ara adalah karena kedua orang tua Wei yang memperlakukan Ara dengan baik, seperti kepada anak perempuan kandung mereka sendiri.Lagi pula, Luke adalah pihak yang datang belakangan dalam hubungan antara dirinya dan sepasang suami istri itu. Bagaimana mungkin Luke terus ngotot ingin mendapatkan Ara, sementara Ara tidak mencintainya dan tetap ingin mempertahankan pernikahannya dengan Wei."Apakah kamu benar-benar terlalu menganggur hingga tidak ada pekerjaan lain selain memperhatikan urusan rumah tangga orang lain?" tanya Luke acuh tak acuh."Hahaha ... ayolah, bukankah kamu juga memperhatikan mereka?" kata Thomas balik b
"Aku tidak! Jika aku mabuk juga, siapa yang akan menyetir mobil pulang?""Kita bisa menginap di sini, ada kamar yang di sediakan untuk tamu," kata Luke acuh tak acuh."Sepertinya kamu sudah sering datang ke sini, apakah sepupuku tahu?" "Jangan bahas sepupumu lagi, ayo kita minum sampai mabuk.""Oke," sahut Thomas sambil menatap Luke penuh arti.Bukankah orang mabuk lebih mudah untuk mengungkap rahasianya? Siapa tahu Luke mau mengungkapkan rahasia pribadinya yang bisa dijadikan alat bagi Thomas untuk menekannya.Beberapa waktu kemudian, botol-botol di atas meja sudah berhasil di kosongkan oleh Luke dan dia sudah mulai mabuk. Sedang Thomas masih terlihat segar dan tidak terpengaruh oleh minuman tersebut.Tanpa setahu Luke, Thomas hanya minum tidak sampai setengah botol. "Apakah kamu sudah mabuk?" tanya Thomas kepada Luke sambil tersenyum."Aku tidak mabuk!" kata Luke dengan suara orang mabuk yang khas."Oh?" sahut Thomas sambil mengangkat sebelah alisnya dengan bibir berkedut.'Ck! Pe
Wei mengerutkan kening mendengar kata-kata istrinya.'Bukankah masa-masa trauma itu harusnya sudah lewat? Mengapa Ara kembali mengingat kejadian itu kembali? Apa pemicunya?' batin Wei bingung."Aku juga melihat Lanara dalam mimpiku ... mimpi itu benar-benar terlihat nyata sekali, aku takut, Wei," kata Ara dengan mata berkaca-kaca menatap suaminya."Ssst ... itu hanya bunga tidur, jangan terlalu dipikirkan. Nanti aku akan meminta seseorang untuk membeli bunga dan menaruhnya di makam Lanara," kata Wei berusaha menghibur Ara dan menyingkirkan patahan rambut istrinya ke belakang telinga.Dengan sabar Wei membujuk Ara agar kembali tidur. Setelah melihat istrinya kembali tertidur pulas, Wei menghela napas panjang dan turun dari tempat tidur. Entah mengapa dia ingin merokok. Wei takut kalau dia merokok di balkon kamar, asapnya akan mengganggu ketenangan tidur istrinya. Akhirnya Wei memutuskan untuk merokok di balkon depan rumah."Siapa pria itu?" gumam Wei bertanya kepada diri sendiri ketik
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar