Seperti biasanya, Kaisar yang susah untuk dibangunkan membuat Arin kewalahan membuat suaminya itu membuka mata. Lagi-lagi Agam yang membantu Arin membangunkan Kaiser untuk subuh berjamaah.“Agam, nanti Papa mau kerja dan nginep di Cilacap. Agam di rumah Eyang jangan nakal ya, nurut sama Ibu dan Oma,” ucap Kaisar saat usai melaksanakan ibadah sholat subuh berjamaah. Arin segera ke dapur untuk memasak sedangkan Kaisar dan Agam memilih berbincang di kamar.“Ya, Pa. Papa lama?”“Nggak. Kalau sudah kelar, langsung balik. Jagain mama ya.”“Mama?”“Iya, Mama Arin.”“Beda, Ibu sama Mama?”“Nggak sih, biar cocok aja. Mama sama Papa. Oke?’’“Oke.”Agam melakukan tos dengan Kaisar dan keduanya melangkah keluar kamar dengan senyum yang merekah.“Masak apa, Ma?” tanya Agam pada Arin yang membuat Arin bingung mendengarnya.“Sejak kapan Agam manggil Ibu jadi Mama?” tanya Arin. Rahayu yang mendengarnya hanya tersenyum dan melanjutkan memasaknya dengan Arin.“Sejak Papa tadi bilang kalau Agam panggil
“Yu, Oma mau makan seblak yang jangan terlalu pedas. Jangan kayak yang dijual itu, mau kayak yang di tipi itu loh,” tunjuk OMa pada iklan yang baru saja ia tonton.“Oma kan nggak boleh makan pedas. Yang lain saja ya?” bujuk Rahayu. Arin yang sedang menggambar di ruang tamu menyimak dan berinisiatif mengabulkan keinginan Oma.“Mi, biar Arin buatkan seblaknya.”“Bukan malah sebaliknya. Tapi, Oma memang nggak boleh makan pedas,” tutur Rahayu.“Oma, Arin buatkan ya. Tapi, kali ini nggak terlalu pedas, mau?” bujuk Arin agar Oma bisa kembali tersenyum.“Terserah,” cetus Oma.Arin beranjak dan langsung menyiapkan bahan untuk membuat seblak. Jika biasanya seblak khas dengan pedasnya yang nendang, kali ini Arin menggantinya dengan seblak manis. Meski rasanya berbeda, sekali tampilannya tak jauh berbeda. Dalam sekejap seblak berhasil Arin suguhkan. “Oma, ini silahkan dicicipi. Semoga Oma suka,” kata Arin memberikannya pada Rahayu agar Rahayu juga mencicipi.“Enak, Oma?” tanya Rahayu.Oma ter
“Iya, Suamiku. Tadi itu Arin lupa, dimaafkeun ya?”“Nggih, Sayang. Ya sudah, Mas lanjut kerja lagi. Lusa Mas pulang,” ucap Kaisar sambil tersenyum.“Lusa? Kok cepet?”“Ya iya, pekerjaan Mas sudah separuhnya dikerjakan. Ternyata punya istri tapi tidurnya sendiri itu nggak enak, nggak ada yang kelonin, hehehe.”“Kan ada Kenzi.”“Masa mau kelonin Kenzi, Oma dah baikan?”“Dah lumayan, Mas. Insya Allah, sudah bisa beraktivitas seperti biasanya.”“Syukurlah, jadi bisa segera pulang ke Jakarta. Om Pras belum datang?”“Belum. Nggak tahu juga dah ngabari Mami atau belum, tapi nggak ada kabar apapun dari Mami.”“Mungkin mereka nyaman tanpa Oma.”Arin tak ingin membahas masalah Oma dan keluarganya jika sedang di rumah mertuanya. Ia juga tak ingin ikut campur masalah yang terjadi, karena ia termasuk anggota keluarga baru di keluarga Wira.“Ma, Agam ngantuk,” ucap Agam saat Arin sedang menelpon.“Sini bobo di pangkuan Mama. Papa lagi telepon soalnya, ya?”Agam mengangguk dan membaringkan badan di
Sore ini Arin mengajak Oma berkeliling alun-alun Purwokerto bersama Rahayu dan Agam. Wajah bahagia nampak pada semua orang termasuk Oma. Oma yang menyaksikan Agam bermain, tak sadar melukiskan banyak senyuman di sana.“Sepertinya Oma sudah mulai menyukai Agam. Lihat! Oma begitu antusias meniup balon dan Agam juga sudah nampak bebas. Kamu pandai mengambil hati Oma, Rin.”“Alhamdulillah, Mi. Ini semua berkat dukungan Mami juga. Arin hanya mencoba membantu sebisanya. Dua hari lagi, Agam sudah harus kembali, Mas Kaisar juga janji besok akan pulang dan mengajak Oma pergi jalan-jalan.”Rahayu mengangguk dan menatap kedua orang yang sedang bermain dengan ceria. Ponsel Rahayu berdering, nomor Pras tertera dan segera ia mengangkatnya.“Assalamualaikum, Pras.”“Waalaikumsalam, Mbak. Maaf, Prass baru menelpon. Bagaimana kabar Oma?”“Alhamdulillah, baik.”“Mbak, ngapunten banget. Kita tidak jadi jemput Oma besok. Kita jemput minggu depan saja ya? Kita ada banyak kegiatan dan belum sempat ke sana.
Sesuai janji Kaisar pada Oma dan Arin, hari ini mereka semua pergi liburan. Kaisar memilih taman rekreasi Dinoland di Purbalingga, taman yang belum lama dibuka di kota yang dijuluki kota Perwira itu. Tadinya Arin memilih Baturaden saja agar tak terlalu jauh, tetapi Kenzi mengatakan bosan dan ingin pergi ke daerah yang belum ia jangkah. “Om, kok jalannya pohon semua. Mirip kayak di film yang biasa Tante Yumna lihat. Nanti ada hantunya keluar dari pohon-pohon itu, hih … serem, Om,” kata Agam saat mobil melintasi hutan menuju Lembah asri. “Masa, sih? Bagus tahu, banyak kabut kabut gitu. Mirip kaya negeri di atas awan. Bagus banget buat kita nanti foto-foto, Agam mau foto nggak?” tanya Kenzi yang ada di samping Oma.“Boleh, Agam kasihan kalau nggak mau foto sama Om.”“Kok kasihan?” tanya Oma.“Om kan jomblo, Eyang. Kata Papa, nasib jomblo itu selalu menyedihkan, makannya Papa nikah sama Mama. Biar nggak jomblo,” jawab Agam membuat semuanya menertawakan celotehan anak berumur 7 tahun i
Pras datang setelah Kaisar menelpon dan mengabari Oma Wira sembuh total. Bukan ia merasa sungkan, tetapi semua keluarga besar ayahnya harus tahu bagaimana membuat orang tua bahagia. Terlebih hanya Oma, satu-satunya keluarga sepuh dari keturunan Wirateja. Kakak-kakak Oma Wira, sudah tak ada di dunia ini lagi.“Hati-hati, Oma. Agam pasti akan merindukan Oma. Lain kali mampir ke Bandung, ya? Besok Agam juga mau pulang diantar Mama Papa, Oma jangan sedih, ya,” ucap Agam.“Nggak, lah. Oma nggak sedih, Agam kali yang sedih.”Agam merenges menampakkan gigi gupis sebelah kirinya. “Hati-hati, Om, bawa mobilnya pelan-pelan saja. Jaga Oma baik-baik, kami akan sering berunjung nanti ke Jakarta,” ucap Kaisar.“Seriusan, Kai? Wah, Oma tunggu kalian datang. Arin juga, Oma tunggu buyut Oma hadir segera. Oma akan menginap di rumah kalian kalau kamu nanti punya anak,” ucap Oma.“Doakan saja, Oma. Oma jaga kesehatan di sana. Ohya, di box itu, Arin bawakan seblak kesukaan Oma dan juga keripik tempe buata
"Kenapa sedih mukanya? Jelek tahu," ucap Arin pada Kaisar."Udah dibilangin, jangan kerjain tugas Mas sampai larut. Kamu kemarin sakit, masih mau kerja?" Kaisar berlaku demikian karena tidak ingin hari ini kembali sakit akibat kelelahan bekerja membantunya ditambah mengurus Shaka yang sedang aktif aktif nya."Lihat Mas sampe ketiduran di tempat kerja, Arin gak tega.""Kenapa? Tega gak tega harus tega. Ini sudah menjadi kewajiban Mas sebagai kepala rumah tangga untuk menjadi tulang punggung. Bukan kami, Sayang.""Oke , oke. Sekarang mandi dulu, gih. Jangan ngomel ngomel Mulu! Kasihan Shaka udah nungguin.""Baiklah."Saat ditinggal mandi, ponsel Kaisar berdering. Kali ini nomer tanpa nama, terlihat memanggilnya. Arin tak suka mengangkat panggilan jika ada di taman sami dan memilih membiarkan. Namun, saat ponsel di dalam panggilan itu mati, ada pesan yang menyusul setelahnya.[Pa, izinkan Ibu datang. Azam gak minta banyak, hanya minta Ibu mau datang ke hajatan hitanan Agam. Ya?]Arin me
Arin membawa Shaka ke rumah di GSP yang juga tempat kerja para karyawan gudang. Ia diantar oleh Kaisar dan akan dijemput jika pekerjaan Kaisar sudah selesai.“Tumben nggak mampir dulu suamimu, Rin?” tanya Narsih.“Nggak, Bu. Lagi sibuk banget soalnya.”Narsih langsung mengambil alih Saka dan membiarkan Arin menuju gudang untuk melakukan pekerjaannya. Kali ini wajah murung Arin membuat Narsih ingin sekali bertanya pada anaknya perihal ini. Narsih mengajak Shaka bermain di dalam rumahnya dan seperti biasanya, ia akan bertugas menjaga Shaka jika Arin sedang datang ke rumah ini.“Shaka mana, Bu?” tanya Arin saat jam istirahat ia kembali ke ruang utama.“Tidur. Tadi habis dibuatkan susu, dia langsung tidur di depan TV.” Narsih membawakan es teh yang memang sudah ia siapkan untuk Arin.“Kayak kepanasan gitu, nih ada es teh. Diminum, biar seger.”“Makasih, Bu. Ngomong-ngomong, Ibu kok bisa tahu Arin haus?”“Kelihatan dari mukanya. Kaku kek kanebo,” ejek Narsih yang kemudian dibalas dengan se
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar