"Mas, Bagaimana kabarnya Kenzi? Apakah sudah membaik?" tanya Arin." Alhamdulillah hari ini sudah diperbolehkan pulang ini sedang berkemas hendak pulang ke rumah," jawab Kaisar."Syukurlah kalau begitu. Oh iya, ngomong-ngomong bolehkah Umi dan Abah mampir ke rumah setelah Mas Kaisar dan Kenzie pulang nanti? Mereka akan sekalian pamit pulang ke Bandung.""Kok mereka kenal sama Mas?" tanya Kaisar."Arin yang memberitahu, maaf ya nggak izin dulu.""Nggak apa, baiklah. Nanti kalau Mas dan Kenzi sudah sampai rumah langsung Mas kabari," kata Kaisar.Arin bersiap mengemasi barang yang hendak dibawa oleh Abah dan Umi pulang ke Bandung. Sebelum mendapat kabar dari Kaisar, Arin meminta izin untuk mengajak Agam menuju makam ayahnya di Sawangan."Abah antar ya?" kata Abah."Apakah tidak merepotkan?" tanya Arin tak enak."Tidak, malahan Abah senang melakukannya. Biar sekalian Lihat kampung Arin tinggal," ucap Abah lembut."Baiklah, kalau begitu kita ke makam sama-sama. Selepas dari makam baru ki
"Bu, kita ke rumah Om baik ya?" tanya Agam."Ya, Sayang. Agam kangen nggak sama Om baik?" "Kangen, Ibu juga ya?" Arin hanya tersenyum dan mengelus pipi Agam. "Belok ke kanan, Bah," ucap Arin.Mobil memasuki perumahan Rinjani. Entah apa yang akan dibicarakan, jujur Arin memang rindu ingin bertemu. Beberapa hari tak berjumpa rasanya ingin melihat keadaan kedua bosnya itu."Berhenti di blok B 36, Bah. Cat mocca yang ada pohon jambu itu," ucap Arin.Abah berhenti tepat di depan gerbang rumah Kaisar. Ia lalu turun dan Kaisar sudah menunggu di depan rumah untuk membukakan gerbang."Mobilnya bawa masuk aja," ucap Kaisar.Arin mengangguk dan meminta Abah memasukkan mobilnya."Om baik," teriak Agam saat baru turun dari mobil dan berlari ke arah Kaisar."Ups, jagon Om datang juga. Gimana kabarnya?" tanya Kaisar lalu membopong badan kecil Agam."Baik, Agam sangat baik. Kan sudah sama Ibu, Om baik gimana kabarnya? Agam sama Ibu kangen loh," ceketuk Agam.Kaisar melirik Arin dan kembali menatap
"Oke, anak ganteng kesayangan. Agam sama siapa ke sini?" "Sama Opa, Oma, Nenek dan Ibu. Kenapa Om?" "Rame ya, tapi Om gak bisa turun. Om masih sakit kepala," ucap Kenzi."Nggak apa, Kak. Kakak istirahat saja, kami memang sengaja ingin melihat keadaan Kakak aja. Kakak istirahat saja, Arin hanya mampir sebentar. Semoga Kakak cepat sembuh.""Aamiin. Makasih, Rin sudah mau menjenguk. Agam mau menginap di sini?" tanya Kenzi."Mau sih, tapi Agam akan ke Bandung sama Opa dan Oma.""Agam mau ke Bandung?" Agam mengangguk dan itu membuat Kenzi kaget."Kamu ikut, Rin?" tanya Kenzi melirik ke arah Arin."Nggak, Arin masih belum boleh kemana-mana." Kenzi bernafas lega, ternyata pikirannya tak sesuai faktanya.Pintu kamar kembali terbuka lebar. Umi, Abah dan Narsih ternyata ikut masuk ke kamar Kenzi untuk menjenguknya juga."Nak Ken, gimana keadaannya? Sudah baikkan?" tanya Narsih dengan wajah sendunya."Alhamdulillah, Bu." "Maafkan Bayu ya, Nak. Biar nanti Abah kasih pelajaran dia, enak saja me
Jangan lupa sholat Isya dulu sebelum tidur, entar kebabalsan, Rin." Suara Narsih terdengar mengingatkan."Iya, Bu. Bentar lagi, lagi cek ini." Arin sedang mengerjakan pesanan yamg masuk sedari sore, pelanggannya ingin besok selesai dan malam ini ia harus merampungkannya.Arin melirik jam dan jarumnya menunjukan angka sebelas. Sudah cukup malam dan ia harus segera istirahat.'Akan aku rampungkan besok habis Subuh saja, tinggal dikit lagi pasti kelar. Sholat dulu'Arin langsung beranjak meninggalkan tempat semula menuju kamar mandi. Ia mengambil air wudlu sekalian cuci muka untuk tidur.Saat sedang wudlu, ia mendengar suara jendela terketuk. Tapi, ini tengah malah membuat bulu kuduk Arin meremang.Arin keluar kamar mandi. Menengok sesuatu dari suara yang tadi terdengar di jendela. Tak ada hal apapun dan ia kembali untuk Sholat Isya.Arin menggelar sajadahnya, lagi-lagi ia mendengar suara jendela yang diketuk. Arin abai, mungkin itu suara pohon atau sesuatu yang mengenai jendela kamarn
Lelaki itu melirik ke arah Arin dan matanya begitu merah sehingga membuat Arin takut. Parang terangkat dan lelaki itu siap memenggal kepala Bayu."Jangan!!" teriak Arin. Arin merasa pipinya perih, ia tersadar dan Narsih ternyata berhasil membangunkannya."Kamu kenapa, Rin?" tanya Narsih. Keringat keluar dari wajah Arin. Mimpinya begitu menyeramkan sehingga membuatnya tadi begitu ketakutan. Narsih mengambilkan air minum di dapur dan memberikannya pada Arin."Diminum dulu, mungkin kamu tadi habis mimpi buruk. Sampai keringat keluar semua begitu," ucap Narsih memberikan segelas air minum.Arin meminumnya sampai tandas. Dia masih ingat betul lelaki tadi. Mata merah dengan pedang yang siap membunuh dia dan Bayu."Berdoa sebelum tidur, jangan lupa baca surat Al-Falaq dan An-Naas. Supaya nggak ada yang ganggu saat kita tidur," ucap Narsih kembali.Arin masih takut dengan mimpinya. Ia takut memejamkan matanya, sehingga ia memilih membaca semua suratan yang ia hafal dalam hatinya.Mata Arin a
"Ibu Arin tak apa, hanya kelelahan saja. Suhu tubuh dan tensinya juga normal. Semua normal dan hanya butuh istirahat saja. Saya akan meresepkan vitamin untuk Ibu Arin," ucap Dokter Fajar.Narsih menatap heran dokter yang memeriksa Arin. Sudah jelas tergambar jika anaknya ini pucat dan terlihat sakit. Tapi kenapa, dia bisa dinyatakan sehat."Dokter yakin anak saya sehat?" tanya Narsih sekali lagi."Sehat, Bu. Hanya kelelahan dan kurang istirahat. Jika dua atau tiga hari dia masih lemah, bawa ke sini lagi. Ini resepnya dan silahkan tebus di apotik," ucap Dokter Fajar ramah."Baiklah, Dok. Terimakasih, mari!'Narsih dan Arin berjalan keluar tempat praktek dan menunggu karyawan gudang menjemput mereka."Bu, Arin pengen ketemu Mas Bayu. Semalam Arin mimpi buruk, apa ada hal yang terjadi ya? Kepala Arin sampai pusing akibat mimpi itu. Apa ada pertanda buruk tentangnya, Arin cemas." Narsih kembali heran dengan Arin. Tak biasanya dia membahas tentang Bayu dengannya."Bayu? Tumben kamu ingin
"Iya, Ibu. Ya sudah, Arin bawakan kopi ini buat Mas Bayu. Ibu istirahat aja di kamar atau nggak nonton tv, nggak usah nguping Arin. Arin pasti bisa jaga diri," ucap Arin tersenyum meyakinkan Narsih."Baiklah, inget. Jaga batasan!" "Inggih, Bu." Arin berjalan dengan pelan, membawa satu cangkir kopi yang masih mengeluarkan asapnya."Silahkan diminum, masih panas tapi," ucap Arin pada Bayu yang menatapnya hangat."Makasih, Rin. Mas sangat rindu kopi buatanmu."Arin diam saja tak menanggapi ucapan Bayu. Hatinya aneh, mendadak pusingnya hilang dan berganti dengan perasaan menghangat melihat senyuman Bayu."Rin, katanya kamu mimpiin Mas semalam. Mimpi apa?" tanya Bayu memancing percakapan."Oh, hanya mimpi buruk. Mas terlihat akan dibunuh seseorang dan meminta bantuan pada Arin tapi Arin juga nggak bisa bantu karena ada dua makhluk menyeramkan juga hendak membunuh Arin.""Masa? Kenapa pas sekali?""Maksud Mas?" tanya Arin bingung."Mas memang sedang bingung. Rasanya seperti hendak dikulit
"Cup, keren banget lu. Rencana kita berhasil," ujar Bayu yang baru datang ke rumah Ucup dengan membawa satu kresek mangga permintaan istri mudanya."Rencana apa? Gue nggak ngelakuin apa-apa, lu sepagi ini ngapain datang kerumah? Mau pinjem uang lagi?" tanya Ucup dengan wajah sedikit sewot " Yaelah, gue mau ucapin terima kasih sama lu. Nih, gue bawain mangga pesanan bini lu," ucap Bayu memberikan kresek berisi mangga itu pada Ucup."Nyogok ini ceritanya?""Enggak juga, tapi kalau lu nggak mau ya udah gue bawa pulang lagi.""Eh eh eh, kalau ikhlas ngasih, nggak usah dibawa pulang lagi, pamali tahu." Ucup langsung menyambar kresek itu dari tangan Bayu dan beranjak dari tempatnya."Dasar Ucup markucup! Eh bini muda lu mana, Cup?" tanya Bayu sambil duduk di ruang tamu."Lagi bersiap di kasur.""Ngapain sepagi ini di kasur?" tanya Bayu heran."Bini muda gue emang spesial khusus di ranjang bukan di dapur. Kalau malam dia bekerja di luar. Jadi kalau pagi dia tinggal ngerjain gua, hahaha."Uc
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar