"Heleh, itu lu minta tolong gue juga sama aja, Congek. Mana ada dosa ringan, dosa tanggung berjamaah. Pan ini lu yang minta," protes Ucup."Gue kan nggak pergi ke dukun. Gue hanya minta kawan baik gue ini buat bantuin gue pinjemin duit. Karena nggak bisa, lu kasih saran ntu. Ya dah, mau gimana lagi. Lu kemampuan di bidang lain nggak ada, pake jurus ninja aja yang instan tapi lu yang lakuin," ucap Bayu sambil tersenyum licik."Ah, kecil kalau hanya bikin si Arin kasih uang lu mah. Lagian, nanti gue juga pasti minta jatah dong.""Siplah, nanti gue minta 500 juta, yang lima puluh buat lu, sisanya buat bayar rumah mendiang istri gue.""Oke, ini bisnis yang menguntungkan. Emang ya, lu ini kawan nggak mau ribet, maunya instan tapi nggak mau kena getahnya. Pokoknya, urusan Arin gue yang urus. Lu tinggal tunggu kabar baiknya, kapan lu harus nemuin si Arinda Wulandari itu."Bayu akhirnya bisa tersenyum. Sahabatnya ini bisa sedikit membantu tanpa harus ia turun tangan sendiri. Toh, dia hanya me
"Mas, Bagaimana kabarnya Kenzi? Apakah sudah membaik?" tanya Arin." Alhamdulillah hari ini sudah diperbolehkan pulang ini sedang berkemas hendak pulang ke rumah," jawab Kaisar."Syukurlah kalau begitu. Oh iya, ngomong-ngomong bolehkah Umi dan Abah mampir ke rumah setelah Mas Kaisar dan Kenzie pulang nanti? Mereka akan sekalian pamit pulang ke Bandung.""Kok mereka kenal sama Mas?" tanya Kaisar."Arin yang memberitahu, maaf ya nggak izin dulu.""Nggak apa, baiklah. Nanti kalau Mas dan Kenzi sudah sampai rumah langsung Mas kabari," kata Kaisar.Arin bersiap mengemasi barang yang hendak dibawa oleh Abah dan Umi pulang ke Bandung. Sebelum mendapat kabar dari Kaisar, Arin meminta izin untuk mengajak Agam menuju makam ayahnya di Sawangan."Abah antar ya?" kata Abah."Apakah tidak merepotkan?" tanya Arin tak enak."Tidak, malahan Abah senang melakukannya. Biar sekalian Lihat kampung Arin tinggal," ucap Abah lembut."Baiklah, kalau begitu kita ke makam sama-sama. Selepas dari makam baru ki
"Bu, kita ke rumah Om baik ya?" tanya Agam."Ya, Sayang. Agam kangen nggak sama Om baik?" "Kangen, Ibu juga ya?" Arin hanya tersenyum dan mengelus pipi Agam. "Belok ke kanan, Bah," ucap Arin.Mobil memasuki perumahan Rinjani. Entah apa yang akan dibicarakan, jujur Arin memang rindu ingin bertemu. Beberapa hari tak berjumpa rasanya ingin melihat keadaan kedua bosnya itu."Berhenti di blok B 36, Bah. Cat mocca yang ada pohon jambu itu," ucap Arin.Abah berhenti tepat di depan gerbang rumah Kaisar. Ia lalu turun dan Kaisar sudah menunggu di depan rumah untuk membukakan gerbang."Mobilnya bawa masuk aja," ucap Kaisar.Arin mengangguk dan meminta Abah memasukkan mobilnya."Om baik," teriak Agam saat baru turun dari mobil dan berlari ke arah Kaisar."Ups, jagon Om datang juga. Gimana kabarnya?" tanya Kaisar lalu membopong badan kecil Agam."Baik, Agam sangat baik. Kan sudah sama Ibu, Om baik gimana kabarnya? Agam sama Ibu kangen loh," ceketuk Agam.Kaisar melirik Arin dan kembali menatap
"Oke, anak ganteng kesayangan. Agam sama siapa ke sini?" "Sama Opa, Oma, Nenek dan Ibu. Kenapa Om?" "Rame ya, tapi Om gak bisa turun. Om masih sakit kepala," ucap Kenzi."Nggak apa, Kak. Kakak istirahat saja, kami memang sengaja ingin melihat keadaan Kakak aja. Kakak istirahat saja, Arin hanya mampir sebentar. Semoga Kakak cepat sembuh.""Aamiin. Makasih, Rin sudah mau menjenguk. Agam mau menginap di sini?" tanya Kenzi."Mau sih, tapi Agam akan ke Bandung sama Opa dan Oma.""Agam mau ke Bandung?" Agam mengangguk dan itu membuat Kenzi kaget."Kamu ikut, Rin?" tanya Kenzi melirik ke arah Arin."Nggak, Arin masih belum boleh kemana-mana." Kenzi bernafas lega, ternyata pikirannya tak sesuai faktanya.Pintu kamar kembali terbuka lebar. Umi, Abah dan Narsih ternyata ikut masuk ke kamar Kenzi untuk menjenguknya juga."Nak Ken, gimana keadaannya? Sudah baikkan?" tanya Narsih dengan wajah sendunya."Alhamdulillah, Bu." "Maafkan Bayu ya, Nak. Biar nanti Abah kasih pelajaran dia, enak saja me
Jangan lupa sholat Isya dulu sebelum tidur, entar kebabalsan, Rin." Suara Narsih terdengar mengingatkan."Iya, Bu. Bentar lagi, lagi cek ini." Arin sedang mengerjakan pesanan yamg masuk sedari sore, pelanggannya ingin besok selesai dan malam ini ia harus merampungkannya.Arin melirik jam dan jarumnya menunjukan angka sebelas. Sudah cukup malam dan ia harus segera istirahat.'Akan aku rampungkan besok habis Subuh saja, tinggal dikit lagi pasti kelar. Sholat dulu'Arin langsung beranjak meninggalkan tempat semula menuju kamar mandi. Ia mengambil air wudlu sekalian cuci muka untuk tidur.Saat sedang wudlu, ia mendengar suara jendela terketuk. Tapi, ini tengah malah membuat bulu kuduk Arin meremang.Arin keluar kamar mandi. Menengok sesuatu dari suara yang tadi terdengar di jendela. Tak ada hal apapun dan ia kembali untuk Sholat Isya.Arin menggelar sajadahnya, lagi-lagi ia mendengar suara jendela yang diketuk. Arin abai, mungkin itu suara pohon atau sesuatu yang mengenai jendela kamarn
Lelaki itu melirik ke arah Arin dan matanya begitu merah sehingga membuat Arin takut. Parang terangkat dan lelaki itu siap memenggal kepala Bayu."Jangan!!" teriak Arin. Arin merasa pipinya perih, ia tersadar dan Narsih ternyata berhasil membangunkannya."Kamu kenapa, Rin?" tanya Narsih. Keringat keluar dari wajah Arin. Mimpinya begitu menyeramkan sehingga membuatnya tadi begitu ketakutan. Narsih mengambilkan air minum di dapur dan memberikannya pada Arin."Diminum dulu, mungkin kamu tadi habis mimpi buruk. Sampai keringat keluar semua begitu," ucap Narsih memberikan segelas air minum.Arin meminumnya sampai tandas. Dia masih ingat betul lelaki tadi. Mata merah dengan pedang yang siap membunuh dia dan Bayu."Berdoa sebelum tidur, jangan lupa baca surat Al-Falaq dan An-Naas. Supaya nggak ada yang ganggu saat kita tidur," ucap Narsih kembali.Arin masih takut dengan mimpinya. Ia takut memejamkan matanya, sehingga ia memilih membaca semua suratan yang ia hafal dalam hatinya.Mata Arin a
"Ibu Arin tak apa, hanya kelelahan saja. Suhu tubuh dan tensinya juga normal. Semua normal dan hanya butuh istirahat saja. Saya akan meresepkan vitamin untuk Ibu Arin," ucap Dokter Fajar.Narsih menatap heran dokter yang memeriksa Arin. Sudah jelas tergambar jika anaknya ini pucat dan terlihat sakit. Tapi kenapa, dia bisa dinyatakan sehat."Dokter yakin anak saya sehat?" tanya Narsih sekali lagi."Sehat, Bu. Hanya kelelahan dan kurang istirahat. Jika dua atau tiga hari dia masih lemah, bawa ke sini lagi. Ini resepnya dan silahkan tebus di apotik," ucap Dokter Fajar ramah."Baiklah, Dok. Terimakasih, mari!'Narsih dan Arin berjalan keluar tempat praktek dan menunggu karyawan gudang menjemput mereka."Bu, Arin pengen ketemu Mas Bayu. Semalam Arin mimpi buruk, apa ada hal yang terjadi ya? Kepala Arin sampai pusing akibat mimpi itu. Apa ada pertanda buruk tentangnya, Arin cemas." Narsih kembali heran dengan Arin. Tak biasanya dia membahas tentang Bayu dengannya."Bayu? Tumben kamu ingin
"Iya, Ibu. Ya sudah, Arin bawakan kopi ini buat Mas Bayu. Ibu istirahat aja di kamar atau nggak nonton tv, nggak usah nguping Arin. Arin pasti bisa jaga diri," ucap Arin tersenyum meyakinkan Narsih."Baiklah, inget. Jaga batasan!" "Inggih, Bu." Arin berjalan dengan pelan, membawa satu cangkir kopi yang masih mengeluarkan asapnya."Silahkan diminum, masih panas tapi," ucap Arin pada Bayu yang menatapnya hangat."Makasih, Rin. Mas sangat rindu kopi buatanmu."Arin diam saja tak menanggapi ucapan Bayu. Hatinya aneh, mendadak pusingnya hilang dan berganti dengan perasaan menghangat melihat senyuman Bayu."Rin, katanya kamu mimpiin Mas semalam. Mimpi apa?" tanya Bayu memancing percakapan."Oh, hanya mimpi buruk. Mas terlihat akan dibunuh seseorang dan meminta bantuan pada Arin tapi Arin juga nggak bisa bantu karena ada dua makhluk menyeramkan juga hendak membunuh Arin.""Masa? Kenapa pas sekali?""Maksud Mas?" tanya Arin bingung."Mas memang sedang bingung. Rasanya seperti hendak dikulit