"Mas, itu rumah majikan Arin?" tanya Wisnu pada Bayu yang sedang fokus melihat rumah Kaisar."Iya, kita tunggu saja. Mereka pasti akan keluar sebentar lagi, kamu pastikan mereka tak melihat persembunyian kita di sini."Wisnu dan Bayu yang berpura-pura menjadi sopir dan penumpang ojek gobrek, berhenti di sisi jalan. Memperhatikan isi rumah dan berharap akan keluar di jam kerja ini. Dua jam lamanya, Bayu tak mendapati Kaisar keluar membuat Wisnu kesal."Mas, ini sudah terlalu lama loh. Apa tidak sebaiknya kita cari kemungkinan tempat lain?" tanya Wisnu."Berisik kamu! Mau bantuin nggak? Protes aja, sebentar lagi kita tunggu! Kalau enggak keluar juga kita cari Arin ke tempat lain."Satu jam bertambah, Kaisar belum juga keluar membuat Wisnu bertambah jengkel."Mas, kita cari ke lain tempat saja. Mungkin ke tempat kerja Mbak Arin atau bosnya mungkin?" Tetiba Bayu tersenyum."Kenapa kamu nggak bilang dari tadi? Cus, kita ke Gatsu." "Ngapain?" "Ke toko tempat Arin bekerja. Ayo buru! Nanti
"Maaf, Pak. Kemungkinan Bapak pulang sore, bagaimana?" tukas penjaga rumah."Jam berapa?" "Sekitar jam lima sorean, sedang ada acara dengan klien di Kawunganten katanya. Bapak kembali saja nanti malam, nanti sepertinya beliau sudah bisa menerima tamu."Sepertinya hari ini Bayu sangat sial. Sudah menunggu lama, tahu-tahunya yang ditunggu tak ada di tempat.Bayu memutuskan mengantar Wisnu yang dari tadi sudah ngedumel sepanjang jalan. Bayu masih libur kerja di proyek karena atasannya menghentikan sementara Bayu dari proyek lama itu. Proyek yang baru digarap sedang tahap pengajuan izin kerja dan penggarapan lahan. Entah kapan izin itu keluar, Bayu juga tak tahu. Yang jelas, kondisi ekonominya sedang tak stabil."Mas mau pergi dulu, pinjam motornya," ucap Bayu saat menurunkan Wisnu di depan rumahnya."Mas mau kemana lagi?""Cari inspirasi, siapa tahu ketemu Arin di jalan.""Huh, waktu di rumah di sia-siakan. Udah pergi baru dicariin, situ waras?" cibir Wisnu membuat Bayu menjitak kepala
"Gue mau minta tolong, pinjami gue uang. Orang tua Desti minta rumah yang kemarin gue jual dibalikin. Pusing gue, mana waktunya cuma sebulan doang. Please, lu kan punya bini banyak dan kerja semua. Pasti uang lu banyak 'kan?" tanya Bayu."Berapa emang?""350 juta.""Gila lu, segitu mana ada. Kalau ada pasti udah gue buat bekal ka*win lagi. Kalau lu pinjem sejuta dua juta okelah, lah ratusan gitu ya nggak ada," balas Ucup santai. Tak terlihat dia marah atau pun enggan mendengar keluhan sahabatnya itu. Tapi, ia juga tak akan membantu jika itu hal materi. Dia cukup materialistis dan juga perhitungan dalam hal uang."Terus, gue harus gimana dong? Gue nggak tega jika harus gadein rumah Ibu. Bisa jadi anak durhaka gue nanti," ucap Bayu."Rumah baru lu aja yang dijual.""Nggak bisa, suratnya belum jadi dan juga ntu rumah atas nama bini muda. Dia yang mengalihkan atas namanya, mana dia kabur lagi. Pusing kan jadinya," keluh Bayu."Bini lu yang lama, kaya?" tanya Ucup."Arin?""Iya, siapa lagi
"Heleh, itu lu minta tolong gue juga sama aja, Congek. Mana ada dosa ringan, dosa tanggung berjamaah. Pan ini lu yang minta," protes Ucup."Gue kan nggak pergi ke dukun. Gue hanya minta kawan baik gue ini buat bantuin gue pinjemin duit. Karena nggak bisa, lu kasih saran ntu. Ya dah, mau gimana lagi. Lu kemampuan di bidang lain nggak ada, pake jurus ninja aja yang instan tapi lu yang lakuin," ucap Bayu sambil tersenyum licik."Ah, kecil kalau hanya bikin si Arin kasih uang lu mah. Lagian, nanti gue juga pasti minta jatah dong.""Siplah, nanti gue minta 500 juta, yang lima puluh buat lu, sisanya buat bayar rumah mendiang istri gue.""Oke, ini bisnis yang menguntungkan. Emang ya, lu ini kawan nggak mau ribet, maunya instan tapi nggak mau kena getahnya. Pokoknya, urusan Arin gue yang urus. Lu tinggal tunggu kabar baiknya, kapan lu harus nemuin si Arinda Wulandari itu."Bayu akhirnya bisa tersenyum. Sahabatnya ini bisa sedikit membantu tanpa harus ia turun tangan sendiri. Toh, dia hanya me
"Mas, Bagaimana kabarnya Kenzi? Apakah sudah membaik?" tanya Arin." Alhamdulillah hari ini sudah diperbolehkan pulang ini sedang berkemas hendak pulang ke rumah," jawab Kaisar."Syukurlah kalau begitu. Oh iya, ngomong-ngomong bolehkah Umi dan Abah mampir ke rumah setelah Mas Kaisar dan Kenzie pulang nanti? Mereka akan sekalian pamit pulang ke Bandung.""Kok mereka kenal sama Mas?" tanya Kaisar."Arin yang memberitahu, maaf ya nggak izin dulu.""Nggak apa, baiklah. Nanti kalau Mas dan Kenzi sudah sampai rumah langsung Mas kabari," kata Kaisar.Arin bersiap mengemasi barang yang hendak dibawa oleh Abah dan Umi pulang ke Bandung. Sebelum mendapat kabar dari Kaisar, Arin meminta izin untuk mengajak Agam menuju makam ayahnya di Sawangan."Abah antar ya?" kata Abah."Apakah tidak merepotkan?" tanya Arin tak enak."Tidak, malahan Abah senang melakukannya. Biar sekalian Lihat kampung Arin tinggal," ucap Abah lembut."Baiklah, kalau begitu kita ke makam sama-sama. Selepas dari makam baru ki
"Bu, kita ke rumah Om baik ya?" tanya Agam."Ya, Sayang. Agam kangen nggak sama Om baik?" "Kangen, Ibu juga ya?" Arin hanya tersenyum dan mengelus pipi Agam. "Belok ke kanan, Bah," ucap Arin.Mobil memasuki perumahan Rinjani. Entah apa yang akan dibicarakan, jujur Arin memang rindu ingin bertemu. Beberapa hari tak berjumpa rasanya ingin melihat keadaan kedua bosnya itu."Berhenti di blok B 36, Bah. Cat mocca yang ada pohon jambu itu," ucap Arin.Abah berhenti tepat di depan gerbang rumah Kaisar. Ia lalu turun dan Kaisar sudah menunggu di depan rumah untuk membukakan gerbang."Mobilnya bawa masuk aja," ucap Kaisar.Arin mengangguk dan meminta Abah memasukkan mobilnya."Om baik," teriak Agam saat baru turun dari mobil dan berlari ke arah Kaisar."Ups, jagon Om datang juga. Gimana kabarnya?" tanya Kaisar lalu membopong badan kecil Agam."Baik, Agam sangat baik. Kan sudah sama Ibu, Om baik gimana kabarnya? Agam sama Ibu kangen loh," ceketuk Agam.Kaisar melirik Arin dan kembali menatap
"Oke, anak ganteng kesayangan. Agam sama siapa ke sini?" "Sama Opa, Oma, Nenek dan Ibu. Kenapa Om?" "Rame ya, tapi Om gak bisa turun. Om masih sakit kepala," ucap Kenzi."Nggak apa, Kak. Kakak istirahat saja, kami memang sengaja ingin melihat keadaan Kakak aja. Kakak istirahat saja, Arin hanya mampir sebentar. Semoga Kakak cepat sembuh.""Aamiin. Makasih, Rin sudah mau menjenguk. Agam mau menginap di sini?" tanya Kenzi."Mau sih, tapi Agam akan ke Bandung sama Opa dan Oma.""Agam mau ke Bandung?" Agam mengangguk dan itu membuat Kenzi kaget."Kamu ikut, Rin?" tanya Kenzi melirik ke arah Arin."Nggak, Arin masih belum boleh kemana-mana." Kenzi bernafas lega, ternyata pikirannya tak sesuai faktanya.Pintu kamar kembali terbuka lebar. Umi, Abah dan Narsih ternyata ikut masuk ke kamar Kenzi untuk menjenguknya juga."Nak Ken, gimana keadaannya? Sudah baikkan?" tanya Narsih dengan wajah sendunya."Alhamdulillah, Bu." "Maafkan Bayu ya, Nak. Biar nanti Abah kasih pelajaran dia, enak saja me
Jangan lupa sholat Isya dulu sebelum tidur, entar kebabalsan, Rin." Suara Narsih terdengar mengingatkan."Iya, Bu. Bentar lagi, lagi cek ini." Arin sedang mengerjakan pesanan yamg masuk sedari sore, pelanggannya ingin besok selesai dan malam ini ia harus merampungkannya.Arin melirik jam dan jarumnya menunjukan angka sebelas. Sudah cukup malam dan ia harus segera istirahat.'Akan aku rampungkan besok habis Subuh saja, tinggal dikit lagi pasti kelar. Sholat dulu'Arin langsung beranjak meninggalkan tempat semula menuju kamar mandi. Ia mengambil air wudlu sekalian cuci muka untuk tidur.Saat sedang wudlu, ia mendengar suara jendela terketuk. Tapi, ini tengah malah membuat bulu kuduk Arin meremang.Arin keluar kamar mandi. Menengok sesuatu dari suara yang tadi terdengar di jendela. Tak ada hal apapun dan ia kembali untuk Sholat Isya.Arin menggelar sajadahnya, lagi-lagi ia mendengar suara jendela yang diketuk. Arin abai, mungkin itu suara pohon atau sesuatu yang mengenai jendela kamarn