Kalian harus bersyukur, memiliki mata tak melihat dunia gelap. Kalau kalian mampu melihatnya, dunia ini sangat pengap.
* * *
Subuh hari Wira dan Eiliyah pulang dari rumah Aiza, satu alasan yang sama mereka tamu dan lelaki gondrong itu punya jam mengajar siang nanti. Sementara Eiliyah setelah malam panjangnya, berterimakasih karena tak ada jam mengajar.
Setelah pamit dari Aiza dan berterima kasih kepada Nayanika, sepertinya pertemanan baru terbentuk di antara dua wanita itu. Satu kesamaan mereka adalah keduanya memiliki kemauan yang keras, tapi bisa sangat tenang dan pendiam secara bersamaan.
Diperjalanan pulang arunika di sela-sela pohon dan dedaunan, menyambut pagi hari itu dengan nyanyian alam yang tenang. Hati Eiliyah sudah lebih lapang setelah menyimpan penyesalan, yang selama ini ia pendam sendirian. Kini seperti gambaran burung di langit pagi yang terbang berkelompok, dan fajar baswara yang hangat. Senyumnya
Perjalanan mereka tak akan pernah sepi, mungkin karena tiga kawan sejak kecil malah ikut nimbrung. * * * Naya bilang Mas Gahara merencanakan pertemuan di rumah kakek, sepertinya ada yang ingin mereka sampaikan. Tentu saja mau tidak mau kami harus pergi, menggunakan motor menuju pejalanan yang lumayan jauh. Enah dan Bapak akan berangkat duluan, karena kami berdua harus ijin ke instansi masing-masing. Naya rupanya mendapat pekerjaan di daerah tempat Aiza tinggal, katanya berhubungan dengan perusahaan startup. Pintar sekali gadis itu mencari celah, agar Aiza tak bisa menolak permintaannya dengan lulus seleksi penerimaan karyawan terlebih dahulu. Sekarang mereka berdua sudah berada di seperempat perjalanan, namun bukan duo rusuh kalau keduanya mengalami perjalanan yang biasa saja. Siapa lagi orang yang selalu kepo duluan kalau bukan Naya, sampai-sampai Aiza harus memperingatkan gadis itu berkali-kali. &
Sahabat itu dikenang, diingat, dipertahankan, bukan dilupakan.* * *Kami berdua pergi ke pemakaman Taklif, sebuah tempat yang tak cukup jauh dari pemukiman warga. Hanya berjarak beberapa puluh meter, dengan gapura di depan pintu sebagai penanda dan benteng berukuran satu meter sebagai pembatas. Tempat itu juga tidak sulit dicari, alasannya karena pohon beringin besar yang tepat terdapat di tengah-tengah pemakaman.Aiza selalu serba salah kalau ia harus pergi ke pemakaman, entah suka atau tidak suka. Pohon besar dan kuburan pasti selalu membuat ia juga kalang kabut, bukan takut tapi aura sekitar yang kadang membuat ia merinding. Padahal hanya berkunjung untuk mendoakan kerabat, tapi yang say hello malah dapat yang tak disangka-sangka. Bahkan yang lebih parahnya sekarang, Wira juga ikut-ikutan ketakutan segala. Baiklah salahkan dia lagi, mungkin. Karena memiliki sahabat yang bisa melihat dunia sana, membuat Wira jadi mulai mengasah kep
Tidak enaknya menjadi mereka yang memiliki mata ke enam adalah, kau selalu dianggap cenayang oleh orang awam.* * *Aiza dan Nayanika tiba di rumah kakek, siapa orang yang pertama kali menyambut mereka kalau bukan Gahara lagi. Kakak sepupu mereka yang berkacamata, tinggi, beralis tebal dengan rahang kokoh itu sekarang tengah menatap tajam mereka berdua. Mungkin lebih tepatnya ke arah Naya, yang sekarang bersembunyi di belakang punggung Aiza, lagi.Gahara sudah bersidekap dada, kali ini kakak sepupu mereka itu pasti sudah tau apa yang terjadi di jalan tanpa harus Aiza menceritakannya. Namun sepertinya kali ini bukan hanya Naya sendiri yang akan kena sembur Gahara."Ngapain cengar cengir?" nada dingin dan mata yang seolah menelanjangi mereka berdua."Gak ada Kak." Aiza menelan ludah, pasti ini karena kejadian tadi di jalan."Tau salah kalian, kan?" Aiza dan Naya mengangguk,
Jangan terlalu percaya pada mistis, percaya saja pada Tuhan mu yang menciptakan semesta. Karena pasti ada sebab, dan akibatnya. * * * Dua hari sebelum keberangkatan ke rumah kakek, Aiza baru saja kembali dari jembatan tempat pertama kali ia bertemu Gea setelah di tahun kedua ia bisa menerima seutuhnya, indra ke enam itu dengan bantuan kakek. Aiza juga tidak tau kenapa ia kembali lagi ke tempat ini, mungkin karena Gea tak kembali dengan benar setelah kejadian dulu. Begitu mencoba berkomunikasi salah satu tetua penjaga di daerah sungai, di bawah jembatan itu datang untuk berkomunikasi dengan si mata berkantung hitam. Sosok hitam tinggi besar itu memberikan informasi, bahwa sosok yang Aiza cari tidak akan bisa kembali. Karena perbuatannya ia diberi hukuman karena dendamnya, tentu saja dia juga mengatakan lelaki yang juga ia renggut nyawanya ikut beserta dengannya juga. Kisah yang cukup memilukan untuk Aiza, yang berkenalan d
Ketika seseorang mencintai tanpa syarat, saat itu semesta sepakat mereka saling terikat.* * *Dua orang ini membuat semua pasang mata tak perlu lagi bertanya, bahkan murid-murid saja sudah bisa memastikan bagaimana hubungan keduanya. Bagaimana tidak si bucin Wira itu membuat semua terlihat jelas, mulai berlagak romantis sampai memberi kejutan segala. Untung Aiza tidak perlu melihat kebucinan si kuncir, kalau tidak lelaki berkantung mata itu akan langsung muntah.Seperti sekarang Wira duduk berduaan dengan Eiliyah, sementara anak-anak bergunjing di belakang mereka. Memang tidak bijak sih membawa urusan asmara, ke depan publik tapi ya namanya juga kasmaran. Walau Eiliyah bilang untuk tidak terlalu berlebihan, tapi kalimat itu seperti masuk kuping kanan keluar kuping kiri."Beneran Pak Wira jadian sama Bu Eili?" Tanya seorang gadis berambut lurus semampai, ketika berkumpul bersama keempat teman satu ganknya. Gadis i
Dimensi itu tidak pernah kita tahu, tapi salah-salah kita malah terundang masuk dan tak bisa keluar. Berhati-hatilah! * * * Aiza menceritakan sosok wanita misterius itu, seseorang yang selalu tiba-tiba muncul diantara garis waktu yang tak tepat baginya. Seolah dia memberi tahu bahwa, mereka hanya bisa bertemu ketika Aiza menginginkannya. Gahara tak lekas menanggapi bagaimana sisi dari wanita itu, apa ia buruk atau baik. Apa ia membawa sesuatu untuk Aiza, atau memang benar hanya kebetulan semata. Tapi nampaknya dari apa yang terlintas dalam pikiran Gahara, gadis itu memang sudah terlihat unik walau hanya sekilas melintas dipikirannya. Dia belum bisa mengetahui namanya, namun Gahara mengatakan bahwa bisa jadi, Aiza akan bertemu kembali dengan wanita itu. "Sepertinya dia bukan orang aneh, tapi.. mungkin.. kau tau orang berkulit albino. Ya, gadis itu memang unik Za. Samar memang t
Aku bisa datang karena sesuatu hal, tetapi aku bisa pergi bagaimana tugas dan kehendak ku juga. * * * Malam itu Wira menuruti apa yang diperintahkan Naya dan Aiza melalui telepon, mereka bilang untuk membacakan beberapa doa pada air dan menyiramkannya di sekitar rumah. Makhluk kiriman memang paling sulit diusir, sebelum tugasnya selesai dan si pemilik memberi imbalan. Maka dari itu sebelum kedua kakak beradik itu datang, si gondrong hanya bisa melakukan sebisanya. Lagian kenapa juga kepekaan batinnya malah meningkat begini, matanya mungkin tidak bisa melihat mereka tapi tubuhnya bisa merasakan kehadirannya. Apalagi Wira tidak pernah menyangka bahwa hantu-hantu itu, bisa menggerakkan benda di sekitar mereka. Mungkin tidak terlalu besar, tapi untuk mereka yang punya trauma atau mudah panik dan ketakutan. Gangguan mereka sangat bisa mengenai mental, bahkan membawa mimpi buruk. Wira masih terjaga di pukul satu malam, walau ia sudah m
Gadis ini tak dapat dipahami, seeorang yang datang lalu pergi menurut kehendaknya sendiri.* * *Seperti yang digambarkan Mas Gahara, rambut panjang silver, kulit putih pucat, mata berhiris merah muda. Sosok yang beberapa kali datang mengunjungiku di dunia nyata, kini hadir tepat di depan mataku. Senyumannya yang membuat hati dan ingatanku tak bisa lupa, kehadiranya yang selalu misterius selalu membuat tanya yang tak pernah usai. "Kapan aku bisa bertemu dengannya lagi?""Sekarang aku ada di depan mu, Aiza. Silahkan singkirkan pikiran itu.""Kau... membaca pikiran ku?""Hm..., lebih tepatnya... itu seperti menggema di dunia ini. Mungkin?" Wanita bernama Niskala itu tersenyum, seolah sedang membuat lelucon dan ia berhasil membuatku terjebak disana. "Kau mungkin bertanya-tanya, bagaimana aku bisa tau keberadaan mu, bahkan ketika kita pertama kali bertemu untuk pertama kalinya kau bisa melih