Manusia saat ini memang gila, hantu saja banyak dicari. Setelah kami menampakkan diri, mereka malah lari. Aneh!
* * *
Masih pukul delapan malam, ketika Aiza baru kembali dari menengok dua sejoli yang terlibat masalah di kantor Polisi. Sepanjang jalan bahkan hantu-hantu yang meminta tolong, membuat ia harus mengusir mereka terlebih dulu. Malam ini ia akan ikut patroli sekolah, bersama Kang Hermawan si penjaga sekolah yang baru. Lelaki itu entah kenapa jadi satpam, kalau iya dia memang penakut, Aiza jadi bingung sendiri. Sementara di ruangan kantor, mahluk tinggi itu masih ada di tempatnya, mempertanyakan kenapa dia berada di ruang ini pada malam hari.
"Maaf sebelumnya, saya cuma menengok. Karena belakangan ini ada cerita dari anak-anak, bahwa mereka sering dijaili oleh salah satu penghuni sekolah ini. Apa anda tau sesuatu?" Aiza berdiri di depan makhluk bertinggi lebih dari dua meteran itu. Wujudnya seperti batang pohon namun memi
Waktu kami adalah malam, waktu kalian adalah siang. Jika kalian datang ke rumah kami pada malam hari, kalian adalah tamu yang tak diundang.* * *Ada yang bilang, 'apa yang tak terlihat bukan berarti tak ada.' Berprilakulah sopan dan santun, dimana pun kalian berada. Atau jika tidak, kami yang akan meminta sesuatu dari kalian!Sama seperti malam ini, aku kira hanya mereka yang akan datang. Tidak kusangka malah bertemu sesuatu yang tak di duga. Tepatnya di ruang kesenian, begitu aku dan Kang Hermawan melewati ruangan ini. Awalnya aku tidak mau menanggapi cerita lelaki itu, tapi karena aura ku nampaknya ia memanggil untuk memberi tahu keberadaanya.Ruang kesenian itu ada di lantai satu, sebelah kanan di ujung lorong paling akhir. Kata lelaki berkepala plontos dengan tubuh cukup terbentuk dan tinggi seratus tujuh puluhan itu. Ia sering mendengar suara musik gamelan dan gong, yang tiba-tiba memainkan sebuah lagu
Hidup bisa sangat terasa keras, membuat luka, dan menyimpan duka.Bagi yang tak pernah mempersiapkan diri, untuk membawa bekal diperjalanan ini.* * *Eiliyah berada di dalam kamarnya, Wira tak berani bertanya lagi setelah wanita itu turun dan langsung masuk ke dalam rumah. Bahkan ketika keluarganya mempertanyakan, apa pria yang mengantarkannya itu Wira. Eiliyah hanya tersenyum dan bilang, sudah malam jadi dia buru-buru pulang. Walau ayah mempertanyakan apa mereka berada dalam hubungan, Eiliyah tak menjawab dan memilih langsung masuk ke dalam kamarnya.Dalam gelap ia menangis, sedih dan kacau. Dia sadar semua ini terjadi karena ulahnya sendiri, tapi Eiliyah masih yakin bahwa hanya itu satu-satunya jalan agar ia bisa memastikan sesuatu. Bukan. Lebih tepatnya mungkin keinginan untuk, menghapus rasa bersalah dalam hatinya. Ia kembali menangis dalam kesendirian, di balik pintu kamar duduk berjongkok, sampai ia tertidur karena lelah
Bisakah kamu menanggungnya setelah mengetahui, dunia lain itu dan kau tak bisa menutupnya kembali.Resiko ini harus kamu tanggung, seumur hidup mu.* * *Lagi-lagi wanita itu seenaknya sendiri, apa dia sudah lupa dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Sekarang dia masih juga meminta hal yang sama pada ku.Eiliyah duduk menghadap Aiza yang sudah makin lelah sekarang, belum lagi waktu subuh yang terasa lambat ini makin membuat ia tertekan. Setidaknya si jangkung itu harus bisa mengulur waktu sebentar lagi.Kang Hermawan sepertinya tidak ingin terlibat, ia memutuskan tidur sebentar di pos jaga. Setidaknya ia tidak berada diantara perasaan buruknya saat ini, walau sepertinya ia merasa masih juga diikuti sesuatu. Sementara Eiliyah menunggu jawaban pasti dari Aiza, walau sudah jelas lelaki itu menolaknya dengan tegas."Kau tau konsekuensi apa yang akan di dapat, kalau sampai aku membuka m
Teman masa kecil yang kembali.* * *Satu Minggu setelah menutup mata ke enam, Aiza tak lagi bertemu dengan para makhluk dunia sana. Walau bapak masih sering merasakan kehadiran mereka, tapi beliau tidak membicarakannya. Kalaupun mereka datang ia telah membentengi rumah, dengan apa yang disarankan kakek atau ayah mereka.Namun rupanya itu membawa perasaan tak enak untuk Aiza, walau kakek bilang dia akan baik-baik saja Enah masih kawatir dengan keadaan Aiza. Hingga di tahun berikutnya kelahiran adik Aiza, juga membawa kabar yang memberatkan hati Enah. Tak jauh berbeda dengan Aiza dulu, Nayanika bisa melihat sosok tak kasat mata.Semua bermula saat Aiza di bangku menengah pertama, kakaknya itu baru saja masuk sekolah. Kegiatannya mulai membuat ia jarang ada di rumah, tentu saja Naya hanya seorang diri sebelum tahun besok ia juga masuk sekolah dasar. Tapi kebiasaan aneh Nayanika, sudah mulai terlihat sejak ia berumur
Tidak ada yang berubah, hanya keadaan yang membuat kita sedikit berbeda. * * * Setelah kejadian Taklif, pertemuan dengan Wa Ega, hingga kenyataan yang harus aku terima. Bahwa mata ke enam ini, memang sudah menjadi kehendak yang kuasa. Suka tidak suka, harus aku terima. Lebih tepatnya mungkin, mentalku sudah harus terbiasa bahwa penglihatan ini memang harus dimiliki. Tuhan pasti punya rencana, sayang entah apa itu yang belum dipahami. Pulang dari rumah Wa Ega, ibu memelukku erat-erat. Rasanya ada sesuatu yang membuatnya sesak, sepertinya tangis yang tertahan sejak dulu. Mata lelah dengan air mata dipelupuknya, dan wajah cemasnya. Apa lagi yang ku perbuat kali ini? Pikirku sudah kacau rasanya. "Mau ketemu kakek?" Ibu bertanya bahkan sebelum ia menyuruhku masuk ke dalam rumah. Apa beliau akan selalu tau seperti ini, walau aku tidak mengatakannya. "Kapan-kapan aja Enah, Za kan belum
Sulit bagi seseorang untuk menyadari, bahwa ia tengah jatuh cinta. Namun, jauh lebih sulit bagi seseorang untuk membuktikan bahwa ia setia. * * * Gua ada di depan rumah Aiza pagi ini, tapi tuh anak gak tau lagi ada di mana atau sama siapa. Bukan tanpa alasan juga kenapa pagi buta ada di rumah si jangkung itu. Ini karena semalaman tadi, Eiliyah gak bales chat atau angkat telepon gua setelah kejadian siang kemarin. Alasan yang masih sama sampai gua mulai gak ngerti sama pikiran sendiri, 'keinginan Eiliyah buat membuka mata batin dia yang ditolak Aiza tempo hari'. Adalah pemicu semua masalah, kenapa dia gak balas pesan dari gua. Dan penyebab yang paling jelas adalah, si jangkung yang melambaikan tangan ke arah gua dengan santuynya. Aiza! "Lu dari mana aja bangsat! Chat gak dibales juga lu!" Omel gua kesal karena hampir 30 menit ngejogrog di depan gerbang. "Hehehe, sori gua baru p
Naya yang tangguh, gadis kecil yang berpikiran luas.* * *Saat itu Naya baru berumur tujuh tahun, sementara Aiza masih berada di kelas satu SMP. Kejadian itu bermula ketika Nay' sering sekali berbicara dengan mereka, ya rumah mereka memang sudah pindah. Tapi sepertinya karena Aiza mengenal mereka, Naya memanggil mereka. Sejak diceritakan Aiza walau bocah itu tak dapat melihat mereka, Naya bisa berkomunikasi dengan mereka dan menceritakan apapun pada Aiza. Walau kakaknya sedikit merasa cemas, tetapi ada yang berbeda dari Naya, sesuatu yang tak dimiliki Aiza."Kak Za, mau ikut kita?" Mereka berdua sedang berada di kamar, Za sibuk dengan pekerjaan rumah sementara Nay' membaca buku."Kita? Ikut kemana Nay'?" Naya malah tersenyum, menghampiri sang kakak dan memegangi tangannya."Elmo, Berend dan Lara bilang mereka akan mengajak kita lihat rumah mereka.""Tapi.. aku tidak bisa
Keberuntungan atau kesialan, Aiza tidak tau mana yang harus ia genggam. * * * Setelah bersilaturahmi dan mengobrol di dalam menyapa kakek dan nenek mereka, Naya dan Aiza sedang duduk di kursi di dekat perkebunan teh. Pemuda itu menghirup udara segar pegunungan dengan antusias, sekelebat ingatan mengenai kandang merpati di depannya nampak terngiang. Dia pernah melihatnya, juga pohon Cemara besar beberapa meter dari mereka juga. Lalu... "Bagaimana rasanya?" Tanya Naya memecah lamunan si lelaki jangkung itu, "setelah begitu lama kakak memilih untuk menutup mata ke enam, lalu.. walah! Tiba-tiba semua bermunculan di depan mata Kak Za." Naya nampak antusias dengan kondisi kakaknya, pemuda itu tersenyum sebelum menjawab. "Hm... Mungkin seperti makan permen asam manis, tapi ternyata isinya mint pahit. Lalu.. tiba-tiba ada bum bum bum! Letupan di lidah semakin diresapi, semakin paham rasa manis muncul dipotongan ter