Kalian tau permainan apa yang paling Aiza benci?
Jelangkung.
Sungguh, Aiza tidak tau mengapa masih ada orang yang memainkan boneka itu hingga hari ini.
* * *
Amarah Aiza hampir saja terpacu, kalau ia tidak segera sadar untuk menahan egonya karena peristiwa kesurupan malam tadi. Setelah acara api unggun, para siswa diharapkan kembali ke dalam tenda untuk beristirahat sebelum acara pagi nanti. Namun apa yang terjadi satu jam kemudian, kesurupan terjadi di beberapa tenda mereka, siswa membangunkan kami, sementara beberapa guru yang berjaga semalaman langsung mengambil tindakan.
Pukul dua malam hal menyebalkan itu terjadi, Aiza tidak habis pikir bocah-bocah itu apa tidak berpikir rasional. Di tengah hutan dengan keadaan seperti ini, mereka malah mengundang makhluk halus yang ada di sana. Mau jadi jagoan! Hah... Aiza benar-benar naik pitam dan berlari ke arah tenda. Beberapa guru senior yang sudah sering m
Kau pikir, dunia mereka dan dunia kita berbeda? Ya mungkin aku bisa mengatakan itu benar, tapi.. aku juga bisa mengatakan itu salah. Faktanya, aku bisa kehilangan mereka dan harus menolongnya kembali. * * * Malam itu aku tidak tau bahwa Eiliyah diikuti Elmo, karena Naya tak mendapat kabar apapun dari Berend dan Lara. Kedua bocah bule itu bahkan tak datang akhir-akhir ini, jarang sekali mengunjungi rumah kami. Kalaupun mereka datang Lara hanya bilang, "Wati dan Gahara punya anak kecil seusia kami, jadi kami memilih bermain dengan mereka. Papi juga memperbolehkan kami ke sana." Setelah itu mereka menghilang berhari-hari lagi, dan jika datang kembali mereka menceritakan permainan apa yang mereka mainkan dengan anak-anak itu. Tetapi kali ini berbeda, tiba-tiba Naya bilang di telepon Lara dan Berend hampir menangis dan ketakutan. Aku masih di jalan baru saja membereskan peralatan kamping, dan rupanya aku
Bergelut dengan hantu bukan keahliannya, namun mengapa baik dulu dan sekarang. Dunianya selalu bagai black hole yang mampu meyeret dirinya masuk ke dalam banyak pertanyaan yang membuat ia berakhir dengan kata, 'mengagumkan'.* * *Sabtu sore sebelum bubaran kantor, Nayanika bilang dia akan ikut penelusuran dengan saudaranya yang sedang merintis menjadi youtuber. Pemuda tinggi yang sangat suka menggunakan tshirt berwarna navy, jeans hitam dan sepatu basket itu tidak setuju dengab rencana malam minggu Naya. Ia berpikir sebaik apapun gadis itu bisa mengendalikan dirinya menghadapi makhluk-makhluk itu, sejatinya dia tetap perempuan yang seharusnya tidak berhadapan dengan makhluk seperti itu."Gak boleh Nay, aku gak suka ah!" Tolak gua dengan rencana ngaco calon pacar gua ini. Kenapa? Iya masih calon gua masih menghadapi persidangan kakaknya Naya soalnya."Hidih, aku yang mau penelusuran kok kamu yang ribet." Nah kan d
Setiap orang harus menghadapi semua ketakutan dalam diri mereka sendiri.Yang menjadi masalahnya adalah, bagaimana cara menghadapi ketakutan itu?* * *Malam itu setelah Aiza yang mendapat bantuan dari Mas Gahara, juga para sesepuh dan wujud misterius yang membantu mereka. Elmo dan Berend berhasil mereka selamatkan, setelah itu mereka lekas membereskan peralatan dan tak menunda kembali untuk turun dan lekas pulang. Semua keluar gedung, Suryakanta lekas mencari sosoknya. Gadis berkerudung pink sakura yang baru saja ia lihat dari layar monitor. Rupanya ia di dampingi Aiza, semua kembali ke mobil ke zona yang menurut mereka aman. Secepat mungkin yang mereka bsa lekas membersihkan diri, membuang sisa-sisa dari ruangan gedung tadi. Lalu sepakat mengakhiri pengambilan gambar hari ini, cukup sampai sini saja."Naya ikut Kak Za aja, gak papa pengen cepet pulang juga." Usul Naya pada saudara mereka, dan mereka sepakat membiarkan A
Bisakah kau percaya, bahwa kita akan dipertemukan dengan mereka yang satu frekuensi dengan kita.Suka tidak suka, mau tidak mau. Kadang semesta sebercanda itu.* * *Sepertinya si jangkung kali ini tak dapat mengelak lagi, dia bertemu kembali dengan Niskala dan Shin di tempat perbelanjaan. Niskala selalu tampil cantik dan anggun, menggunakan dress bermotif bunga selutut, dengan cardigan pink, dan sepatu canvas putih. Sementara si mata sipit itu tetap dengan model pakaian yang tidak berubah, kemeja dan celana katun hitam yang sedikit longgar, sepatu canvas putih, jam tangan di tangan kiri sambil mendorol stroller belanjaan. Wanita itu melambaikan tangan, menyapa Aiza yang justru timpang sekali dengan kecantikan dan ketampanan mereka berdua. Kaos oversize putih ditutupi zipper hoodie army, celana training hitam, dan sendal jepit. Dia bahkan lupa mencukur kumis dan jenggot pagi ini, visualisasi yang membuat Shin tertawa sembunyi-sembunyi. 
Semesta kita sama, namun tidak ada yang bilang di dunia ini semua sama persis.Jadi mari kita hargai saja, semua bentuk perbedaan itu.Dengan cara paling manusiawi, yang bisa kau lakukan sebagai manusia.* * *Subuh dini hari suara ketukan di jendela kamar terus berulang, masih pukul setengah empat dini hari bahkan azan subuh saja belum berkumandang. Apa ini gangguan makhluk astral lagi?Gakkk!Suara itu terdengar begitu perasaan ragu muncul, lalu kepakan sayap kembali terdengar. Barulah aku sadar itu bukan hantu tapi temanku yang datang, begitu lekas dibuka gagak itu masuk dan mendarat di atas meja kerja. Tetapi ada yang berbeda, jernih mata dan sayapnya tak sama. Aku ingat bagaimana keindahan bulu kawan ku itu, lalu si gagak menatapku lekat. Entah bagaimana aku tahu apa maksud si burung gagak itu datang menemuiku."Apa... saudaramu mati?" Ia mengangguk, sehelai b
Baik di dunia manusia ataupun dunia mereka, jika sesuatu hal tak baik terjadi. Semesta selalu memberi tahu dengan caranya sendiri. * * * Naya menghubungi ketiga temannya itu, namun mereka bertiga rupanya juga ketakutan sehingga enggan untuk datang. Walau setelah mencoba memastikan keadaan di sekitar rumah aman, mereka baru berani bertemu dengan Naya dan Aiza. Mereka bilang setelah kejadian penculikan tempo hari, Papa melarang mereka untuk mengikuti kami. Apa lagi sesuatu sedang terjadi di sekitar kami, mereka merasakan aura yang tidak baik mencoba memasuki rumah ini. Elmo berusaha untuk melindungi Lara dan Berend, ketika Naya dan Aiza tidak ada di rumah, Mereka melihat makhluk-makhluk menakutkan itu seolah ingin masuk ke dalam rumah ini. Namun Papa melindungi mereka dan meminta, untuk tidak dulu berkomunikasi dengan Naya dan Aiza. "Papa bilang itu bukan urusan kami, jadi kami diminta untuk menjauhi kalian terlebih dulu." Berend t
Ada dunia yang tidak akan pernah kita mengerti, selama kita masih menjadi manusia.Namun jangan terperangkap tipu daya mereka, yang mengajak untuk mengikutinya.* * *Aiza dan Naya sampai di rumah Gahara hampir menjelang magrib, mereka di sambut dengan hidangan yang dijanjikan sang kakak ketika di telepon tadi.Lelaki jangkung itu merangkul sang kakak begitu mereka bertemu, dia tersenyum namun Gahara tau Aiza tengah mencoba menahan sesuatu dalam pikirannya. Nayanika juga tidak banyak bicara, mereka berdua kini sangat pendiam. Terakhir kali Naya sangat semangat ketika mengetahui, rumah Gahara berdekatan dengan laut. Sementara Aiza akan mengomel karena panas yang menyengat, tapi sekarang Gahara perhatikan keduanya tak mempermasalahkan apapun.Sampai Gahara iseng bertanya, "gak panas Za?" Tanya Gahara begitu mereka duduk, Mbak Yuni meletakkan minuman dingin untuk menyegarkan. Namun yang dipinta justru air puti
Setiap yang berbeda selalu memberi kesan mendalam, seberani apapun seseorang ada rasa takut yang disembunyikan.* * *Malam itu mereka masih terjaga, padahal Gahara bilang sudah baik-baik saja. Mereka sudah dibersihkan dan keadaan sudah aman, namun kegelisahan masih menyelimuti keduanya."Kalau kalian tidak tidur, besok kita gak bisa pergi ke pantai." Bujuk Gahara berbicara layaknya kepada seorang anak, Aiza hanya berdecak sementara Naya akhirnya tertawa. "Gendi dan Gandi, saja sudah tidur. Dahlah gak usah takut begitu, cepat kalian tidur." Karena sudah malas mendengar bujukan kakak mereka, kakak beradik itu akhirnya menurut.Naya tidur di kamar tamu, sementara Aiza memilih tidur di sofa ruang Teve. Udara panasnya sekarang mengganggu, padahal sejak datang tadi sepertinya dia tidak peduli. Tapi lihat sekarang udara bumi terasa lagi di kulit sawo matang lelaki itu, kalau Naya bilang "tinggal di sini bisa bikin kulit
Tak ada yang tau bagaimana jalan cerita ini. Cerita hidupku, dan masa depanku. Maka dari itu aku butuh seseorang meyakinkan ku. Bahwa semua ini bisa kami jalani bersama. * * * Satu malam sebelum hari pernikahan tiba esok. Naya memilih duduk di kursi santai yang tepat menghadap kolam renang hotel. Tempat di mana acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Mungkin menakutkan ya memang, apa lagi pandangan mata Naya tidak sama seperti yang lainnya. Namun kali ini, dia merasa akan baik-baik saja. Salah satunya karena Aiza duduk di sampingnya. Malam itu langit bertabur bintang, cerah seperti yang mereka inginkan. Kedua kakak beradik ini akan terpisah jarak dan waktu. Tetapi bagi keduanya, tidak ada penyesalan yang harus mereka sesali. Sementara Nayanika menatap bintang, Aiza menunggu apa yang ingin adiknya itu sampaikan. Lelaki jangkung itu sedikit bingung. Untuk apa Naya memanggilnya tiba-tiba. Apa lagi di tempat sepert
Mungkin mata ku tidak akan bisa melihat mereka kembali.Tetapi, aku akan selalu menghormati keberadaan mereka.Mungkin tak dapat dilihat oleh mata, tetapi bisa di mengerti melalui Sang Pencipta.* * *Aku menelepon kakek dan menceritakan perihal mimpi itu. Tentang sosok yang kutemui, taman itu, dan dua gerbang dunia di sana yang berbeda. Air yang aku minum dan juga kulihat. Lalu kakek bilang aku sangat beruntung. Ada makna dalam mimpi tersebut, satu mengenai bagaimana caraku menggunakan kemampuan melihat makhluk itu. Kedua mengenai bagaimana selama ini aku membantu dengan kemampuan itu, dan yang ketiga adalah apa yang terjadi jika aku menggunakannya dengan tidak bijaksana. Juga, mengenai balasan apa yang akan diterima jika perbuatan kita baik atau buruk.Namun kakek mengingatkan bahwa, semua kembali pada cara ku memperlakukan kehidupan.Surya telah mengatakannya pada Enah dan Bapak. Aku mengantarkann
Aku tidak yakin. Tentang semua hal saat ini.* * *Setelah obrolan dengan Suryakanta, Nayanika duduk di gazebo halaman belakang di subuh hari. Ngeri betul kalau ada yang melihat gadis itu sendirian. Mereka pasti akan mengatakan ada penampakan kuntilanak. Walau sebenarnya memang ada sih di pohon besar sana. Di salah satu halaman tetanggangganya.Naya sudah kenal dengan sosok wanita itu. Tetapi berkat perlindungan kakek, dia tidak bisa masuk ke sini. Makanya sesekali Naya yang mengunjunginya. Hanya saja subuh ini mereka hanya saling menyapa lewat semilir angin."Aku gak mau canggum lagi di kantor, jadi. Malam ini aku mau ngomong sama kamu Nay!""Bentar. Ngomong apaan?""Tentang ucapan kakek atau Kak Aiza." Hening sejenak, "..walau tanpa restu mereka pun. Aku akan mengatakannya sama kamu Nay. Aku jatuh suka! Jauh sebelum ini. Saat kita masih di
Jika kakak tanyakan 'apa aku baik-baik saja?'Sebenarnya aku takut. Tetapi..Selama kalian bersama ku. Sesulit apapub itu, aku akan baik-baik saja.* * *Aku terkejut, tak berani menatap matanya ataupun melihat wajahnya. Kak Aiza mengatakan hal itu, seolah selama ini dia adalah beban untukku. Padahal, akulah yang menjadi bebannya selama ini.Sejak ia bisa melihat mereka. Sedetik pun, dia tak pernah absen mencemaskan keadaan ku. Bahkan di saat untuk pertama kalinya. Kami bisa berbagi cerita dan rahasia mengenai mereka. Kak Aiza harus bergelut dengan rasa takutnya sendiri.Benar. Aku tau Ka Aiza harus menutup indra ke enamnya karena ketakutan Enah. Bahkan ketika dia harus memilikinya kembali. Hal yang paling ia cemaskan adalah perasaan Enah. Bahkan aku juga yakin, saat ini kakak juga pasti memikirkan. 'Apa Enah akan mengetahui cerita ini. Sekali lagi?'.Aku tidak tau, bagaimana car
Sekali lagi. Ini terjadi, tetapi aku juga bertanya mengenai hal yang sama."Apa aku benar-benar telah kehilangan kemampuan itu?"* * *Jika dulu kemampuan itu membawa perpecahan diantara keluarga. Dan memilikinya kembali, juga menyatukan keluarga ini. Lalu kenapa aku merasa, justru ada yang hilang dan kehilangan arah ketika tak memilikinya?Bukankah dulu ketakutan terbesar karena memiliki kemampuan itu. Tetapi karena hal itu juga, aku bisa menolong banyak orang. Tidak. Bukan berarti aku kecewa pada keputusan ini atau.. mengapa harus sekarang kemampuan itu menghilang. Apakah kemampuan itu tidak akan kembali lagi, bahkan untuk selamanya kali ini? Bagaimana dengan Nayanika, adikku itu. Kenapa dia tidak berkata apapun jika memang benar dia sudah mengetahuinya.Tiga bocah itu! Apa mereka ada di sini. Di rumah ini? Aiza tiba-tiba bangkit dari rebahannya, lalu mengamati seisi ruangan televisi. Ia mengambil tongkat
Bolehkah, seseorang membagi tubuh dan jiwanya? Aku juga tidak mengerti menjawab perihal ini. Terlebih, setelah dunia itu tertutup kembali untukku. * * * Seva masih di sini. Dia tidak lekas menjawab perkataanku, yang tentu saja membuat rasa penasaran bertambah.Apa Niskala memang ada dengan meraka? Apa jiwa Niskala tidak tenang? Atau Seva hanya mempermainkannya saja, setelah mengetahui kebenaran dari nya? Aiza tidak yakin wanita di depannya benar-benar Niskala. Bukan kah Seva tidak bisa melihat mereka juga. Lalu, mengapa dia mengatakan hal itu? Apa Shin yang menyuruhnya untuk berakting. "Sepertinya, kau benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tenang saja hahaha, aku hanya bercanda Aiza!" seva tertawa di depannya, tapi aiza tidak tahu apa itu memang layak untuk ditertawakan. "Hah.. kau tidak suka rupanya, maaf. Tapi.. ya aku berharap kakak ku, Niskala. Memang masih berada di dunia ini." Ekspresi ga
Biarkan kebenaran yang berbicara, biarkan takdir menemukan jalannya.* * *Seperti yang Aiza katakan tempo hari, dokter mengatakan bahwa sore ini Aiza sudah dapat pulang. Masalah benturan di kepalanya tidak parah, kalaupun terasa pusing itu karena ia baru saja menjalani perawatan dan kondisi darahnya belum stabil. Tangan dan kakinya yang terluka juga sudah sembuh, bersyukurlah retakan kecil di kaki kirinya tidak parah dan gips telah membantu tulangnya untuk menempel kembali dengan sempurna. Selebihnya hanya resep dokter dan menjaga pola makan agar pasien bisa lekas sembuh serta beraktivitas seperti sebelumnya.Sampai saat ia pulang dan dijemput seperti janji sobatnya itu. Aiza masih belum menyadari sesuatu, bahkan ketika Naya bereaksi memegang lengan baju Aiza dengan erat. Lelaki jangkung itu malah berkata bahwa Naya seperti bocah yang takut hilang. Karena hal itu Naya melepaskan lengan baju Aiza dengan marah, dan memilih masuk mobil
Apa ceritanya akan kembali seperti dulu?Apa semua akan baik-baik saja?* * *"Kau tidak perlu cemas. Untuk saat ini, lebih baik begini. Kaka mu tidak perlu tau bahwa ia tidak bisa melihat makhlul-makhluk itu lagi. Mungkin dengan begini kesembuhannya akan lebih cepat."Naya melamun di depan layar laptop yang kini telah padam. Pikirannya sedang tidak berada di tempat rupannya, bahkan ketika Enah datang untuk menebus obat dan kembali, ia menyaksikan anak gadis nya melamun dengan pandangan kosong ke arah layar laptop yang mati. Wanita lima puluh tahunan berkerudung pich itu melirik Aiza yang juga sejak tadi mengamati adiknya. Kakaknya itu sudah memerhatikan tingkah adiknya sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan ketika Enah datang dan melirik dengan pandangan bertanya padanya."Kenapa adik mu?"Begitulah makna tatapan matanya. Aiza menjawab dengan mengangkat kedua pundaknya jawaban tida
Aku mempercayainya lalu aku mengikutinya, karena aku meyakininya. * * * Seperti yang sosok itu katakan, aku tidak ragu untuk menutup mataku dan melangkah terus kedepan. Tidak peduli apa nanti akan tersesat atau tidak, dia bilang 'percayalah pada apa yang engkau yakini'. Lalu aku merasa walau mata tertutup, jalan itu membentang luas dipenglihatanku. Seolah sesuatu menarik dari arah depan sana, agar terus melangkah tanpa ragu. Lalu sayup-sayup suara doa-doa menggema, makin lama semakin terdengar jelas. Lagi-lagi seperti katanya, suara yang aku kenal dan kurindukan. Enah mengaji dan berdoa memanggil namaku berulang kali, hingga cahaya itu yang teramat menyilaukan membuat mata terbuka dan kulihat langit pucat ciri khas rumah sakit. "MasyaAllah! Alhamdulillah...Aiza! Aiza, ini Enah Za.MasyaAllah,bapak! Aiza bangun Pak!" Lalu suara bapak dan Naya juga terdengar, dan begitulah sampai akhirnya aku bena