Ivana terlonjak kaget manakala ia melihat Kimmy sahabatnya datang secara tiba-tiba, bahkan tanpa mengetuk pintu. Sedangkan posisi Edgar dan Ivana saat ini bisa terbuka intim dengan Edgar yang memeluk Ivana dan duduk diatas ranjang bersama-sama dengan jarak yang sangat dekat.Sontak saja Ivana mendorong Edgar, sampai lelaki itu jatuh dengan bokong yang mendarat lebih dulu diatas lantai."Aduh!" pekik Edgar sambil berusaha menahan sakit pada area belakang tubuhnya. Ia berusaha mempertahankan raut wajahnya seolah baik-baik saja. Padahal bokong dan tulang punggungnya terasa sakit. Dorongan tangan Ivana tidak main-main.'Astaga, apa tulang ekor ku kena? Mana mungkin' kata pria itu dalam hatinya.Sementara dua wanita muda itu tampak kaget saat Edgar jatuh dan sekarang ia berusaha bangun dari lantai."Ma-maafkan aku Hubby, aku tidak sengaja!" Ivana langsung meminta maaf kepada suaminya, melihat Edgar seperti menahan sakit seperti itu."Pak Presdir, apa anda baik-baik saja? Maafkan saya, ini
William berusaha menahan kesalnya pada Edgar, meskipun ia ingin sekali mengeluarkan makian dan juga sumpah serapah pada lelaki yang jauh lebih muda darinya itu."Marco, suruh bagian pantry untuk membawakan 3 gelas minuman kemari. 2 kopi dan satu teh hangat untukku," titah Edgar pada sekretarisnya itu."Baik pak!" Marco pamit undur diri dari sana dengan membungkukkan setengah badannya.Setelah Marco pergi, barulah pembicaraan antara 3 orang itu dimulai. William memulai pembicaraan lebih dulu, sebelum Edgar sempat bertanya padanya."Pak, saya ingin membicarakan masalah ini...""Clara, ayo tunjukkan berkasnya pada Pak Edgar," titah William pada Clara.Wanita yang memiliki dada besar besar dan montok itu, berjalan lenggak-lenggok menghampiri Edgar sambil membawa berkas-berkas ditanganinya. Clara tersenyum manis, lalu mengibaskan rambut panjangnya ke belakang."Ini pak," Clara membungkukkan setengah badannya, yang memperlihatkan dua buah yang tampak menyembul di balik pakaian seksinya. Pah
Edgar menatap tajam pada Amber yang terlihat sedang menyentuh pipi Ivana, lelaki itu berpikir mungkin Amber menyakiti istri tercintanya."Mami, apa yang Mami lakukan?" tanya Edgar seraya mendekati istrinya dan menepis tangan Amber yang memegang pipi Ivana itu. "Mami memukul istriku?" tanyanya lagi."Hubby, kau salah paham. Mami barusan itu-""Kau tidak usah membelanya lagi, aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!" ujar Edgar seraya mengusap pipi istrinya. Ia memperhatikan wajah istrinya, memastikan apa ada luka diwajah cantik itu atau tidak."Jadi begitu anggapanmu terhadap Mami? Padahal Mami kesini dengan niat baik ingin menjenguk menantu dan melihat cucu-cucu Mami!" Amber berkaca-kaca, ia benar-benar tersinggung perasaannya dengan sikap Edgar yang mencurigainya."Apa itu benar? Aku meragukan sikap Mamai yang berubah dengan cepat, pasti ada sesuatu bukan?" tuduh Edgar dengan tatapan tajam pada ibu kandungnya itu."Hubby, jangan bicara seperti itu pada Mami. Kau salah paham
[Kau akan menyesal sudah membuatku seperti ini, dasar otak kosong. Aku akan pastikan kau tidak akan bisa lulus kuliah. Dasar wanita jalang! Aku tau kau menggoda pria kaya untuk membuatku seperti ini]"Beraninya dia... beraninya dia menghina istriku. Rupanya dia masih belum jera dan menyadari kesalahannya. Dia malah menjadi semakin gila!" geram Edgar begitu ia membaca pesan dari Justin yang dikirimkan kepada istrinya. Darahnya mendidih melihat isi pesan itu, giginya gemertak menunjukkan kemarahannya."Paman, memangnya apa yang kau lakukan padanya? Tidak, aku ganti pertanyaannya... bagaimana bisa kau tau apa masalahku dengan prof Moore?" tanya Ivana seraya memegang lengan kanan suaminya dan menatapnya lekat."Aku tau semua tentangmu, Sweetheart. Aku bahkan sudah memberikan pelajaran padanya, karena dia sudah berani membentak dan menghinamu di depan umum." Edgar terlihat geram membayangkan laporan dari Kimmy sebelummya tentang Ivana dan Justin."Apa
Setelah saling menyalurkan perasaan dan mengungkapkannya. Ivana berusaha untuk mempercayai cinta kepadanya, terlebih lagi, sekarang di rahimnya, sedang tumbuh buah hati mereka berdua yang akan semakin mempererat hubungan mereka. Keesokan harinya, setelah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap kondisi Ivana dan juga bayinya. Dan mereka bertiga dinyatakan baik-baik saja. Ivana dan Edgar akan kembali pulang ke rumah. Ditemani oleh dua bodyguard yang khusus menjaga Ivana. Kini pasangan suami-istri itu, sedang berada di dalam mobil, dan Marco sebagai supirnya."Paman, aku rasa...Kau tidak perlu sampai menyewa bodyguard. Aku baik-baik saja dan aku tidak perlu perlindungan dari mereka," ucap Ivana yang mengatakan keberatannya, dengan kehadiran 2 Bodyguard disampingnya. "Sweetheart, kau tidak boleh menolak permintaanku yang satu ini. Sebagai seorang bisnis yang sibuk, kau tahu sendiri, kalau aku tidak bisa selalu berada di sampingmu. Jadi, aku ingin mereka bisa menjagamu selagi aku
Ivana langsung memalingkan wajahnya, begitu ia melihat raut wajah Edgar yang berubah menjadi menyeramkan. Tepat setelah ia mengatakan tentang kabur."A-aku..." Ivana terbata, ia tak tahu mau bicara apa, dan lidahnya mendadak kelu. Tubuhnya menegang hanya dengan tatapan tajam dari Edgar. Padahal belum terhitung beberapa menit sejak mereka berada. Eh, taunya raut wajah pria itu sudah berubah saja."Kyaak!" Ivana memekik kaget manakala Edgar kembali merengkuh tubuhnya dan mengikis jarak diantara mereka berdua.Wanita itu bisa merasakan hembusan napas beraroma mint milik lelaki itu, dan jantungnya semakin berdebar kala kepala Edgar bersandar di ceruk lehernya."Paman..."Ivana semakin merinding dibuatnya, ia tak kuasa menahan rasa geli dan hangat yang diciptakan oleh Edgar. Bulu bulu halus di wajah lelaki itu menyentuh leher Ivana."Paman, geli... hentikan.""Sekali lagi kau bicara macam-macam tentang melarikan diri dengan anak-anak kita, aku akan menghukummu!""AKH! Paman sakit!" teriak
Julia dapat melihat dengan jelas, bagaimana cara Ayah mertuanya memperlakukan Ivana bak seorang ratu. Sampai-sampai lelaki itu tidak mau Ivana tergores sedikitpun. Julia iri, kenapa Rick yang dulu pernah ia rebut dari Ivana, tidak bisa memperlakukannya dengan baik. Apa benar kalau sesuatu yang diambil dengan cara yang tidak baik, maka tidak akan pernah berakhir baik, seperti apa kata Ivana sebelumnya. Ia juga berpikir, pasti sekarang Ivana sedang menertawakannya. dalam hati."Bukankah sudah kubilang agar kau menunggu di sana? Apa kau mau terluka?" tanya Edgar dengan nada bicara yang tegas dan itu semua karena ia takut Ivana terluka."Maafkan aku, aku hanya ingin melihat apa yang terjadi di dalam." Melihat wajah Ivana yang lembut dan tatapannya yang begitu melas, Edgar jadi tidak tega untuk menegurnya. Ivana juga tampaknya terlihat takut dengan kemarahan Edgar.Edgar menghela nafas berat, kemudian, ia melihat ke arah empat orang maid yang sedang berdiri di
****Keadaan dan suasana di ruang tengah itu semakin memanas, setelah Rick mengatakan niatnya untuj bercerai dari Julia. Tentu saja Julia tidak terima, ia langsung bersimpuh didepan suaminya dan meminta pada Rick agar tidak menceraikannya."Rick, aku mohon! Mana bisa kita bercerai hanya karena hal seperti ini?""Kau bilang hanya? Dasar wanita jalang. Seenaknya kau bilang hanya, padahal kau sudah menipuku! Kalau kau tidak menipuku, mungkin aku sudah bersama dengan Ivana." Rick terus saja mengucapkan kalimat yang sama untuk memojokkan Julia, menyalahkannya seolah ia tidak bersalah."Rick cukup! Jangan membawa-bawa namaku dalam urusan kalian. Dan kau jangan hanya menyalahkan Julia secara sepihak seolah-olah kau tidak mempunyai kesalahan di sini!" Ivana akhirnya angkat bicara, sebelum suaminya akan bicara."Dia memang menggodamu pada awalnya, dan dia juga sudah menipumu. Tapi, kau sendiri yang sudah tergoda padanya. Kalian sama-sama salah, jadi jangan menyalahkan salah seorang saja. Lalu
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa