“Oh, Rick … kau hebat sekali.”Ivana tercengang manakala ia mendengar suara seorang wanitamendesahkan nama tunangannya dari dalam apartemen. Ivana pun berjalan cepat kedalam sana, untuk melihat apa yang terjadi. Dalam hati ia berharap bahwa initidak seperti apa yang ada dipikirannya. Buru-buru ia membuka pintu apartemenitu.“K-kalian—"Sepersekian detik kemudian, Ivana menjatuhkan koper yang iabawa ke lantai hingga menimbulkan suara berbedam. Hatinya hancur saat melihat Rick, tunangannya, tengahbergumul dengan seseorang yang sangat ia kenal, yaitu adik tirinya sendiri.Suara koper jatuh milik Ivana rupanya membuat Rick danwanita itu terusik, hingga mereka yang semula masih asik saling memuaskan, kiniberhenti. Pria itu membeku menatap sosok Ivana. "Sa-sayang…."Gadis pemilik mata biru itu tengah menatapnya dengan nyalangdan penuh kabut kecewa. Buru-buru pria itu menutupi tubuhnya dengan kainseadanya yang ada di sana. Panik, Rick berjalan menghampiri Ivana yang masihmematun
"A-apa yang terjadi? Kenapa aku seperti ini? A-aku adadi mana?" tanya Ivana gelagapan, manakala ia melihat-lihat ke setiap sudutkamar mewah yang asing ini. "Tunggu... Kenapa juga tubuhku terasa sangat sakit danpegal? Terutama pada bagian...." Ivana tidak melanjutkan kata-katanya,sebab atensi dan fokusnya kini tertuju kepada miliknya yang terasa sakitseperti habis dirobek paksa."Siapa yang sudah melecehkanku?" gumam Ivanagelisah. Wanita itu memejamkan matanya, sembari berusaha untuk mengingat-ingatapa yang terjadi semalam.Ketika sedang mencoba mengingat apa yang terjadi kepadanya,potongan-potongan ingatan seperti film yang diputar secara acak muncul diingatannya. Ivana mengingat kejadian di mana ia memergoki sang calonsuami bercumbu dengan adik tirinya sendiri di dalam apartemen miliknya.Kemudian, Ivana pergi ke sebuah tempat hiburan malam untuk melampiaskankesedihannya.Saat ia sedang asyik minum-minum seorang diri, tiba-tibasaja, seorang pria datang menghampirinya. N
"Kak, aku mohon... maafkan kak Rick, dia tidakbersalah."Kali ini Julia yang berbicara, dengan suara lembut danmemelas. "Kalau dia tidak bersalah, jadi... kau yang salah, begitu?”Ivana menatap ketus pada Julia yang terus membantu Rick meyakinkannya. “Kauyang menggodanya?" "A-aku..." Julia kehilangan kata-katanya danmenundukkan kepala. "Kenapa kau diam? Bukankah kau selalu memakiku? Kenapakau tidak menjambak rambutku seperti biasanya?" Ivana tahu, jika Julia sebenarnyatengah menahan kesal. Namun wanita itu menahannya karena tidak mau terlihatjelek di mata Rick. "Aku ucapkan selamat untuk keberhasilanmu, Julia.Setelah merebut kasih sayang papaku, teman-temanku … kau juga telah berhasilmerebut calon suamiku. Kau memang seperti ibumu yang jalang itu! Kalianberpura-pura polos, menjerat, lalu merebut milik orang lain.”Ivana mengeluarkan semua kemarahan yang ada di dalam dirinyaterhadap Julia dan juga ibunya yang dulu merebut ayahnya dari mama dan dirinya.Ibunya Julia dulu
'Apakah dia pria yang….’Ivana tersentak kaget mendengar pertanyaan dari mantan calon Ayah mertuanya itu. Seketika, pikirannya langsung tertuju kepada malam panas yang telah merenggut mahkotanya. Edgar dan Ivana beradu netra cukup lama, bahkan tangan Edgar masih memegang tangan wanita muda itu. Ivana berdebar, ia terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Edgar kepadanya. Bulu kuduknya berdiri, tubuhnya meremang dan untuk sesaat ia tidak bisa bernapas. "Pa-paman, apa maksud Paman bicara seperti ini?" Ivana tersenyum canggung seraya melepaskan tangannya dari genggaman tangan Edgar. "Mungkinkah kau tidak mengingat malam itu?" Edgar mengerutkan keningnya, ia melihat ke dalam mata berwarna biru milik Ivana. "Malam apa, Paman? A-aku tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan?" tanya Ivana gugup.Ia mulai menghindari tatapan dari Edgar. Sebab, pikiran Ivana mulai mengarah ke arah yang negatif. Ivana mulai berpikir, bahwa pria yang merenggut mahkotanya itu adalah Edgar yang notabe
Ivana bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah Edgar akan membahas soal malam itu? "Duduklah, karena pembicaraan ini tidak akan sebentar."Edgar menyimpan berkas yang sedang ia baca barusan ke atas meja. Lalu atensinya tertuju kepada Ivana yang masih berdiri di hadapannya. "Saya rasa, tidak ada yang perlu saya bicarakan dengan Bapak!" ujar Ivana dengan bahasa formal, layaknya seorang karyawan yang berbicara dengan atasannya. Sudut bibir Edgar tertarik ke atas sehingga memperlihatkan sebuah senyuman sinis. "Ada, banyak, Ivana. Tentang hubunganmu dan Rick, lalu tentang hubungan kita ke depannya." “Aku sudah selesai dengan anak Paman itu," ketus Ivana yang benar-benar terlihat malas membahas Rick. "Benar, kau sudah selesai dengan anakku, tapi kau baru akan memulai hubungan denganku!" Ivana mengerutkan keningnya, dia tidak memahami apa yang dikatakan oleh Edgar. "Apa yang Paman—""Menikahlah denganku, Ivana." Wanita cantik bermata biru itu tampak terkejut dengan apa yang baru saja dikat
"Paman, sebelum aku berpikir untuk menjawabnya. Aku ingin bertanya kepada Paman dan Paman harus menjawabnya dengan jujur." Edgar siap mendengarkan apa yang akan ditanyakan oleh Ivana."Apa tujuan Paman menikahiku? Apa benar karena tanggungjawab saja?"Edgar tampak santai, ia sama sekali tidak merasa tegang ataupun tertekan dengan pertanyaan Ivana, seolah-olah ia memang sudah memiliki jawabannya. "Yang pertama mungkin karena tanggungjawab, tapi alasan yang kedua...akan kuberitahukan padamu kalau kita sudah menikah nanti."Ivana terlihat berpikir, tangannya terkepal erat membentuk sebuah gumpalan. Banyak sekali yang dipikirkannya saat ini. Terutama tujuan utama Edgar menikahinya, Ivana yakin ada motif lain.Satu minggu berlalu, sejak Edgar melamar Ivana .... Di sebuah kamar mewah, terlihat wanita itu sedang merias wajahnya sendiri sambil bercermin. Ia memilih lipstik warna merah dan memakai dress panjang berwarna merah menyala. Ia tampak memamerkan senyum indahnya yang memiliki dua les
"Rick, fokus!" Suara Julia membuat Rick kembali fokus pada acara pernikahan mereka berdua. Para tamu undangan bertepuk tangan setelah acara janji suci berlangsung dengan khidmat. Kemudian, satu persatu dari tamu undangan yang hadir itu memberikan ucapan selamat kepada pengantin baru tersebut. Tidak mau kalah, Edgar pun mengulurkan tangan pada Ivana dan mengajak sang istri untuk turut menghampiri anaknya, mantan kekasih sang istri."Ayo, Sweet heart, kau harus memberikan selamat kepada mereka.""Tentu saja, Hubby. Aku juga ingin memberikan restu kepada mereka," kata Ivana dengan senyuman tipis penuh makna terpatri di bibir merahnya itu. 'Kalian harus membayar mahal atas pengkhianatan yang kalian lakukan padaku, akan aku buat kalian menyesal' kata Ivana dalam hati.Kemudian Ivana pun membalas uluran tangan suaminya. Tidak lupa, wanita itu tersenyum elegan. Ia terlihat sangat cantik dan bersinar hari ini, bahkan beberapa pria di sana menatap dirinya penuh rasa tertarik.Sepasang pengan
Drama keluarga dihari pernikahan itu, menjadi sorotan dan pembicaraan para tamu undangan yang hadir. Terutama teman-teman Rick dan Ivana yang datang kesana. Kebanyakan dari mereka memberikan ejekan kepada Rick yang memiliki ibu tiri muda dan ejekan lainnya adalah Rick yang lebih memilih Julia daripada Ivana. Mereka menilai bahwa Ivana lebih segalanya dari Julia, dia cantik dan cerdas. Namun ada juga yang membela Julia, mengatakan bahwa Julia lebih seksi dari Ivana. Ya, pandangan dan standar pria tentang kecantikan wanita itu berbeda-beda.Berbeda halnya dengan Ivana yang cuek dan bersikap seperti nyonya rumah dalam acara itu, mengikuti suaminya. Rick malah terlihat sangat terganggu kala ia melihat kedekatan Ivana dan Papanya begitu intim. Hatinya berdesir merasakan nyeri dan sesak, Rick tidak paham mengapa begini."Sayang, kendalikan dirimu. Kita harus fokus kepada para tamu, kenapa kau malah melihatnya terus?" tegur Julia seraya menyentuh bahu suaminya dan mencoba
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa