Julia dapat melihat dengan jelas, bagaimana cara Ayah mertuanya memperlakukan Ivana bak seorang ratu. Sampai-sampai lelaki itu tidak mau Ivana tergores sedikitpun. Julia iri, kenapa Rick yang dulu pernah ia rebut dari Ivana, tidak bisa memperlakukannya dengan baik. Apa benar kalau sesuatu yang diambil dengan cara yang tidak baik, maka tidak akan pernah berakhir baik, seperti apa kata Ivana sebelumnya. Ia juga berpikir, pasti sekarang Ivana sedang menertawakannya. dalam hati."Bukankah sudah kubilang agar kau menunggu di sana? Apa kau mau terluka?" tanya Edgar dengan nada bicara yang tegas dan itu semua karena ia takut Ivana terluka."Maafkan aku, aku hanya ingin melihat apa yang terjadi di dalam." Melihat wajah Ivana yang lembut dan tatapannya yang begitu melas, Edgar jadi tidak tega untuk menegurnya. Ivana juga tampaknya terlihat takut dengan kemarahan Edgar.Edgar menghela nafas berat, kemudian, ia melihat ke arah empat orang maid yang sedang berdiri di
****Keadaan dan suasana di ruang tengah itu semakin memanas, setelah Rick mengatakan niatnya untuj bercerai dari Julia. Tentu saja Julia tidak terima, ia langsung bersimpuh didepan suaminya dan meminta pada Rick agar tidak menceraikannya."Rick, aku mohon! Mana bisa kita bercerai hanya karena hal seperti ini?""Kau bilang hanya? Dasar wanita jalang. Seenaknya kau bilang hanya, padahal kau sudah menipuku! Kalau kau tidak menipuku, mungkin aku sudah bersama dengan Ivana." Rick terus saja mengucapkan kalimat yang sama untuk memojokkan Julia, menyalahkannya seolah ia tidak bersalah."Rick cukup! Jangan membawa-bawa namaku dalam urusan kalian. Dan kau jangan hanya menyalahkan Julia secara sepihak seolah-olah kau tidak mempunyai kesalahan di sini!" Ivana akhirnya angkat bicara, sebelum suaminya akan bicara."Dia memang menggodamu pada awalnya, dan dia juga sudah menipumu. Tapi, kau sendiri yang sudah tergoda padanya. Kalian sama-sama salah, jadi jangan menyalahkan salah seorang saja. Lalu
****Hati Ivana menghangat, walau hanya dengan perhatian kecil seperti ini. Sebab, ia tidak pernah diperhatikan seperti ini sebelumnya oleh seseorang."Ayo minum susunya dulu. Mami sudah membelikan susu ibu hamil untukmu. Mami tidak tahu kau suka rasa vanila, stroberi atau coklat, jadi Mami buat semuanya." Amber tersenyum seraya menunjukkan 3 gelas berisi susu yang berbeda-beda rasa. Ada rasa coklat, vanila dan juga stroberi. Itu semua karena Amber tak tahu Ivana menyukai yang mana.Diatas nampan itu tidak hanya ada gelas, tapi ada biskuit coklat diatas piring kecil. Amber menyiapkan semua itu untuknya."Ah ya...dan Mami juga membawakan cemilan biskuit untuk ibu hamil. Kau harus memakannya, agar kau dan bayimu sehat!" ujar Amber."Jangan ragu untuk mengatakan apa yang kau suka dan yang kau tak suka ya.""Terimakasih Mami. Pertama-tama aku suka vanila dan coklat, tapi aku tidak suka stroberi. Bukan tidak suka, tapi aku hanya alergi." Ivana mengatakannya sambil tersenyum."Baiklah, ayo
Wanita itu menggelengkan kepalanya Seraya mengendikkan kedua bahunya. Ia benar-benar tidak tahu, siapa gadis kecil yang berada di dalam foto itu. Gadis kecil, yang sangat imut dan menggemaskan, mengenakan gaun Putri Salju. Namun, wajahnya terlihat seperti sedang menangis dan itulah poin yang membuat gadis kecil itu menggemaskan di mata Ivana."Coba kau lihat baik-baik, gadis kecil itu, mirip dengan siapa?" ucap Amber kepada Ivana lagi.Lantas, Ivana kembali memperhatikan wajah segaris kecil itu. Matanya memicing, sejurus kemudian ia pun merasa tidak familiar saat melihat wajahnya."Mami, ternyata wajahnya mirip dengan suamiku. Apa dia saudara kembar paman?" tanya Ivana dengar raut wajah polos dan tidak tahu apa-apaAmber tersenyum, dan beberapa saat kemudian ia pun tertawa. Sehingga membuat Ivana bingung apa yang lucu di sini."Hahaha.""Buahahaha." Amber tertawa terpingkal-pingkal, sambil memegangi perutnya."Mami. Kena
Grace dan Julia tidak percaya bahwa untuk pertama kalinya Samuel tidak menyalahkan Ivana. Bahkan pria itu terkesan acuh dengan rengekan mereka berdua dan sekarang Samuel lebih memilih pergi ke kamarnya dengan wajah berselimut kegelisahan."Mom, apa yang terjadi? Kepada daddy bersikap seperti itu? Biasanya daddy akan selalu membelaku. Bahkan dia tidak bereaksi apa-apa terhadap Ivana!" Julia terkesan panik saat ini, sebab ia merasa bahwa Samuel tidak mempedulikannya lagi."Baguslah, itu artinya mata daddy sudah terbuka. Daddy sudah mengetahui, mana yang kucing, dan mana yang ular." Vincent tersenyum sinis, ia ikut berkomentar dengan sikap Samuel."Kau ini! Kenapa kau selalu saja membela wanita itu? Padahal aku adalah kakakmu dan dia bukan kakakmu!" seru Julia geram. Ya, Vincent memang selalu membela Ivana dengan Julia, kakak yang memiliki darah satu Ibu dengannya."Tidak, aku tidak membela Kak Ivana. Aku hanya membela yang benar dan orang yang baik.
Justin menatap Ivana dan Edgar dengan penuh kekesalan, pria itu juga menyenggol bahu Ivana tanpa sengaja ketika mereka berpapasan di street food kota Paris. Dimana memang banyak orang berlalu lalang di sana."Prof Moore?""Aku bukan profesor lagi, karena seseorang." Justin menjawab dengan ketus. Ia juga menatap Edgar dan Ivana dengan sinis. Justin teringat kejadian tadi sore, dimana ia bertemu dengan Edgar. Lelaki yang memiliki power kekuasaan itu, mendatangi Justin secara langsung agar ia tidak mengancam Ivana lagi dan endingnya Justin dikeluarkan pihak kampus, dipecat secara tidak terhormat karena sudah mengancam dan menghina mahasiswanya."Apa maksudmu bicara seperti ini kepada istriku?" tanya Edgar dengan tatapan dinginnya dan mampu membuat semua orang melihatnya menjadi merinding."Aku tidak ada maksud apa-apa tuan Denvier. Aku hanya ingin memberitahu saja kepada istri anda...bukan begini caranya menjatuhkan seseorang," ucap Justin sinis dan
****Sepasang mata berwarna abu itu menatap Ivana dengan nanar, lapar dan nafsu. Pria itu memusatkan pandangannya pada bibir merah Ivana, ia ingin merasakan lagi manisnya bibir itu. "Aku kira kau ikhlas tanpa pamrih, mengantar istrimu untuk makan di luar. Tapi rupanya, aku salah. Suamiku ini ada maunya," keluh Ivana seraya menyilangkan kedua tangannya di dada. Sementara itu pipi Edgar bersemu merah, ketika ia mendengar kata suamiku dalam ucapan Ivana. Hatinya berdesir hebat, degup jantungnya berpacu sangat cepat seakan berlomba dengan nafsunya. "Wow...kenapa telingamu memerah Paman? Apa kau sedang malu-malu?" ucap Ivana sambil tersenyum gemas melihat telinga Edgar yang memerah. Tiba-tiba saja Edgar mendekati Ivana, sehingga mengikis jarak di antara mereka berdua. Kemudian ia pun menurunkan jok mobil yang ditempati oleh Ivana saat ini. "Paman kau mau-hmpph..." Tanpa aba-aba, tanpa permisi, bibir Edgar sudah berlabuh terbenam pada bibir merah Ivana yang sejak tadi menggodanya. Pada
Sesampainya di rumah, Ivana dan Edgar langsung memberikan makanan yang mereka bawa kepada para pelayan. Tak lupa Amber juga diberikan makanan oleh Ivana.Para maid berterimakasih pada Ivana dan Edgar yang sudah ingat dengan mereka semua. Sampai repot-repot membelikan makanan segala."Bukankah sekarang tuan kita bertambah baik?" tanya Mia kepada ketiga teman pelayannya yang lain. Agatha, Nora dan Rasta."Kau benar, bahkan tuan mengatakan bahwa nona lah yang mengingatkannya untuk membelikan kita makanan. Manis sekali," ucap Nora tersenyum sambil melihat sebungkus spaghetti dan bakso goreng yang dibelikan Ivana di street food."Padahal kita hanya pembantu, tapi nona sangat baik kepada kita. Dia juga tidak pernah memarahi kita," kata Agatha berpendapat soal sikap Ivana selama di rumah ini.Mia kembali berbicara, "Benar sekali. Bahkan nyonya besar yang dulunya sangat tidak suka padanya, sekarang bersikap sangat baik. Aku rasa dia tersentuh den
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa