Justin menatap Ivana dan Edgar dengan penuh kekesalan, pria itu juga menyenggol bahu Ivana tanpa sengaja ketika mereka berpapasan di street food kota Paris. Dimana memang banyak orang berlalu lalang di sana.
"Prof Moore?""Aku bukan profesor lagi, karena seseorang." Justin menjawab dengan ketus. Ia juga menatap Edgar dan Ivana dengan sinis. Justin teringat kejadian tadi sore, dimana ia bertemu dengan Edgar. Lelaki yang memiliki power kekuasaan itu, mendatangi Justin secara langsung agar ia tidak mengancam Ivana lagi dan endingnya Justin dikeluarkan pihak kampus, dipecat secara tidak terhormat karena sudah mengancam dan menghina mahasiswanya."Apa maksudmu bicara seperti ini kepada istriku?" tanya Edgar dengan tatapan dinginnya dan mampu membuat semua orang melihatnya menjadi merinding."Aku tidak ada maksud apa-apa tuan Denvier. Aku hanya ingin memberitahu saja kepada istri anda...bukan begini caranya menjatuhkan seseorang," ucap Justin sinis dan****Sepasang mata berwarna abu itu menatap Ivana dengan nanar, lapar dan nafsu. Pria itu memusatkan pandangannya pada bibir merah Ivana, ia ingin merasakan lagi manisnya bibir itu. "Aku kira kau ikhlas tanpa pamrih, mengantar istrimu untuk makan di luar. Tapi rupanya, aku salah. Suamiku ini ada maunya," keluh Ivana seraya menyilangkan kedua tangannya di dada. Sementara itu pipi Edgar bersemu merah, ketika ia mendengar kata suamiku dalam ucapan Ivana. Hatinya berdesir hebat, degup jantungnya berpacu sangat cepat seakan berlomba dengan nafsunya. "Wow...kenapa telingamu memerah Paman? Apa kau sedang malu-malu?" ucap Ivana sambil tersenyum gemas melihat telinga Edgar yang memerah. Tiba-tiba saja Edgar mendekati Ivana, sehingga mengikis jarak di antara mereka berdua. Kemudian ia pun menurunkan jok mobil yang ditempati oleh Ivana saat ini. "Paman kau mau-hmpph..." Tanpa aba-aba, tanpa permisi, bibir Edgar sudah berlabuh terbenam pada bibir merah Ivana yang sejak tadi menggodanya. Pada
Sesampainya di rumah, Ivana dan Edgar langsung memberikan makanan yang mereka bawa kepada para pelayan. Tak lupa Amber juga diberikan makanan oleh Ivana.Para maid berterimakasih pada Ivana dan Edgar yang sudah ingat dengan mereka semua. Sampai repot-repot membelikan makanan segala."Bukankah sekarang tuan kita bertambah baik?" tanya Mia kepada ketiga teman pelayannya yang lain. Agatha, Nora dan Rasta."Kau benar, bahkan tuan mengatakan bahwa nona lah yang mengingatkannya untuk membelikan kita makanan. Manis sekali," ucap Nora tersenyum sambil melihat sebungkus spaghetti dan bakso goreng yang dibelikan Ivana di street food."Padahal kita hanya pembantu, tapi nona sangat baik kepada kita. Dia juga tidak pernah memarahi kita," kata Agatha berpendapat soal sikap Ivana selama di rumah ini.Mia kembali berbicara, "Benar sekali. Bahkan nyonya besar yang dulunya sangat tidak suka padanya, sekarang bersikap sangat baik. Aku rasa dia tersentuh den
Setelah menerima pesan tak dikenal itu, Ivana marah-marah pada Edgar dan tidak mau tidurnya seranjang dengan suaminya. Pesan itu mengatakan bahwa Edgar telah melalui malam bergairah dengan seorang wanita. Edgar tidak tahu siapa yang mengirim pesan itu dan mencoba menjelaskan, bahwa ia tidak mungkin melakukan hubungan dengan wanita lain. Meliriknya saja tidak pernah."Sweetheart!" Edgar merengek dengan wajah memelas agar Ivana mau mendengarkannya."Hentikan! Aku tidak mau mendengarkan penjelasanmu. Malam ini kau tidur di kamar lain saja!" titah Ivana sambil memalingkan tubuhnya ke arah lain, dan membelakangi Edgar.Pria membuang nafas kasar, tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi wanita yang mood-nya sedang jelek. Wajar saja Ivana khawatir dan cemas, ia pernah mengalami pengkhianatan. Sebagian reaksinya saat ini adalah rasa takut kehilangan seseorang yang ia percayai. Disisi lain Edgar merasa senang sebab Ivana yang seperti ini berarti menunjukkan bahwa istrinya memang ada perasaan ke
Meskipun wanita itu masih marah kepada suaminya perihal pesan semalam. Namun moodnya sedikit membaik karena bunga mawar penyemangat di pagi hari itu. Tidak! Bukan hanya soal bunganya saja, melainkan kata-kata yang ada di kartu ucapan. Lalu Ivana juga baru tahu dari Amber kalau suaminya itu tidak mudah untuk jatuh cinta kepada seseorang. Tapi, ia sedikit cemburu karena adalah cinta pertama Edgar adalah Vanessa, ibu kandung Rick.Amber lalu mengatakan hal yang menenangkannya, bahwa cinta Edgar pada Vanessa sudah mati dan cinta itu telah berubah menjadi benci. Sampai-sampai Edgar mengusir Vanessa dan melarangnya untuk tidak kembali lagi ke negara ini."Memangnya apa yang dilakukan olehnya? Sampai-sampai paman mengusirnya?" tanya Ivana dengan penasaran kepada Ibu mertuanya."Ivana, Mami tidak berkewajiban untuk menceritakannya kepadamu. Sebenarnya Edgar yang lebih berhak untuk menceritakannya...Jadi kau tanya saja kepadanya," begitulah jawaban Amber yang membuat Ivana sedikit kecewa, lant
****Dengan percaya dirinya Vanessa mengatakan itu, bahwa mantan suaminya ini tidak akan menikah karena ia masih mencintainya. Edgar malah tertawa mengejek mendengar ucapan Vanessa yang terlampau lucu alias tidak tahu diri. Kali ini ia melihat ke arah Vanessa untuk menunjukkan wajahnya yang mengejek wanita itu."Kenapa kau malah tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya Vanessa heran dengan Edgar yang tertawa."Ada. Kepercayaan dirimu yang tidak berdasar dan ketebalan mukamu, itu yang lucu." Edgar berkata dengan sinis dan sarkas. Hal itu meruntuhkan sebagian ego didalam diri Vanessa. Wanita itu bertanya-tanya, apakah benar Edgar sudah melupakannya dan sudah menikah?"Edgar, apa benar kau sudah menikah?"Edgar mengajukan pertanyaan dari Vanessa dan memilih untuk segera pergi dari sana, karena ia tidak sabar ingin bertemu dengan Ivana. Apalagi setelah ia mendapatkan pesan balasan dari Ivana bahwa gadis itu sudah menunggunya di dekat cafetaria kant
"Kau belum menghabiskan makanannya, sweetheart. Kenapa kau marah?" tanya Edgar seraya menahan tangan istrinya."Apa kau benar-benar tidak tahu kenapa aku marah?" tanya Ivana balik dengan ketus."Sweetheart, mana bisa aku tahu kalau kau saja tidak mengatakannya."Jawaban dari Edgar, sontak saja membuat Ivana menghembuskan napas kasar. Kemudian ia tersenyum tipis dan meremat tali tas selempangnya itu."Ternyata ada kalanya kau menjadi orang yang tidak peka, Paman."Setelah mengucapkan itu, Ivana menepis tangan Edgar lalu melangkah pergi dari sana dengan cepat dan dalam kemarahan. Ia tidak merasa dihargai oleh Edgar, dimana mereka sedang berdua, dimana harusnya mereka menikmati momen makan siang dengan mengobrol hangat, tapi malah seperti ini jadinya. Siapa yang tidak kesal kalau dikacangin? Ya, begitulah istilahnya.Edgar langsung menyusul istrinya yang sedang marah itu, ia memang sedikit kacau gara-gara pertemuannya dan Vanessa tadi. Sampai ia tidak peka pada Ivana. Hal ini bukan karen
Tepat saat tangan Grace akan mendarat di pipi Ivana, tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh seseorang. Grace melihat ke arah orang itu dan tatapannya langsung melembut seketika."Berani sekali kau melayangkan tanganmu kepada menantuku!" ujar Amber dengan tatapan tajam pada Grace.Ivana hanya diam saja dan menonton apa yang akan terjadi. Sekarang ia mempunyai Amber, wanita yang semula memusuhinya, kini jadi dekat padanya bagikan seorang ibu. Ivana merasa senang karena ada yang membelanya."Nenek, itu semua karena Ivana yang berbicara dan berkata tidak sopan pada Mommy. Mommy hanya ingin memberinya pelajaran saja." Julia berusaha menjelaskan agar Amber tidak salah paham pada Grace.Amber terdiam sejenak, namun matanya menelisik Grace dan Julia saat ini. Ia jadi berpikir, apakah ucapan Edgar sebelumnya tentang Ivana memang benar? Bahwa wanita itu kerap kali mendapatkan kekerasan dan perlakuan buruk dari ibu dan adik tirinya. Sekarang Amber jadi berpikir itu memang benar."Apa ibumu mema
"Keluar dari ruanganku sebelum aku memanggil petugas keamanan untuk menyeretmu keluar dari sini!" titah Edgar dengan suara meninggi, jari telunjuknya mengarah pada pintu ruangan itu. Edgar tidak habis pikir, mengapa Vanessa bisa masuk ke dalam ruangannya dan Marco juga tidak ada ditempat. Otomatis lelaki itu akan mendapatkan masalah nantinya. Apalagi Edgar sedang berada dalam mode emosi dan galau."Edgar, aku tidak akan pergi sebelum kau mau bicara padaku." Vanessa keras kepala, ia tetap tidak mau pergi dari sana sebelum Edgar bicara dengannya.Lelaki itu berdecak dan akhirnya ia tidak punya pilihan lain, selain menyeret wanita itu dengan kedua tangannya sendiri agar ia cepat pergi dari sana.Lengan Edgar menarik kasar tangan Vanessa, menyeretnya ke depan pintu ruangan dan mendorongnya kasar sampai wanita itu terjatuh ke dekat meja."Edgar, kau kasar sekali!" tukas Vanessa protes dengan tindakan kasar Edgar."Jangan pernah menemuiku lagi! Kalau kau memang mau menemui Rick, cari saja d
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa