"Keluar dari ruanganku sebelum aku memanggil petugas keamanan untuk menyeretmu keluar dari sini!" titah Edgar dengan suara meninggi, jari telunjuknya mengarah pada pintu ruangan itu. Edgar tidak habis pikir, mengapa Vanessa bisa masuk ke dalam ruangannya dan Marco juga tidak ada ditempat. Otomatis lelaki itu akan mendapatkan masalah nantinya. Apalagi Edgar sedang berada dalam mode emosi dan galau."Edgar, aku tidak akan pergi sebelum kau mau bicara padaku." Vanessa keras kepala, ia tetap tidak mau pergi dari sana sebelum Edgar bicara dengannya.Lelaki itu berdecak dan akhirnya ia tidak punya pilihan lain, selain menyeret wanita itu dengan kedua tangannya sendiri agar ia cepat pergi dari sana.Lengan Edgar menarik kasar tangan Vanessa, menyeretnya ke depan pintu ruangan dan mendorongnya kasar sampai wanita itu terjatuh ke dekat meja."Edgar, kau kasar sekali!" tukas Vanessa protes dengan tindakan kasar Edgar."Jangan pernah menemuiku lagi! Kalau kau memang mau menemui Rick, cari saja d
"Menyenangkan hati bagaimana maksud anda pak Marco?" tanya Ivana bingung."Nona telpon beliau dan katakan sesuatu padanya nona! Saya mohon!" kata Marco setengah berbisik pada bu Presdirnya itu. Ia percaya bahwa saat ini Ivana lah yang bisa menyelamatkannya dan semua orang. "Jelaskan padaku ada masalah apa sebenarnya? Mengapa aku harus melakukan itu? Aku kan sedang marah padanya," ucap Ivana kesal. Ia bahkan tidak mengangkat panggilan telpon dari Edgar ataupun membalas pesannya. Sebab, ia masih kesal pada lelaki itu dan sekarang Marco memintanya bicara dengan Edgar. Tentu saja Ivana tidak mau. Kini Marco tau alasannya mengapa Edgar bisa seperti ini, jadi ia melampiaskan rasa kesalnya pada semua karyawan petinggi perusahaan. Termasuk kepada dirinya juga. Parahnya lagi berakhir dengan pemecatan mereka!"Nyonya Presdir saya mohon, kalau saya dipecat... bagaimana nasib ibu saya yang sedang sakit? Bagaimana nasib istri dan anak saya?"mohon seorang pria pada Ivana."Iya nyonya, lalu bagaima
Wajar saja jika Nora sampai berpikir yang tidak-tidak tentang Julia yang tiba-tiba baik dan membuatkan susu untuk Ivana. Nora curiga, dan terus memperhatikan gerak-gerak Julia."Aku akan pergi dan mengantarkan susu ini," ucap Julia sambil tersenyum. Lantas Julia pun melangkah pergi dari sana sambil membawa segelas susu rasa coklat untuk Ivana.Nora menghela nafas lega, ia sudah memperhatikan dengan baik saat Julia menyeduh susu tersebut dan wanita itu tidak menaruh apapun di dalam susunya."Untunglah dia tidak sejahat itu," gumam Nora. Kemudian Nora pun meninggalkan dapur dan pergi ke kamarnya sendiri.Tok, tok, tok!Saat Ivana sedang menikmati malam di balkon kamarnya, tiba-tiba ia mendengar suara pintu yang diketuk dari luar."Apa Paman sudah pulang?" Pikir Ivana. Lalu ia pun berjalan mendekati pintu kamar dan membukanya. Alangkah kagetnya ia begitu melihat sosok adik tiri sekaligus menantunya sedang berdiri di hadapannya sambil memegang satu gelas susu di atas nampan.Tatapan mata
Edgar pulang disaat yang tepat, disaat istrinya, hampir terjatuh, dan membahayakan bayi kembar mereka, yang sedang berkembang di rahim Ivana. Jika Edgar tekat sedetik saja, ia tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada Ivana dan calon anak mereka."Kau baik-baik saja, Sweetheart?" tanya Edgar seraya menegakkan tubuh Ivana."Iya." Ivana memalingkan wajah dari suaminya dan berusaha terlihat baik-baik saja. Ia mengambil nafas dalam-dalam. Edgar melihat ada basah dilantai tepat kaki Ivana terpeleset barusan. Lelaki itu berjongkok kemudian melihat baik-baik cairan apa dibawah sana. "Kenapa bisa ada minyak disini?" gumam Edgar bingung, sebab basah dan cairan yang ada di bawah lantai, ternyata adalah minyak, yang tentunya sangat licin. Tak heran Ivana bisa terpeleset, Edgar tak habis pikir."AGATHA! BIBI MARGARET!" teriak Edgar memanggil kepala pelayan dan juga pelayan yang bertanggung jawab untuk membersihkan lantai 1, yaitu Agatha. Pria itu terlihat marah."Paman, kenapa kau memang
Tanpa mempedulikan penolakan istrinya, Edgar tetap membawa Ivana masuk ke kamar mandi. Ia menyalakan keran air hangat di shower sehingga tubuh mereka basah sekarang. Dengan tidak sabar, Edgar melepaskan pakaian tidur Ivana dengan sekali tarikan dan membuat semua kancingnya copot berserakan di lantai."Astaga Paman! Apa yang kau lakukan? Mengapa kau melepasnya seperti itu? Baju ini mahal!" protes Ivana dengan wajah memerah padam melihat ke arah suaminya."Aku bisa belikan ratusan baju seperti ini, bahkan toko-tokonya sekalian. Jangan pikirkan baju dulu, sekarang pikirkan dulu Tiger." Dengan nakal tangan Edgar mengarahkan tangan Ivana agar menyentuh miliknya yang menegang, siap berdiri memasuki sarangnya.Seketika pipi Ivana merah merona saat menyadari, apa yang akan terjadi padanya selanjutnya. "Tapi dokter bilang-""Aku tahu, berbahaya melakukannya selama kehamilanmu masih berada di trimester pertama. Tapi dokter juga tidak melarangnya, asal aku b
****Ivana mencoba beranjak duduk, namun ia mengeluh merasakan sakit. Terutama pada bagian pinggang. Sebab semalam Edgar banyak melakukan posisi bercinta yang membuat dirinya sakit dipinggang."Auchh..." Ivana mengaduh. "Kenapa sweetheart?" tanya Edgar khawatir mendengar Ivana meringis kesakitan. "Pinggangku, seperti nenek yang mengalami osteoporosis saja. Tidak, rasanya tubuhku seperti habis dilindas truk," gumam Ivana yang lalu berusaha untuk berdiri, tapi kakinya sungguh lemas. "Maafkan aku sweetheart, tapi, aku yakin...kalau semalam aku tidak bermain kasar." Edgar meminta maaf dan menyesal sudah membuat istrinya menjadi seperti ini. "Iya, kau memang bermain lembut, tapi kau melakukannya secara berulang-ulang. Jadinya terasa sakit," ujar Ivana yang lalu mendesah, dengan satu tangan yang memegang pinggangnya. "Maaf...aku akan panggil ke dokter, untuk memeriksa keadaanmu, dan juga baby," kata lelaki itu seraya mencium kening sang istri. "Sekarang kita sarapan dulu ya," ajak Edg
Seketika gerakan tangan Ivana yang sedang mengoleskan selai stroberi ke atas roti ysng akan dimakan suaminya, begitu ia mendengar pertanyaan Vanessa yang seperti itu."Astaga! Apa kau tidak tahu kalau Edgar itu membenci stroberi? Edgar kau tidak memberitahunya?" ucap Vanessa yang membuat Ivana merasa skak mat di sana Ia merasa tidak enak hati, karena tidak tahu banyak tentang suaminya yang benci dengan stoberi. Padahal saat malam mereka makan waffle, Edgar membantu Ivana menghabiskan waffle stroberinya atas permintaan wanita itu.Ivana melihat ke arah Edgar, dengan tangan yang masih memegang roti dan benda untuk mengoleskan selai itu. Ivana merasa bingung dan bodoh, karena suaminya tidak mengatakan apapun. Edgar dapat melihat raut wajah Ivana yang tampak kesal dan kecewa padanya."Sepertinya kau tidak memberitahunya ya Edgar? Padahal dari dulu kau tidak stroberi, bagaimana bisa istrimu tidak tahu?" Vanessa tersenyum mengejek ke arah Ivana. Ia merasa lebih tau segalanya tentang Edgar, d
Marco ikut senyum-senyum sendiri, manakala ia mendengar, dan melihat adegan yang ada di belakangnya. Ini pertama kalinya dalam seumur hidup ia bekerja dengan Edgar, ia melihat lelaki itu mengungkapkan cinta dan kasih sayangnya secara terang-terangan. Ya, tidak heran juga sebab Marco tau kalau tuannya ini sudah jatuh cinta kepada Ivana saat wanita itu masih duduk di bangku SMA. Dari mantan calon menantu menjadi istrinya. Ibaratkan kalau sudah jodoh tak akan kemana, karena pada saat itu Marco tahu Edgar pernah mengalami patah hati. Ya, Edgar patah hati karena mendengar rencana putranya yang ingin serius dengan Ivana.Akhirnya Edgar, mengurungkan niatnya untuk mendekati Ivana dan memilih mengalah untuk putranya. Lagipula saat itu Edgar tau kalau Ivana sangat mencintai Rick. Namun, lihatlah apa yang terjadi sekarang ini? Takdir Tuhan tak ada yang tau! Jodoh, hidup dan mati seseorang sudah kan oleh Yang Maha Kuasa. Dan Ivana adalah takdir Edgar, takdir mereka adalah untuk bersama-sama menj
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa