Tanpa Alea dan Juno sadari, kini tatapan semua orang tertuju kepada mereka berdua. Di mana perhatian Juno kepada Alea, menjadi pusat perhatian."Bisakah kamu hati-hati?""Apa masih panas? Sakit?" tanya Juno dengan lembut. Seolah-olah dia tidak pernah bersikap dingin sebelumnya kepada Alea."Aku nggak apa-apa, Om." Refleks dan terbawa suasana, Alea malah berbicara informal pada Juno. Tanpa sadar, perkataannya ini malah menimbulkan kecurigaan orang-orang di sana."Sini lihat.""Aku nggak apa-apa."Juno tetap bersikeras melihat jari Alea yang tadi terkena panggangan barbeque. Dia memegang tangan wanita itu dan memperhatikan jari-jarinya. Terlihat warna memerah pada jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan milik Alea. Pria itu pun bergegas membawa Alea masuk ke dalam villa, dia bermaksud mengobatinya."Apa kalian merasa ada atmosfer yang aneh antara pak presdir dan bu Alea?" kata salah seorang pria, dari anggota tim lain."Aku juga merasa begitu.""Benarkah mereka om dan keponakan? Atau
Juno memandangi Alea dengan lembut, menunggu reaksinya setelah mendengar penjelasan dari Liora. Wanita itu masih tampak syok, matanya bergerak gelisah antara Juno dan Liora. Dia seolah belum sepenuhnya bisa percaya dengan apa yang baru saja dia dengar."Aku... kalian sepupu?" tanyanya pelan, seakan butuh konfirmasi kedua kali."Benar, sayang," jawab Liora sambil tertawa kecil. “Tapi tenang, aku tidak akan jadi penghalang. Aku justru senang akhirnya Juno bisa buka hati lagi. Aku adalah pendukung kalian!""Maafkan sepupuku ini, dia baru pertama kali jatuh cinta dan dia bodoh," ucap Liora yang seketika membuat Alea menatap Juno. Ternyata pria itu memang tidak berbohong, bahwa ini pertama kalinya dia jatuh cinta. Dan jatuh cinta pun, padanya. "Lalu, aku sudah menikah." Liora melirik ke arah pria yang sedang berdiri di sampingnya dan dia gandeng tangannya. Dia menunjukkan kepada Alea, kalau dia sudah ada yang punya.Juno mengangguk. "Aku tidak ingin ada kesalahpahaman lagi di antara kita,
Juno membawa Alea ke sebuah tempat yang tak jauh dari vila, sebuah bukit kecil dengan pemandangan indah yang berkelap-kelip di kejauhan. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma tanah dan rumput yang baru saja tersiram embun. Di sana, sebuah tenda kecil telah berdiri dengan rapi, lengkap dengan alas duduk, selimut, dan lampu-lampu kecil yang menggantung di sekitar pohon. Suasana begitu romantis, seperti adegan dalam film."Wow..." Alea terkesima. "Om, ini semua... kamu yang siapkan?"Juno hanya tersenyum, matanya menatap lembut ke arah Alea yang terlihat semakin cantik di bawah cahaya lampu redup. "Buat kamu, kenapa enggak?"Jantung Alea berdegup kencang, bulu romanya berdiri seketika. Ada sesuatu dalam tatapan pria itu yang membuatnya gugup. Tapi sebelum dia sempat berkata apapun, Juno membuka suara."Malam ini... cuma kita berdua di sini. Di bawah bintang-bintang. Romantis, ya?"Alea langsung memalingkan wajah, menutupi pipinya yang mulai memerah. "Om, jangan mulai deh mesumnya."
"Eungh." Dari bibir si cantik, terdengar suara lenguhan. Bersamaan dengan itu, dia mulai membuka matanya. Namun, dia tidak bisa langsung beranjak bangun kala dia merasakan tangan yang melingkar ditubuhnya. Alea menoleh ke belakang dan akhirnya dia melihat sosok tampan yang juga baru membuka mata."Morning beauty." Bibir tebal pria itu tersenyum lembut, kala menatap keindahan pagi hari, ketika dia membuka mata. Dia bahkan tidak mau melepaskan pelukannya pada si cantiknya.Jantung Alea tidak nyaman, ketika dia melihat senyuman Juno yang lembut dan wajahnya yang tampan. Dia jadi berpikir, 'Oh, benar kata orang-orang di kantor, kalau Juno memang tampan. Wajahnya yang kebarat baratan ini, seperti patung Yunani'"Pa-pagi Om.""Jangan panggil Om, sayang. Call me honey, atau kamu boleh panggil namaku."Kedua mata Alea melotot mendengarnya. "What?""Kenapa? Kamu nggak mau?" tanya Juno seraya menatap wajah cantik Alea dan tangannya mengusap pipi lembut wanita itu. "Panggil Mas juga boleh.""Apa
Mona, wanita itu, alias wakil ketua tim perencanaan yang selalu julid pada Alea, langsung terdiam saat melihat mata Liora yang mengancam tertuju kepadanya. Pertanyaan Liora yang dingin, membuatnya membeku. Aura Liora, hampir sama seperti Juno, ketika sedang marah."Hey! Aku sedang bicara padamu. Siapa yang kamu panggil murahan itu?" sentak Liora yang membuat Mona terkejut. Mona hanya diam saja dan itu membuat Liora geram."Hey. Kamu tuli?""Saya tidak mengatakannya untuk anda, Bu." Mona menjawan sambil menundukkan kepalanya."Lantas kepada siapa kamu mengatakan murahan?" tanya Liora tajam. Wanita ini tidak akan berhenti sebelum mendapatkan jawaban yang dia inginkan dan jawaban yang jujur, tentunya. Walaupun dia suka peka, perkataan 'wanita murahan' itu tertuju pada siapa."I-itu..."Mona tidak berani mengatakannya, kalau dia berkata seperti itu kepada Alea. Karena dia tidak mengira kalau Liora akan membela Alea. Dia pikir, Liora akan ikut membully Alea, setelah tahu Alea wanita sepert
Mona membeku di tempat. Jantungnya berdentum keras, wajahnya pucat pasi. Dia tidak menyangka dorongan kecil yang dia lakukan membuat Alea terjatuh begitu keras. Tubuh Alea tergeletak di ujung tangga, darah merembes dari kepalanya. Semua terasa lambat, suara di sekeliling seakan hening."Ini semua gara-gara dia sendiri. Kenapa dia nyimpen video aku sama Pak Erik?" gumam Mona panik. Video yang ditunjukkan Alea tadi adalah video tidak senonohnya dengan Erik, ketua tim perencanaan dan juga sudah memiliki anak istri. Mona memiliki hubungan gelap dengan Erik."T-Tidak... aku tidak berniat—" gumam Mona tergagap. Matanya menatap ponsel Alea yang kini berada di tangannya. Panik, dia langsung berbalik dan hendak melarikan diri, berharap tidak ada yang melihat kejadian barusan.Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara teriakan lantang."MONA!!"Karin, yang baru saja kembali dari pantry, berdiri di ujung lorong, matanya membelalak melihat tubuh Alea di lantai dan Mona yang menggenggam ponse
"Apa yang terjadi? Kenapa Alea bisa masuk rumah sakit, Adrian?" Juno mencecar Adrian dengan pertanyaan yang penuh dengan rasa penasaran serta kekhawatiran. Saat mendengar Alea masuk rumah sakit. Dia belum mendengar bagaimana kronologi jelasnya. Apa yang terjadi dan bagaimana keadaan Alea sekarang?Dadanya terasa sakit, usai mendengar kabar kurang menyenangkan ini. Bahkan dia langsung meminta Adrian untuk membawanya ke rumah sakit saja. Padahal seharusnya dia berada di kantor saat ini."Saya juga belum tahu, Pak. Kepala keamanan belum sempat menjelaskan apa-apa. Tapi beliau mengatakan kalau bu Alea ada di rumah sakit bersama dengan dua rekan satu timnya." Hanya ini yang bisa dijelaskan oleh Adrian sekarang kepada Juno.Juno menghela napas berat, hatinya masih belum tenang karena dia belum bertemu dengan kekasihnya. Semoga saja, Alea baik-baik saja.***Sesampainya di depan rumah sakit, belum sempat mobil itu terparkir dengan benar. Juno langsung keluar dari mobil dengan terburu-buru. D
Ghea masih ngeri ketika dia teringat apa yang dilakukan oleh Juno padanya dan mamanya saat mereka mengganggu Alea. Mereka sudah bersumpah' tidak akan mengganggu Alea lagi. Tapi, hidup mereka yang suram, membuat Ghea kepikiran lagi untuk membalas Alea."Iya kan? Kamu juga mikirnya gitu. Udahlah, kita jangan ganggu si Alea. Kalau kita masih mau hidup," kata Maya mengingatkan."Tapi Ma, kita nggak bisa terus-terusan hidup susah kayak gini. Sedangkan si Alea, dia hidup senang. Seenggaknya kita punya tempat tinggal, lah! Nggak pindah-pindah kayak gini, Ma!" gerutu Ghea yang kesal, karena sekarang dia dan ibunya harus berpindah-pindah ke sana-kemari.Mamanya bahkan tidak punya pekerjaan, karena Juno memblokir dan menutup semua jalan untuk Maya dan Ghea."Biaya kuliahku juga gimana, Ma. Aku nggak mau putus kuliah di tengah jalan," kata Ghea lagi mengeluh.Maya memijat keningnya yang terasa pening. Dia berusaha memikirkan jalan keluar untuk permasalahan mereka. "Kita temui saja si Alea di rum
Sore itu, setelah menyelesaikan semua pekerjaannya. Juno mengendarai mobilnya seorang diri, karena Adrian sudah disuruhnya pulang sendiri. Dia tidak langsung pulang ke rumah, melainkan dia akan pergi dulu ke rumah kekasihnya. Namun, sebelum itu dia akan membelikan makanan untuk Alea dan Bi Mun.Dia mendatangi sebuah toko dimsum dan toko kue bernama cheese cuit. Katanya Alea menyukai itu. Dia tahu dari Karin, orang yang dekat dengan Alea di kantor. Juno pun berinisiatif membelikannya sendiri, padahal biasanya dia selalu menyuruh orang untuk membelikan apa yang dia inginkan. Tapi demi Alea, dia membelinya sendiri.Juno memarkirkan mobilnya di depan toko dimsum kecil yang cukup ramai. Ia melangkah masuk dan disambut aroma harum yang menggoda.“Selamat sore, mau pesan apa, Mas?” sapa tukang dimsum, seorang pria paruh baya dengan senyum ramah.“Sore. Saya mau dimsum ayam, udang, dan siomay spesial. Masing-masing dua porsi,” kata Juno sambil melihat daftar menu.“Siap, Kak. Untuk dimakan di
Martin berdiri membeku di depan pintu rumah Alea. Tatapannya penuh harap, tanpa ada perasaan gugup sedikitpun pada dirinya. Di tangannya, setangkai buket mawar ungu tampak mencolok. Hujan gerimis yang mulai turun membasahi rambut dan jasnya, tapi pria itu tidak bergeming."Aku cuma mau bicara, Alea... Tolong," katanya lirih, nyaris tak terdengar.Alea menatapnya tajam, tatapannya dingin dan menusuk. "Kamu pikir setelah semua yang kau lakukan, aku akan menerima kedatanganmu dengan senyum? Kamu tidak tahu malu, Martin." Martin mengangkat tangan, menunjukkan buket mawar ungu yang mulai basah. Dia tidak peduli dengan kata-kata Alea padanya. "Aku tahu aku salah. Sangat salah. Tapi aku datang ke sini untuk minta maaf, dan memohon satu kesempatan lagi... Aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Alea."Alea tertawa sinis. Tawanya getir, menyayat hati. “Lucu ya. Sekarang kamu baru ingat aku? Setelah kamu menghabiskan waktu berbulan-bulan dengan... sahabatku sendiri?” Nada suaranya meninggi, penuh keb
"Siapa yang nyuruh kalian datang kemari?" tanya Alea dengan kening berkerut dan alis terangkat ke atas. Dia menatap kedua wanita berbeda usia itu dengan sinis."Tidak ada yang menyuruh kami kemari kok. Kami datang atas keinginan kami sendiri," jawab Maya dengan santai."Iya Kak. Kami nungguin kakak semalaman. Kita nggak bisa masuk ke rumah, akhirnya kami nunggu di sini deh. Disini dingin Kak," ucap Ghea mengadu tentang keadaan mereka semalam di sini."Kalian ini benar-benar muka tembok," desis Alea kesal. "Pergi dari sini!" seru Alea seraya menunjuk ke arah pintu gerbang rumahnya.Tiba-tiba saja Ghea dan Maya berlutut di depan Alea dan membuat Alea juga Bi Mun terkejut. "Apa-apaan kalian?" suara Alea terdengar lantang dan keras. Namun, Ibu dan anak itu tidak peduli. Mereka tetap berlutut di hadapan Alea."Ini adalah satu-satunya cara agar kita bisa hidup dan memiliki tempat bernaung. Kamu harus melakukannya dengan benar, Ghe," bisik Maya pada putrinya."Iya Ma." Ghea menganggukkan kep
Hari mulai gelap. Lampu-lampu kota sudah menyala, terlihat dari jendela kamar rawat Alea di lantai tiga rumah sakit itu. Alea duduk bersandar di atas ranjang, memeluk bantal kecil berwarna biru muda. Pandangannya kosong menatap ke luar jendela.Entah kenapa, sejak tadi sore hatinya terasa gelisah. Dadanya seperti penuh, pikirannya melayang-layang pada satu nama: Juno. Dia merindukan pria itu, dan semakin malam, rasa rindunya makin terasa menyesakkan.'Aneh… kenapa aku seperti ini?' batinnya gusar. Padahal dia masih kesal dengan pria itu karena tindakan berlebihan yang sempat membuat suasana makin keruh. Tapi sekarang, dia malah ingin Juno datang. Dia ingin melihat tatapan tajam itu, mendengar suara beratnya, dan… merasakan kehadiran Juno yang selalu membuatnya merasa aman."Non, non kenapa dari tadi ngelamun aja?" tanya Bi Mun yang terheran-heran melihat Alea melamun."Aku kangen Om Juno," jawab Alea. Wanita itu langsung meralatnya. "Eh enggak. Bukan!""Ciye ... Non kangen sama Den Ju
Sementara itu, Juno berada di kantor polisi tempat Mona ditahan saat ini. Dia tidak langsung pergi ke kantor, melainkan pergi menyelesaikan masalah Mona dulu.Satu-satunya keluarga Mona ada di sana, seorang wanita paruh baya yang merupakan bibi Mona. Dia memohon kepada Juno untuk mencabut tuntutannya pada Mona dan beralasan kalau Mona tidak sengaja."Saya mohon Pak. Mohon maafkan keponakan saya. Dia sebenarnya tidak sengaja, Pak. Keponakan saya adalah wanita yang baik, dia juga tidak pernah membuat masalah dan selalu membantu saya. Tolong lah Pak, tolong belas kasihan dari bapak ..." lirih wanita paruh baya itu seraya mengatupkan kedua tangannya di depan Juno. Tatapannya tampak sendu, memohon dengan sangat dan tulus dari dalam hatinya.Namun, pria itu hanya menatap datar wanita paruh baya yang sedang memohon kepadanya itu. Dia merasa sedikit kasihan, tapi dia juga tidak bisa membiarkan Mona begitu saja."Mungkin bagi Ibu, dia anak yang baik. Tapi dia sudah mencelakai kekasih saya. Say
Ghea masih ngeri ketika dia teringat apa yang dilakukan oleh Juno padanya dan mamanya saat mereka mengganggu Alea. Mereka sudah bersumpah' tidak akan mengganggu Alea lagi. Tapi, hidup mereka yang suram, membuat Ghea kepikiran lagi untuk membalas Alea."Iya kan? Kamu juga mikirnya gitu. Udahlah, kita jangan ganggu si Alea. Kalau kita masih mau hidup," kata Maya mengingatkan."Tapi Ma, kita nggak bisa terus-terusan hidup susah kayak gini. Sedangkan si Alea, dia hidup senang. Seenggaknya kita punya tempat tinggal, lah! Nggak pindah-pindah kayak gini, Ma!" gerutu Ghea yang kesal, karena sekarang dia dan ibunya harus berpindah-pindah ke sana-kemari.Mamanya bahkan tidak punya pekerjaan, karena Juno memblokir dan menutup semua jalan untuk Maya dan Ghea."Biaya kuliahku juga gimana, Ma. Aku nggak mau putus kuliah di tengah jalan," kata Ghea lagi mengeluh.Maya memijat keningnya yang terasa pening. Dia berusaha memikirkan jalan keluar untuk permasalahan mereka. "Kita temui saja si Alea di rum
"Apa yang terjadi? Kenapa Alea bisa masuk rumah sakit, Adrian?" Juno mencecar Adrian dengan pertanyaan yang penuh dengan rasa penasaran serta kekhawatiran. Saat mendengar Alea masuk rumah sakit. Dia belum mendengar bagaimana kronologi jelasnya. Apa yang terjadi dan bagaimana keadaan Alea sekarang?Dadanya terasa sakit, usai mendengar kabar kurang menyenangkan ini. Bahkan dia langsung meminta Adrian untuk membawanya ke rumah sakit saja. Padahal seharusnya dia berada di kantor saat ini."Saya juga belum tahu, Pak. Kepala keamanan belum sempat menjelaskan apa-apa. Tapi beliau mengatakan kalau bu Alea ada di rumah sakit bersama dengan dua rekan satu timnya." Hanya ini yang bisa dijelaskan oleh Adrian sekarang kepada Juno.Juno menghela napas berat, hatinya masih belum tenang karena dia belum bertemu dengan kekasihnya. Semoga saja, Alea baik-baik saja.***Sesampainya di depan rumah sakit, belum sempat mobil itu terparkir dengan benar. Juno langsung keluar dari mobil dengan terburu-buru. D
Mona membeku di tempat. Jantungnya berdentum keras, wajahnya pucat pasi. Dia tidak menyangka dorongan kecil yang dia lakukan membuat Alea terjatuh begitu keras. Tubuh Alea tergeletak di ujung tangga, darah merembes dari kepalanya. Semua terasa lambat, suara di sekeliling seakan hening."Ini semua gara-gara dia sendiri. Kenapa dia nyimpen video aku sama Pak Erik?" gumam Mona panik. Video yang ditunjukkan Alea tadi adalah video tidak senonohnya dengan Erik, ketua tim perencanaan dan juga sudah memiliki anak istri. Mona memiliki hubungan gelap dengan Erik."T-Tidak... aku tidak berniat—" gumam Mona tergagap. Matanya menatap ponsel Alea yang kini berada di tangannya. Panik, dia langsung berbalik dan hendak melarikan diri, berharap tidak ada yang melihat kejadian barusan.Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara teriakan lantang."MONA!!"Karin, yang baru saja kembali dari pantry, berdiri di ujung lorong, matanya membelalak melihat tubuh Alea di lantai dan Mona yang menggenggam ponse
Mona, wanita itu, alias wakil ketua tim perencanaan yang selalu julid pada Alea, langsung terdiam saat melihat mata Liora yang mengancam tertuju kepadanya. Pertanyaan Liora yang dingin, membuatnya membeku. Aura Liora, hampir sama seperti Juno, ketika sedang marah."Hey! Aku sedang bicara padamu. Siapa yang kamu panggil murahan itu?" sentak Liora yang membuat Mona terkejut. Mona hanya diam saja dan itu membuat Liora geram."Hey. Kamu tuli?""Saya tidak mengatakannya untuk anda, Bu." Mona menjawan sambil menundukkan kepalanya."Lantas kepada siapa kamu mengatakan murahan?" tanya Liora tajam. Wanita ini tidak akan berhenti sebelum mendapatkan jawaban yang dia inginkan dan jawaban yang jujur, tentunya. Walaupun dia suka peka, perkataan 'wanita murahan' itu tertuju pada siapa."I-itu..."Mona tidak berani mengatakannya, kalau dia berkata seperti itu kepada Alea. Karena dia tidak mengira kalau Liora akan membela Alea. Dia pikir, Liora akan ikut membully Alea, setelah tahu Alea wanita sepert