Aku, Rania, saat itu benar-benar dikejutkan dengan banyak hal di sana. Mas Raka tampak frustasi dan Andien tampak sangat kesal dengan dirinya."Apa? Kamu sudah memberitahukan kepada Pak Subroto?" tanya Mas Raka dengan menatap wajah suamiku tak percaya."Aku sudah memberitahu semuanya kepadanya, tapi sepertinya dia tidak percaya dengan ucapanku. Namun, aku bisa memberikan sebuah bukti tentang kejahatanmu kepada dirinya, jika kau tidak mau sedikit pun memberikan kewajibanmu kepada perusahaanku, atas kerugian yang kau buat saat itu." Mas Attala tampak sedang menggertak dirinya dan mulai mengancam dirinya.Saat itu, perasaan panik melanda Mas Raka saat mendengar gertakan dan ancaman dari suamiku.Mas Raka bergegas menuju meja kerjanya, mengambil amplop coklat di laci meja. Di dalam amplop tersebut berisi uang yang telah disiapkan sebelumnya untuk membayar ganti rugi barang-barang yang ia curi dari perusahaan kami. "Ini adalah uang untuk mengganti rugi atas barang yang aku ambil dulu, u
Saat ini, aku, Raka, merasa seperti tersudut dalam sebuah interogasi yang dilakukan oleh istriku sendiri.Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku katakan kepadanya untuk meyakinkan bahwa tujuan pernikahanku tidak lain demi menguasai hartanya.Hati ini mulai berdebar dan pikiran bercabang mencari cara terbaik agar tidak menimbulkan kecurigaan."Katakan Mas! Kenapa kamu keluar dari perusahaan itu jika dendanya sebanyak itu?" tanya Andien dengan kesal, menatapku tajam. Aku mencoba merenungi, mencari alasan yang tepat untuk mengalihkan perhatiannya."Tentu saja aku tidak ingin bertemu dengan mantan istriku yang kapan saja bisa datang merayu diriku," jawabku dengan hati-hati sambil menatap wajah Andien yang sudah mulai tampak cemburu.Andien menatapku, mencari kejujuran dalam mataku."Benarkah? Tapi aku melihat dia tidak menyukai dirimu, Mas," ujarnya, masih menatapku penuh penilaian.Sejenak, aku merasa tertegun. Bagaimana bisa ia tahu? Aku menelan ludah, merasa sedikit terpojok.Da
Aku, Raka, benar-benar terkejut mendengar apa yang diutarakan istri mudaku, Andien.Dengan penuh keberanian, ia memintaku untuk memilih di antara dirinya dan juga Kalea, padahal kami baru saja berada dalam satu atap. "Apa aku harus memilih salah satu diantara kalian?" tanyaku dengan menatap wajah Andien yang tengah marah di depanku. "Iya, Mas. Kamu harus memilih salah satu diantara kami," jawab Andien dengan sorot mata yang tajam dan menyiratkan kekesalan.Aku menghela nafas, berusaha untuk merenung sejenak dan mencari solusi dalam menghadapi dilema yang menghampiriku, tentunya aku tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan ini, dalam pikiranku dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengisi pikiranku."Haruskah saat ini aku mengiyakan keinginan Andin? Menyetujui untuk mengakhiri pernikahan dengan Kalea dan mengarungi bahtera rumah tangga hanya dengan dirinya? Ataukah aku berpura-pura menceraikan Kalea, lalu membawanya pulang ke rumahku dulu? Aku tidak mau gegabah dalam mengambi
Aku, Kalea, benar-benar terkejut saat mendengar pengakuan Mas Raka. Dia mengatakan dirinya hanya berpura-pura ingin menceraikan diriku. Perasaanku campur aduk, antara marah, sedih, dan tak mengerti. Aku langsung menatap wajahnya, mataku berkaca-kaca dan suaraku tercekat. "Apa maksudmu, Mas? Pura-pura bercerai? Kamu sebenarnya ingin apa? Bercerai beneran dengan diriku?" tanyaku dengan nada penuh emosi.Mas Raka segera menghentikan mobilnya dan saat itulah dia terdiam, nampak ragu dan tak berani menatap wajahku.Hatiku berdebar kencang, pikiranku tak berhenti menggali tanya seraya menatap wajahnya yang terlihat tidak karuan."Kenapa kamu diam saja, Mas? Apa kamu benar-benar ingin melepasku?" tanyaku dengan tatapan penuh tuntutan.Mas Raka menghela nafas beratnya lalu tak lama kemudian dia menatap wajahku."Andien memintaku untuk menceraikan dirimu," ungkap Mas Raka terbata-bata, membuat keadaanku semakin tak menentu."Apa? Andien memintamu untuk menceraikan diriku? Maksudmu, kamu menu
Aku Kalea, saat itu sedang menanyakan sesuatu kepada Mas Raka. "Kenapa kau masih mempertahankan diriku jika kau menganggap aku tak berguna? Bukankah lebih baik jika Mas Raka benar-benar menceraikan diriku saja?" Tanyaku yang ingin berontak. Mas Raka terdiam dan kulihat wajahnya sudah terlihat pucat pasi. Mungkinkah dia tidak mau melepaskan diriku karena dia takut dengan ancamanku saat itu? Membuat laporan kepada polisi atas tindakan apa yang dia lakukan kepadaku. Aku merasa perasaanku campur aduk, marah lbercampur dengan kecewa yang menggebu-gebu. Dalam hati, aku penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di dalam pikiran Mas Raka. "Kenapa kamu diam saja, Mas? Apa kamu tidak ingin melepaskan diriku karena kamu takut aku akan membawamu ke jeruji besi agar kamu bisa mempertanggungjawabkan perbuatanmu kepadaku?" tanyaku dengan tatapan penuh menelisik, mencoba mencari kebenaran yang tersembunyi di balik ekspresi wajah Mas Raka. Tiba-tiba, Mas Raka menoleh ke arahku dan menatapku de
"Apa yang kalian semua lakukan di sini? Pernikahan? Kalian berdua menikah? Mas Raka itu suamiku, Kalea. Kau sahabatku. Kenapa kalian tega melakukan ini kepadaku?""Sah."Satu kata itu terdengar memekik telinga ketika diriku sudah berada diambang pintu rumahku di saat kepulanganku dari perantauan.Aku mendekat ke arah pasangan pengantin yang masih dengan tenang duduk di depan penghulu, tanpa menyadari kehadiran diriku yang sejak tadi menatap mereka.Tubuhku seketika lemas, saat melihat pasangan pengantin yang baru mengucapkan ijab qobul itu ternyata suami dan sahabat karibku sendiri."Mas Raka ...."Suaraku tercekat ditenggoroka, ketika aku melihat suami dan sahabatku memakai baju pengantin warna putih.Wajah Mas Raka seketika terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ada di sana, di hari pernikahannya dengan Kalea."Rania, kamu sudah pulang?" Lelaki itu tampak sedang meraih tanganku, lalu aku pun menepiskan tangannya dengan kasar."Pertanyaanmu tidak penting, Mas. Sekarang jelaskan
Aku terdiam, lidahku mulai kelu, seakan tak mampu mengeluarkan kata apapun saat mendengar pertanyaan suamiku yang lebih memilih wanita itu dari pada aku.Perasaan marah dan kecewa sudah menyatu dalam benakku.Dalam hatiku, pertanyaan-pertanyaan pun mulai meluncur, kenapa suamiku bisa setega ini kepada diriku, menikahi Kalea yang tak lain adalah sahabatku, begitu pun sebaliknya, saat ini banyak pertanyaan dalam pikiranku tentang Kalea, mengapa dia bisa setega ini merebut suamiku, setelah aku menolong dirinya dari keterpurukan saat diceraikan oleh suaminya."Kenapa kamu lakukan ini kepadaku, Mas? Apa salahku? Bukankah aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga kita?"tanyaku, menatap nanar wajah suamiku.Selama lima tahun, aku rela bekerja keras hingga berada di luar negeri, semuanya demi membangun kehidupan kami berdua lebih baik.Akan tetapi, saat aku memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan kembali ke pelukan suaminya, yang ada hanyalah sahabatku yang kini berubah sta
Setelah menyaksikan rumah itu telah hancur luluh lantak di atas tanah, aku tersenyum puas di dalam hati."Akhirnya, balas dendamku terlunasi, dengan cara ini, aku sudah meminta hak atas rumah yang aku bangun dari keringatku," gumamku pelan.Tampak mereka mulai mengumpati dan mengusirku. Aku tak peduli, karena yang penting bagi ku adalah kebahagiaan ibuku. Dengan langkah tegap, aku meninggalkan tempat itu menuju ke rumah ibuku yang berada di kota lain, tak jauh dari rumah ibu mertuaku.Sementara itu, Ibu mertuaku tampak pingsan saat melihat rumah yang ku bangun sudah luluh lantak karena buldozer yang menghancurkannya.Sebuah penyesalan terbersit di benakku. Namun terlalu larut untuk merasa bersalah, ketika melihat Mas Raka akan menempati rumah itu bersama dengan istri barunya yang tak lain adalah sahabatku sendiri.Saat aku hendak pergi meninggalkan tempat tersebut, tampak Mas Raka menghalangi langkahku, menatapku dengan marah dan mulai menuntut diriku."Kau harus ganti rugi! Ini adala