Aku melihat Kalea tampak sedang menghampiri Mas Raka dan calon istrinya, menatap keduanya dengan api kemarahan secara bergantian. Kuamati calon istri Mas Raka itu, seperti ada sifat angkuh yang terpancar dari dirinya dan tatapan sinisnya ke arah Kalea saat itu. Kalea mencoba untuk tegar, dengan suara lirih ia berkata, "Selamat untukmu, Mas. Aku berharap kehidupan rumah tangga kalian akan berjalan dengan baik seperti yang kalian bayangkan." Rasa sakit di hatinya hampir saja menyembulkan air mata, tapi ia berhasil menahannya. Raka hanya terdiam, seperti tidak tahu harus berkata apa. Tangannya terulur saat istrinya ingin menyentuhnya."Terima kasih sudah memberikan ucapan selamat untuk kami, Mbak. Aku berharap Mbak juga bahagia menerima hubungan kami, karena kebahagiaan Mas Raka, hanya ada padaku," sahut Andin dengan tersenyum miring ke arah Kalea. Mendengar itu, seketika Kalea langsung mengarahkan pandangannya ke arah wajah Andin, emosinya sudah tak bisa dibendung lagi."Hanya wanit
Hari H pernikahan Mas RakaHari ini adalah hari pernikahan Mas Raka, semuanya sudah dipersiapkan secara sederhana, resepsi akan dilakukan tiga bulan lagi secara meriah di sebuah gedung hotel.Aku, Kalea, menyaksikan suamiku sudah rapi memakai stelan jas pengantin putih untuk acara ijab qobulnya.Sementara aku memakai pakaian hitam sebagai tanda aku berkabung dalam pernikahanku saat ini.Ibu mertuaku saat itu tidak setuju jika aku memakai gaun hitam untuk menghadiri pernikahan suamiku dengan maduku.Padahal, jauh hari, Andin sudah memberikan diriku sebuah gaun mewah berwarna putih yang akan aku gunakan untuk menghadiri ijab qobul suamiku dengannya. Namun, aku enggan untuk memakainya."Kamu itu kenapa pakai gaun hitam? Kamu pikir kamu sedang berkabung?" oceh Ibu mertuaku dengan menatap tajam ke arahku.Aku hanya terdiam dan mengacuhkan ocehan dari ibu mertuaku saat itu."Sudah benar-benar dibelikan gaun mahal-mahal oleh calon madumu, kamu malah memakai gaun ini,mau kamu itu apa, Kalea?
Aku, Kalea, tak sanggup menahan perasaan terpukul saat melihat betapa ibu mertuaku berhasil menguasai suamiku. Sebelumnya tak pernah kulihat Mas Raka sepenuhnya patuh kepada ibunya. Situasi ini akhirnya membuatku terpaksa duduk di depan bersama sopir, sementara Mas Raka dan ibu mertuaku duduk di belakang bersama. Begitu tampaknya kebahagiaan keduanya menyambut pernikahan ini, seolah penderitaanku tak berarti apa-apa bagi mereka. Aku merasakan amarah menyala-nyala di hati, begitu besar keinginanku untuk membalas perlakuan ini kelak. "Bagaimana kalian bisa dengan begitu gembira di atas penderitaan yang kualami? Aku akan membalas perbuatan kalian suatu harus nanti" bisikku dalam hati, sementara kedua tanganku berkobar-kobar, dipenuhi kebencian yang menyelimuti tubuh ini. Tak urung, wajah-wajah bahagia itu tetap menghantui benakku. Beberapa menit kemudian, akhirnya kami tiba di rumah wanita yang akan menjadi maduku. Begitu terkejutnya aku ketika menyaksikan rumah itu—sangat besar, s
Aku tak tahu apa sebenarnya maksud di balik dukungan yang diberikan Rania kepadaku saat ini. Namun, dalam hati, aku sempat berpikir apakah mungkin Rania ingin aku benar-benar berpisah dari Mas Raka, dan pada akhirnya aku akan menjalani hidup sebatang kara. "Siapa laki-laki yang mau menerima wanita yang dianggap tak berguna seperti diriku? Aku tidak akan bisa memberikan sebuah keturunan untuk suamiku nantinya, hanya Mas Raka yang saat ini mau menerima diriku menjadi istrinya, meskipun saat ini dia menikah lagi dengan wanita lain," keluhku dalam hati. Kusadari pikiranku mulai kacau, mencoba mencari solusi untuk dilema yang ku rasakan. Namun, aku enggan untuk menanggapi ucapan Rania secara langsung. Aku hanya merasa membutuhkan dukungan dari seseorang agar dapat kembali bangkit. "Terima kasih atas semangat yang kau berikan, Rania. Tapi, jangan harap aku akan rela melepaskan Mas Raka begitu saja. Aku akan bertarung untuk merebut kembali hatinya dari wanita tak tahu malu itu!" tegas ku
Aku tidak menyangka bahwa suatu hari ibu mertua akan mengatakan padaku, "Kau hanya benalu, tak ubahnya beban bagi kami. Mulai besok, kau harus bekerja! Jangan pernah kamu meminta uang belanja kepada Raka! Mulia sekarang, uang belanjamu aku yang atur!" Seketika perasaanku hancur, betapa tidak, ibu mertua yang dahulu menyambutku dengan hangat, kini memandangku seolah aku ini makhluk terhina. Aku mulai merenungi, apa yang membuatnya berubah begitu drastis? Tidak mungkin hanya karena orang tuaku kehilangan harta dan tidak mampu lagi memberikan bantuan finansial seperti sebelumnya, bukan? Sejujurnya, aku sengaja merahasiakan kondisi keterpurukan ekonomi orang tuaku dari Mas Raka dan ibu mertua. Aku takut mereka akan menghina keluargaku yang telah kehilangan segalanya. Namun, rupanya ibu mertua sudah mengetahui semua itu, dan sikapnya berubah seketika. Aku merasa begitu tertekan dengan situasi ini.Dalam hati, aku bergumam, "Apa memang salahku sudah seperti benalu? Haruskah aku mencari
Ibu mertuaku menatapku dengan marah yang memuncak, mata yang penuh dendam. Aku tahu dia tak terima dengan apa yang baru saja aku sampaikan. Namun, rasa sakitku tidak bisa kutahan, saat menerima perlakuan mereka kepadaku.Tetiba tangan ibu mertuaku terangkat tinggi, dan dia arahkan tangannya ke arah wajahku dengan kertasnya.Plaaaak!Aku merasa wajahku terasa panas seolah-olah sepasang tapak tangan mendekat seperti pedang.Tamparan itu mendarat di wajahku, menimbulkan rasa sakit dan panas yang membakar di pipiku. Hatiku seketika terasa sakit karena tersentuh telapak tangan yang tak kuharapkan itu. Terlintas di benakku, "Apakah aku layak menerima ini? Mengapa mereka sangat tega memperlakukan aku seperti ini? Tak adakah karma yang sudah usai aku terima selama ini?""Ibu menamparku?" tanyaku sambil menahan air mata yang mengancam akan tumpah.Harapanku sebentar tadi pupus sudah, bagai tembok kokoh yang retak dan akan roboh kapan saja. "Iya, aku menamparmu! Beraninya kau mengatakan itu
Aku, Raka, terkejut saat mendengar keinginan istri mudaku saat ini, dia menginginkan Kalea dijadikan pelayan di rumah ini.Aku merasa sangat keberatan dengan keinginan Andin tersebut. "Aku tahu dia pernah membuat Andin sangat kesal, tetapi apakah memperlakukannya seperti itu tidak terlalu kejam?" batinku dalam hati. Aku tidak setega itu untuk memperlakukan Kalea sebagai pembantuku, apalagi saat ini dia harus menerima keputusan yang menyakitkan ini. "Kenapa perasaanku begitu terbelah? Apakah karena aku sebenarnya masih mencintai Kalea?" tanyaku pada diri sendiri. Sungguh tak tega rasanya jika aku terlalu kejam menyiksa dirinya, aku pun kini mencoba untuk merayu dirinya."Sayang, sebaiknya jangan seperti itu, dia juga istriku dan saat ini aku sudah mengurungnya ke kamar pelayan, sudah cukup dia menderita saat ini," bujukku dengan nada merayu. Andin menatap tajam ke arahku seolah dia tidak setuju dengan apa yang aku katakan saat itu. "Apa maksudmu, Mas? Kamu tidak setuju dengan usu
Entah mengapa, perasaan tak enak mulai menguasai pikiranku saat melihat wanita itu seperti sedang merayu suamiku. "Siapa sebenarnya wanita itu? Apa yang sedang dia lakukan dengan Mas Attala? Mungkinkah mereka sudah mengenal satu sama lain lebih dari yang kubayangkan?" bisik hatiku gelisah.Aku pun mencoba untuk tetap tenang, sembari mengawasi mereka dari kejauhan. Mas Attala tampak serius dengan pekerjaannya, seolah-olah wanita itu tidak ada di sisi itu. Sementara itu, wanita itu malah semakin berani dengan meletakkan telapak tangannya di paha suamiku. Rasa cemburu yang mendalam terasa menggigit relung hatiku, seakan tak bisa diredakan. "Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menghampiri mereka dan menegur Mas Attala? Atau biarkan saja demi tak mengganggu pekerjaan mereka saat ini?" rasa bimbang mulai menghantui pikiranku. Namun, satu hal yang pasti, aku harus menemukan kebenaran di balik perasaan cemburuku ini, demi kebahagiaan dan ketentraman pernikahan kami.Beberapa saat kem
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Aku terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku, seolah apa yang dikatakannya itu adalah sebuah pesan terakhir untuk diriku. "Mama, jangan bicara aneh-aneh. Mama pasti akan sembuh setelah ini," ucapku, mencoba menguatkan mamaku yang tampak lemah.Mama menatapku dengan sorot mata yang berkaca-kaca, dan tangisan tak mampu lagi ditahannya. Ia bahkan meminta maaf kepadaku, membuat hatiku sangat terharu dan sedih. Aku pun larut dalam suasana kesedihan ketika mamaku mengatakan itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Mama, Raka. Mama sudah membuat keluargamu hancur, dan kini kamu telah kehilangan semuanya. Mungkin ini balasan yang seharusnya Mama terima," ujar mamaku dengan isak tangis yang membuatku seketika larut dalam tangisan."Tidak, Ma. Jangan bicara begitu lagi. Raka juga bersalah dalam hal ini, semuanya karena Raka yang terlalu egois dan terlalu mengejar dunia hingga Raka menjadi orang tampak," ungkapku, tak mampu menahan air mata. Aku mencium punggung ibuku, mencoba untu
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang Arif katakan kepadaku. Saat ini, ekonomi benar-benar menurun drastis dan tawaran Arif terasa sangat aku butuhkan saat-saat seperti ini."Apakah dia mau membantuku? Tapi, bagaimana kalau Rania menolak membantu?" gumamku penuh kekhawatiran.Arif tampak tahu apa yang ada di benakku, dia tahu jika saat ini aku ragu akan Rania dan Attala mau membantuku.Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi antara diriku, Kalea dan Rania di masa lalu."Aku sedikit ragu jika dia akan membantuku setelah apa yang aku lakukan di masa lalu. Kesalahan yang aku lakukan benar-benar sangat fatal, hingga aku membuat dirinya benar-benar kubuat sangat menderita. Entah mengapa aku tidak yakin jika dia mau membantu diriku saat ini," ungkapku penuh penyesalan.Arif menatap simpati kepadaku, dia berusaha untuk meyakinkan diriku saat ini, meskipun aku masih ragu jika Rania dan Attala mau memberikan bantuannya kepadaku."Jangan berpikiran buruk soal Rania dan Pak Attala. Mereka orang
Aku merasa terkejut sekaligus bingung saat mendengar tawaran yang diberikan Arif. Sebenarnya, dalam diriku ingin menolak tawaran tersebut. Namun, situasi yang sedang aku alami saat ini membuatku merasa tidak punya pilihan lain. "Benarkah ini satu-satunya jalan untuk keluar dari kondisi ini? Aku harus menerima tawaran Arif untuk bekerja menjadi sopir kantor Attala, suami Rania? Apa yang mereka pikirkan setelah tahu aku mau melamar bekerja di sana? Apakah mereka akan mentertawakan nasibku?" batinku sedih sekaligus bingung menentukan pilihanku. Tapi aku berpikir kembali, sudah seminggu ini aku lelah menjadi tukang parkir yang harus selalu bersaing dengan preman-preman untuk mendapatkan lahan. "Jika aku tidak menerima tawaran ini, aku akan menjadi tukang parkir dengan penghasilan tak menentu dan aku akan mengecewakan ibuku," pikirku lagi penuh kebimbangan.Akhirnya, dengan perasaan berat, aku menerima tawaran Arif. "Baiklah, aku mau, kapan aku bisa bekerja?" tanyaku dengan tatapan ma
Aku merasa bingung saat melihat ibuku yang tampak sangat gugup ketika aku memintanya untuk meminta maaf kepada Kalea. "Mama belum siap, Raka. Mama takut jika dia tidak akan memaafkan Mama," ujar mamaku sambil menatap wajahku bingung.Aku pun berusaha untuk mengerti perasaan ibuku, tapi aku tak bisa menahan rasa ingin tahu, apa yang sebenarnya membuatnya begitu takut. "Apa yang membuat Mama takut? Apakah ini karena dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan?" gumamku dalam hati. Mungkin aku memang harus memberikan waktu untuk ibuku meminta maaf kepada Kalea. Akhirnya, setelah kami berbicara cukup lama, aku putuskan untuk mencari kos yang murah di dekat sini. Namun, sayangnya kos yang ada di depan rumahku harganya cukup mahal. Seolah tak ada pilihan lain, aku terpaksa mencari kos di dekat rumah yang sekarang sudah kujual kepada Arif. Saat kami tiba di depan tempat kos tersebut, beberapa tetangga yang mengenal kami tampak terkejut melihat kami di sana.Mereka sepertinya sedang
Aku mencoba menenangkan perasaanku ketika melihat ibuku sudah mulai gugup dan terlihat dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah saat ini ibuku mulai cemas saat Nadia mengatakan itu kepada ibuku?Apakah ibuku saat ini mulai merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan kepada Nadia? Aku benar-benar sangat malu dan menyesal ketika tahu ibuku sendiri yang tega melakukan itu kepada Nadia.Demi memisahkan diriku dengan Nadia, dia rela berbuat fitnah dan membuatku percaya dengan apa yang dia katakan.Nadia tampak menatap penuh amarah, ketika dia baru saja mengatakan sesuatu yang membuat ibuku menjadi sangat gugup. Hatiku semakin percaya jika selama ini ibu yang berperan dalam penderitaan Nadia.Apakah benar ibuku telah membuat Nadia merasa seolah-olah kehilangan rahimnya karena bekerja sama dengan Andien waktu itu?Ketika kesadaran itu menerjang benakku, rasa menyesal pun menyusul, membuatku ingin segera meminta maaf kepada Nadia. "Nadia," kataku dengan suara serak,"Sebenarnya aku i
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d