Entah mengapa, perasaan tak enak mulai menguasai pikiranku saat melihat wanita itu seperti sedang merayu suamiku. "Siapa sebenarnya wanita itu? Apa yang sedang dia lakukan dengan Mas Attala? Mungkinkah mereka sudah mengenal satu sama lain lebih dari yang kubayangkan?" bisik hatiku gelisah.Aku pun mencoba untuk tetap tenang, sembari mengawasi mereka dari kejauhan. Mas Attala tampak serius dengan pekerjaannya, seolah-olah wanita itu tidak ada di sisi itu. Sementara itu, wanita itu malah semakin berani dengan meletakkan telapak tangannya di paha suamiku. Rasa cemburu yang mendalam terasa menggigit relung hatiku, seakan tak bisa diredakan. "Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menghampiri mereka dan menegur Mas Attala? Atau biarkan saja demi tak mengganggu pekerjaan mereka saat ini?" rasa bimbang mulai menghantui pikiranku. Namun, satu hal yang pasti, aku harus menemukan kebenaran di balik perasaan cemburuku ini, demi kebahagiaan dan ketentraman pernikahan kami.Beberapa saat kem
Aku, Attala, merasa marah dan seketika aliran darahku mulai mendidih, ketika Anita dengan tiba-tiba menyahut dalam pembicaraan kami dan dengan santainya memperkenalkan dirinya sebagai mantanku di depan Rania. "Apa ini, sebuah rencana atau kebetulan saja dia ada di sini?" gumamku dalam hati. Rania pun terlihat sangat terkejut, matanya membulat tajam menatap Anita yang saat ini terlihat santai memperkenalkan dirinya sebagai mantanku."Apa? Mbak, mantan Mas Attala?" tanyanya dengan nada mulai emosi. "Iya, aku mantan Atta sejak kami kuliah dulu. Kami pacaran sudah cukup lama, tapi akhirnya aku memutuskan untuk menikah dengan sahabatnya. Beruntung aku dipertemukan kembali dengan dirinya saat ini, setelah statusku sudah menjadi janda," ujar Anita dengan senyuman sinis, seperti memancing situasi menjadi semakin memanas. Kuucap dalam hati, "Dia benar-benar ingin menciptakan masalah. Bahkan sekarang dia masih bisa membuatku jengkel seperti dulu, apa maksudnya dia mengatakan itu kepada Rani
Aku, Attala, menelan ludah dengan susah payah saat mendengar ucapan Rania tentang kehadiran Anita yang juga berpengaruh buruk bagi hubungan pernikahan kami.Pikiran buruk mulai menghantui benakku, jika itu memang terjadi, mengingat Anita memang seperti sedang menginginkan hubunganku dengan Rania berakhir. "Apakah benar Mas, jika Mbak Anita ingin menghancurkan hubungan kita?" Rania mengulang pertanyaannya kembali.Aku yang tak ingin semua itu terjadi, harus mulai mengantisipasinya lebih dulu, aku yakinkan Rania jika Anita juga perlu diwaspadai sebagai orang yang menginginkan hubungan pernikahan kami hancur."Iya, termasuk dia yang ingin hubungan kita berakhir, Sayang," jawabku tegas, mencoba menenangkan hatiku sekaligus menguatkan diri Rania.Rania terkejut mendengar apa yang aku katakan, dia tampaknya belum pernah terpikirkan bahwa Anita akan sampai melakukan itu. "Apa? Jadi, mbak Anita juga berkeinginan untuk menghancurkan rumah tangga kita?" tanya Rania dengan wajah yang semakin c
Aku, Attala, menelan ludah dengan susah payah saat mendengar ucapan Rania tentang kehadiran Anita yang juga berpengaruh buruk bagi hubungan pernikahan kami.Pikiran buruk mulai menghantui benakku, jika itu memang terjadi, mengingat Anita memang seperti sedang menginginkan hubunganku dengan Rania berakhir. "Apakah benar Mas, jika Mbak Anita ingin menghancurkan hubungan kita?" Rania mengulang pertanyaannya kembali.Aku yang tak ingin semua itu terjadi, harus mulai mengantisipasinya lebih dulu, aku yakinkan Rania jika Anita juga perlu diwaspadai sebagai orang yang menginginkan hubungan pernikahan kami hancur."Iya, termasuk dia yang ingin hubungan kita berakhir, Sayang," jawabku tegas, mencoba menenangkan hatiku sekaligus menguatkan diri Rania.Rania terkejut mendengar apa yang aku katakan, dia tampaknya belum pernah terpikirkan bahwa Anita akan sampai melakukan itu. "Apa? Jadi, mbak Anita juga berkeinginan untuk menghancurkan rumah tangga kita?" tanya Rania dengan wajah yang semakin c
Satu Minggu Kemudian.Aku, Rania. Saat ini entah mengapa aku merasakan kepalaku sedikit pusing dan perutku mulai merasakan mual-mual.Huwek HuwekHuwekAku mengeluarkan isi yang ada di dalam perut ku.Entah mengapa, tiba-tiba aku merasa mual sejak mencium aroma masakan Bu Ima tadi pagi. "Apakah aku kelelahan atau ada sesuatu yang salah dengan perutku?" pikirku bingung, sementara membatalkan niat untuk menyantap hidangan di meja. Sedangkan Mas Attala yang sudah rapi, menghampiriku sesaat setelah melihatku keluar dari kamar mandi belakang dengan wajah pucat. "Rania, kamu kenapa? Wajahmu terlihat sangat pucat, apa kamu sakit?" tanya Mas Attala mulai cemas dan mengusap wajahku yang diberondong oleh anak rambut yang menutupi wajahku.Aku menatap wajah cemas Mas Attala dan mencoba menjawab dengan jujur, "Aku tidak tahu, Mas. Tapi tadi pagi saat mencium aroma masakan Bu Ima, aku langsung merasa mual, mungkin aku masuk angin saja." Mas Attala terlihat bingung, seolah-olah mencari jawaban
Mendengar apa yang dikatakan oleh dokter saat ini, tentu membuatku bahagia, aku ingin memberikan sebuah kejutan untuk suamiku, Mas Attala, jika saat ini aku sedang hamil dan mengandung anaknya. Aku tidak akan pernah membayangkan bagaimana bahagianya dia akan mendengar semua ini."Aku akan ke kantornya sekarang, aku akan memberikan sebuah kejutan untuk Mas Attala di sana," gumamku dalam hati .Setelah menerima resep vitamin dari dokter, aku segera bergegas meninggalkan klinik tersebut.Dalam perjalanan, aku memutuskan untuk singgah ke sebuah mini market, hendak membeli cemilan dan minuman yang akan kubawa ke kantor Mas Attala. Aku tidak bisa memungkiri rasa cemas yang muncul, berharap kejutan yang aku berikan kepada Mas Atas Attala nantinya, dapat membangkitkan semangatnya yang tengah surut dan juga membuat dirinya tidak khawatir jika aku ternyata bisa hamil dan bisa membuktikan bahwa saat ini aku bisa memberikan keturunan untuk dirinya.Saat aku melangkah masuk ke mini market itu,
Aku terkejut mendengar perkataan Kalea yang penuh penyesalan, terasa seolah hatinya sedang terluka dan menyesali segala yang pernah ia lakukan padaku.Dalam hati, aku merasa kesal sekaligus penasaran, apa sebenarnya yang membuatnya berubah menjadi seperti ini? "Kau masih berpikir jika aku sangat senang melihatmu seperti ini? Justru aku iba dan simpati kepadamu, Kalea," ujarku dengan perasaan yang campur aduk antara marah dan simpati. Aku ingin menunjukkan bahwa aku tidak sekejam yang mungkin ia pikirkan."Benarkah? Aku tidak yakin hal itu, kau pasti setidaknya masih memiliki perasaan sakit hati kepadaku, merebut suamimu dan menjadikanmu pelayan di rumahku. Aku bahkan meminta Mas Raka untuk meminta ganti rugi atas uang yang kau bangun dari peluh mu saat itu. Aku tahu, aku adalah wanita yang paling jahat, apa yang aku lakukan kepadamu, langsung diganjar tunai dengan perlakuan Mas Raka dan istrinya kepadaku saat ini, suamiku direbut oleh menantu pilihan mertuaku dan mereka kini menjadik
Mas Attala tampak terkejut saat aku mengatakan kecurigaanku kepadanya. "Rania, tenangkan dirimu, jangan biarkan emosi menguasai pikiranmu. Aku dan Anita hanya membahas masalah pekerjaan, kami tidak melakukan apa-apa yang tidak semestinya," ungkapnya dengan tegas."Benarkah? Tetapi sikapnya tampak jauh dari profesional, seolah-olah dia sedang merayumu, Mas, mana ada dia bersikap profesional, jika pakaiannya saja seperti itu, seolah memancing hawa nafsu lelaki," kataku, menatap wajah Anita dengan penuh curiga.Aku tahu bahwa Mas Attala bisa merasakan kegundahan hatiku, dan dia akhirnya mencoba untuk memberikan penjelasan kepadaku."Rania, aku mohon, jangan berpikiran buruk tentang diriku. Aku tidak tertarik pada Anita, meskipun dia berusaha untuk menarik perhatianku, hingga saat ini aku pun tidak tertarik dengan dirinya," ujar Mas Attala, berusaha menenangkan perasaanku. Aku mulai merasa agak lega, tapi tetap sulit untuk mengusir rasa cemburu ini sepenuhnya.Dengan perlahan, aku menari
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Aku terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku, seolah apa yang dikatakannya itu adalah sebuah pesan terakhir untuk diriku. "Mama, jangan bicara aneh-aneh. Mama pasti akan sembuh setelah ini," ucapku, mencoba menguatkan mamaku yang tampak lemah.Mama menatapku dengan sorot mata yang berkaca-kaca, dan tangisan tak mampu lagi ditahannya. Ia bahkan meminta maaf kepadaku, membuat hatiku sangat terharu dan sedih. Aku pun larut dalam suasana kesedihan ketika mamaku mengatakan itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Mama, Raka. Mama sudah membuat keluargamu hancur, dan kini kamu telah kehilangan semuanya. Mungkin ini balasan yang seharusnya Mama terima," ujar mamaku dengan isak tangis yang membuatku seketika larut dalam tangisan."Tidak, Ma. Jangan bicara begitu lagi. Raka juga bersalah dalam hal ini, semuanya karena Raka yang terlalu egois dan terlalu mengejar dunia hingga Raka menjadi orang tampak," ungkapku, tak mampu menahan air mata. Aku mencium punggung ibuku, mencoba untu
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang Arif katakan kepadaku. Saat ini, ekonomi benar-benar menurun drastis dan tawaran Arif terasa sangat aku butuhkan saat-saat seperti ini."Apakah dia mau membantuku? Tapi, bagaimana kalau Rania menolak membantu?" gumamku penuh kekhawatiran.Arif tampak tahu apa yang ada di benakku, dia tahu jika saat ini aku ragu akan Rania dan Attala mau membantuku.Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi antara diriku, Kalea dan Rania di masa lalu."Aku sedikit ragu jika dia akan membantuku setelah apa yang aku lakukan di masa lalu. Kesalahan yang aku lakukan benar-benar sangat fatal, hingga aku membuat dirinya benar-benar kubuat sangat menderita. Entah mengapa aku tidak yakin jika dia mau membantu diriku saat ini," ungkapku penuh penyesalan.Arif menatap simpati kepadaku, dia berusaha untuk meyakinkan diriku saat ini, meskipun aku masih ragu jika Rania dan Attala mau memberikan bantuannya kepadaku."Jangan berpikiran buruk soal Rania dan Pak Attala. Mereka orang
Aku merasa terkejut sekaligus bingung saat mendengar tawaran yang diberikan Arif. Sebenarnya, dalam diriku ingin menolak tawaran tersebut. Namun, situasi yang sedang aku alami saat ini membuatku merasa tidak punya pilihan lain. "Benarkah ini satu-satunya jalan untuk keluar dari kondisi ini? Aku harus menerima tawaran Arif untuk bekerja menjadi sopir kantor Attala, suami Rania? Apa yang mereka pikirkan setelah tahu aku mau melamar bekerja di sana? Apakah mereka akan mentertawakan nasibku?" batinku sedih sekaligus bingung menentukan pilihanku. Tapi aku berpikir kembali, sudah seminggu ini aku lelah menjadi tukang parkir yang harus selalu bersaing dengan preman-preman untuk mendapatkan lahan. "Jika aku tidak menerima tawaran ini, aku akan menjadi tukang parkir dengan penghasilan tak menentu dan aku akan mengecewakan ibuku," pikirku lagi penuh kebimbangan.Akhirnya, dengan perasaan berat, aku menerima tawaran Arif. "Baiklah, aku mau, kapan aku bisa bekerja?" tanyaku dengan tatapan ma
Aku merasa bingung saat melihat ibuku yang tampak sangat gugup ketika aku memintanya untuk meminta maaf kepada Kalea. "Mama belum siap, Raka. Mama takut jika dia tidak akan memaafkan Mama," ujar mamaku sambil menatap wajahku bingung.Aku pun berusaha untuk mengerti perasaan ibuku, tapi aku tak bisa menahan rasa ingin tahu, apa yang sebenarnya membuatnya begitu takut. "Apa yang membuat Mama takut? Apakah ini karena dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan?" gumamku dalam hati. Mungkin aku memang harus memberikan waktu untuk ibuku meminta maaf kepada Kalea. Akhirnya, setelah kami berbicara cukup lama, aku putuskan untuk mencari kos yang murah di dekat sini. Namun, sayangnya kos yang ada di depan rumahku harganya cukup mahal. Seolah tak ada pilihan lain, aku terpaksa mencari kos di dekat rumah yang sekarang sudah kujual kepada Arif. Saat kami tiba di depan tempat kos tersebut, beberapa tetangga yang mengenal kami tampak terkejut melihat kami di sana.Mereka sepertinya sedang
Aku mencoba menenangkan perasaanku ketika melihat ibuku sudah mulai gugup dan terlihat dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah saat ini ibuku mulai cemas saat Nadia mengatakan itu kepada ibuku?Apakah ibuku saat ini mulai merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan kepada Nadia? Aku benar-benar sangat malu dan menyesal ketika tahu ibuku sendiri yang tega melakukan itu kepada Nadia.Demi memisahkan diriku dengan Nadia, dia rela berbuat fitnah dan membuatku percaya dengan apa yang dia katakan.Nadia tampak menatap penuh amarah, ketika dia baru saja mengatakan sesuatu yang membuat ibuku menjadi sangat gugup. Hatiku semakin percaya jika selama ini ibu yang berperan dalam penderitaan Nadia.Apakah benar ibuku telah membuat Nadia merasa seolah-olah kehilangan rahimnya karena bekerja sama dengan Andien waktu itu?Ketika kesadaran itu menerjang benakku, rasa menyesal pun menyusul, membuatku ingin segera meminta maaf kepada Nadia. "Nadia," kataku dengan suara serak,"Sebenarnya aku i
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d