Setelah membeli buah tangan, aku dan Mas Attala langsung menuju rumah Mas Raka untuk menjenguk Kalea. Sesampainya kami di sana, aku melihat beberapa orang yang keluar dari rumah tersebut. Aku berasumsi bahwa mereka baru saja selesai menjenguk Kalea. "Semoga Kalea segera pulih," gumamku dalam hati. Setelah para tamu berpamitan pulang, kini giliran kami untuk menjenguk Kalea. Dengan rasa gugup dan harap-harap cemas, kami berdiri di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba, Bu Mirna keluar dan menyambut kedatangan kami dengan wajah terkejut. "Apa yang sedang dipikirkan Bu Mirna?" batinku saat aku melihat Bu Mirna tak lepas pandangannya dari wajahku."Assalamualaikum, Bu. Apa Kalea ada di dalam? Kami datang ke sini mau menjenguk Kalea," ucapku sambil tersenyum untuk menyembunyikan rasa canggungku. Bu Mirna masih terbengong melihat kami, dan aku bisa merasakan kekagetannya. Setelah beberapa saat, dia pun berkata, "Ada, silahkan masuk." "Terimakasih, Bu. Ini buah tangan dari kami," ucapku de
Aku menarik nafas panjang, merasakan emosi yang bergolak dalam dadaku. Namun, aku berusaha untuk menahan air mata yang hendak jatuh. Mas Attala melihat keadaanku dan berusaha menenangkanku. "Kalea, percayalah, aku tak berniat merebut Mas Raka darimu. Aku sudah menikah, dan tinggal di sini bukan karena Mas Raka. Kami di sini karena tugas pekerjaan Mas Attala. Setelah selesai, kami akan kembali ke ibu kota," ungkapku mencoba menjelaskan kesalahpahaman ini. "Jadi, pekerjaan apa yang membuat kalian berlama-lama di sini?" ujar Kalea sinis. "Sungguh, kehadiranmu membuat Mas Raka berpikir untuk menceraikan diriku. Aku tak sanggup lagi dengan semua ini, Rania!" seru Kalea dengan menatap wajahku, marah.Aku merasa terpukul mendengar perkataannya. Namun, aku sadar bahwa aku tak bisa melarikan diri dari kenyataan ini, Mas Raka memang berupaya untuk mendekati diriku lagi, meskipun dia tau jika aku sudah menikah dengan Mas Attala."Kalea, percayalah, aku tak ingin melihat kehancuran hidupmu. Ak
Aku terkejut saat mendengar pernyataan dari Kalea, yang mengatakan jika Mas Raka ternyata penyebab dirinya kehilangan calon bayi yang dikandungnya dan juga kehilangan rahimnya. Tentu aku tak menyangka jika Mas Raka akan setega itu kepada Kalea, membiarkan Kalea kesakitan saat ia meminta pertolongan kepadanya.Mas Raka terlihat panik dan ketakutan, saat Kalea membongkar semua itu kepada kami. Dengan cepat dia menarik tubuh Kalea menjauhi kami.Samar aku mendengar Mas Raka berbicara kepada Kalea yang sedikit menjauhi kami."Apa-apaan kamu? Kenapa kau mengatakan hal ini kepada orang lain? Apa kau ingin aku berada di jeruji besi? Lalu aku akan meninggalkan dirimu?" Mas Raka mengatakan itu dengan sedikit bernada ancaman.Kulihat raut wajah Kalea yang sudah berubah ketakutan, entah apa yang dia pikirkan waktu itu."Lantas, kenapa kamu mengatakan itu kepada Rania? Apa kau juga berniat untuk meninggalkan aku, Mas? Katakan!" sungut Kalea dengan nada marahnya."Diam kamu! Aku tidak akan mening
Situasi sudah begitu memanas saat itu, sampai-sampai kami memutuskan untuk segera meninggalkan rumah itu. Aku merasa tak bisa lagi mencampuri perseteruan antara Bu Mirna, Mas Raka, dan Kalea, biarkan itu menjadi urusan mereka sendiri.Cukup sudah rasa sakit hati yang aku alami karena masalah rumah tangga mereka. Dalam kebimbangan, tiba-tiba Mas Attala tersenyum ke arahku, seolah memberikan dukungan dan meyakinkan bahwa aku harus mengikhlaskan masa lalu yang pahit itu."Rania kau sudah melihat sendiri apa yang terjadi dengan mereka bukan? Sebaiknya kamu melupakan semua yang mereka lakukan kepadamu waktu dulu, aku tahu ini sulit bagimu," ujarnya, dengan menatap wajahku penuh dukungan."Mereka memang berbuat buruk kepadamu, tapi apa yang terjadi sekarang, ini bukti bahwa kita tidak bisa merebut apa yang bukan milik kita tanpa menimbulkan bencana bagi diri sendiri. Belajarlah menerima dan berserah pada Allah, aku yakin semuanya akan lebih baik dari yang kita pikirkan." Kata-kata Mas Atta
Aku, Kalea, benar-benar merasa murka ketika mengetahui rencana ibu mertuaku yang menginginkan Mas Raka mencari istri kembali, terlebih di saat aku sedang mengalami keterpurukan. Tidak ada rasa simpati sama sekali, bukan dukungan yang diberikan, melainkan ide untuk menggantikan posisiku sebagai menantu dan seorang istri di keluarga ini. Tanpa pikir panjang, aku kejutkan mereka saat itu juga, aku menggebrak meja dengan keras, lalu menatap mereka satu persatu dengan tatapan penuh amarahku. Melihat wajah mereka yang gugup saat itu, bagai anak nakal yang tertangkap basah ketika melakukan kenakalan. "Kalea, kau ....!" Ibu mertuaku terbata-bata dan sangat gugup melihat diriku yang saat itu datang tiba-tiba dan mendengar percakapan mereka. Bagaimana tidak, di saat yang seharusnya mereka memberikan dukungan dan perhatian, justru aku menemukan sisi tergelap dari keluarga suamiku sendiri. "Iya, aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Sungguh aku tidak menyangka jika saat ini aku berada
Aku, Kalea, merasa sangat terpukul atas ucapan yang dilayangkan boleh ibu mertuaku kepadaku. Hatiku benar-benar sangat hancur, menerima kenyataan pahit yang terjadi dalam hidupku. Masihkah ada sisa kebahagiaan yang tertuai dari pernikahan ini? Andai aku bisa memutar balikkan waktu.***Aku, Rania, merasa sangat bahagia, setelah Mas Attala memberikan aku sebuah kejutan untukku.Setelah kami menjenguk Kalea, Mas Attala mengajakku pergi ke sebuah showroom mobil milik temannya.Sesampainya di sana, aku dan Mas Attala disambut oleh seorang pria yang umurnya sepantaran dengan Mas Attala.Aku merasa bingung, kenapa Mas Attala tiba-tiba mengajakku ke sini."Mas, kenapa kita ke sini?" tanyaku dengan menatap wajah suamiku yang tersenyum ke arahku."Memberikan dirimu kejutan," kata Mas Attala dengan merangkul pundakku.Aku bingung, kejutan apa yang dia maksud, mungkinkah dia akan membelikan aku sebuah mobil baru? Ah mana mungkin, untuk apa Mas Attala membelikan aku mobil, nyetir saja aku tidak
Aku meresapi setiap kata yang keluar dari mulut Mas Attala, "Bekerja secara profesional saja, kamu tidak perlu menyangkut pautkan antara masalah pekerjaan dan masalah pribadi, tunjukkan dirimu, bahwa kamu itu wanita cerdas dan bukan seperti yang dia pikirkan selama ini." Dia menyeruput kopinya dengan santai, seperti sedang memberi contoh bagaimana seharusnya menghadapi permasalahan hidup."Kamu bisa memberikan pelajaran hidup untuk mantan suami kamu, agar tidak meremehkan orang yang dipandang rendah olehnya. Namun, saat melakukan itu, jangan gunakan jabatanmu untuk kembali merendahkan orang yang sudah merendahkan dirimu," lanjut ucapan Mas Attala saat memberikan nasehat kepadaku. Dalam keheningan hati, aku mulai merenung. Apakah aku hanya ingin balas dendam dengan kesuksesanku nanti? Apakah yang dicontohkan Mas Attala lebih dari sekadar pelajaran tapi juga sebagai pengajaran? Aku bertanya pada diriku sendiri tentang nilai yang bisa aku ambil dari ucapannya. Sungguh bijak lelaki yan
Kejutan besar itu, membuat kedua mata Mas Raka langsung terbelalak, ia tampak tak bisa berkata-kata lagi, saat mengetahui Mas Attala adalah bosnya.Mas Attala tersenyum dan dia merangkul tubuhku dengan mesra, wajah Mas Raka seketika memucat, saat ia melihat kami bersama.Dia tidak menyangka jika bos yang dia kenal dengan bos Attar adalah suamiku."Kenapa Raka? Kau sepertinya terkejut melihat ini?" Mas Attala tampak santai saat melihat Mas Raka saat ini sedang gugup dan shich setelah mengetahui dirinya adalah bosnya.Mas Raka hanya terdiam seribu bahasa, wajahnya tampak pucat pasi dan tak sedikit pun dia berani menatap wajah Mas Attala yang saat ini berada di depannya.Mas Attala yang mungkin tau jika situasi ini sedikit pribadi, membuatnya meminta Pak Amri untuk keluar dari sana."Pak Amri, tolong tinggalkan kami di sini," perintah Mas Attala dengan nada sopan."Baik, Pak, kalau begitu saya permisi dulu," pamit pak Amri kepada Mas Attala.Mas Attala menjawab dengan bahasa tubuhnya den