Aku benar-benar sangat terkejut saat melihat Kalea tiba-tiba ke rumahku dan mengatakan keinginan Mas Raka ingin menceraikan dirinya.Haruskah aku tertawa di atas penderitaannya, setelah apa yang dia lakukan dulu kepadaku? Merebut suamiku di saat aku dan Mas Raka terpisah jauh.Rasa sakit hati yang kurasakan karena pengkhianatan yang dilakukan olehnya dan Mas Raka, sulit sekali dilupakan. Aku bukan wanita yang tak punya perasaan, melihat Kalea yang sedang hamil tua, rasanya tak tega melihat kehidupan pernikahannya dengan mantan suamiku terpuruk. Ditambah, dia yang tiba-tiba bersimpuh di kakiku, tanpa aku memintanya, frustasi dan menyesali apa yang sudah dilakukan kepadaku. "Aku minta maaf, Ran. Aku tahu, aku salah, Ran. Tapi, kau sudah menikah lagi dan memiliki lelaki yang lebih baik daripada Raka, 'kan? Bisakah kau memberikan kesempatan padaku untuk memperbaiki rumah tanggaku yang baru dibangun ini?" pinta Kalea dengan air mata yang berlinang membasahi pipinya. "Aku mohon, Rania,
Memulai kehidupan yang baru, sungguh bukanlah hal yang mudah untuk aku lakukan, terlebih aku harus tinggal dilingkungan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.Aku menyadari bahwa kini aku harus berubah dan beradaptasi dengan lingkungan baruku nantinya di apartemen, karena Mas Attala sudah memberikan aku waktu untuk beradaptasi menjadi sosok Rania yang baru.Sebelum berangkat, aku tidak lupa berpamitan pada ibuku dan meminta restunya untuk menjalani hidup bersama Mas Attala di apartemen yang ia miliki. "Terimakasih, Bu, sudah memberikan kami tempat selama kami di sini. Rania dan Mas Attala akan kangen tinggal di sini lagi," ucapku, merasakan haru dan sayang yang begitu dalam saat memeluk tubuh ibuku. Mas Attala tersenyum pada kami berdua dan membelai rambutku dengan lembut. "Kita bisa datang ke sini seminggu sekali, jika aku tidak sibuk, Ran. Lagipula kita masih dalam satu kota. Jangan terlalu dibuat sedih, Ran," ucap Mas Attala yang mencoba membuat hatiku tetap tenang. Aku meng
Aku, Kalea, merasakan sakit yang luar biasa, ketika Mas Raka dengan ketada mendorong tubuhku hingga terjatuh di lantai.Saat itu, aku berusaha memelas kepada Mas Raka untuk bisa menolong diriku. Namun, Mas Raka tidak mengindahkan diriku dia berlalu dariku, tanpa sedikit pun mau menolong diriku yang kesakitan, saat ada sesuatu yang merembes dari jalan lahirku.Perutku sangat sakit dan aku hanya bisa berharap ada seseorang yang melihat diriku saat itu.Ketika aku merasa panik yang luar biasa, pikiran-pikiran bergejolak muncul dalam benakku, mengingatkan aku pada kesalahan yang telah kulakukan. Aku merasakan kepedihan yang menderu, mencoba memahami bagaimana mungkin aku sampai di titik ini, di tengah rasa sakit dan ketidakberdayaan yang kurasakan. Hatiku menjerit, mengingat betapa banyak bantuan yang telah diberikan Rania padaku, tetapi aku bahkan tidak bisa berterima kasih dengan tulus, malah dengan sengaja mencuri hati suaminya dan merenggut kebahagianya. "Apakah semua ini adalah gan
Aku terkejut saat mendengar pertanyaan dari Mas Raka kala itu. Tubuhku seketika bergetar hebat dan perasaan tak percaya mulai menggelayut pikiranku. Bayi yang seharusnya lahir dalam beberapa Minggu ini, kini sudah pergi meninggalkan rahimku.Aku menangis sesenggukan dan kurasakan aliran darahku mendidih.Aku menatap wajah Mas Raka dengan pandangan tajam, seolah ingin menembus jiwanya. Dia lah orang yang bertanggung jawab dalam hal ini. Aku tak bisa melupakan saat dia mendorong tubuhku ke belakang hingga membuatku terjatuh dan terluka. Sungguh tak termaafkan perbuatannya itu, dia bahkan tega meninggalkan diriku yang saat itu meminta pertolongan dirinya. "Bagaimana mungkin ini terjadi? Aku tidak bisa menerima kenyataan ini, Mas Raka sudah membuat bayiku harus merenggut nyawanya, karena perbuatannya. Andai saja saat itu dia tidak mendorong tubuhku, semuanya akan baik-baik saja," batin ku mulai bergejolak menyalahkan Mas Raka dalam peristiwa ini.Aku merasa murka dan mengarahkan kesala
Aku, Kalea, melihat wajahBu Ratna tampak shock sekaligus terkejut saat aku katakan jika Mas Raka yang mencelakakan diriku dan kandunganku.Sekilas dia menatap putranya yang tertunduk dan ketakutan saat metanya mulai menghardik dirinya.Sementara diriku sejak tadi mengepalkan kedua tanganku erat, mencoba menahan gejolak amarahku yang kian meluap."Raka, katakan kepada Mama, apa benar yang dikatakan Kalea?" tanya Bu Mirna menatap tajam ke arah wajah Mas Raka yang semakin terdiam.Tak ada respon dari Mas Raka, membuat ibu mertuaku mulai murka dan mendekati Mas Raka, memangkup wajah Mas Raka, yang dia arahkan ke depan wajahnya."JAWAB, RAKA!" bentak Bu Mirna yang suaranya mengisi di penjuru ruangan."Maafkan aku, Ma ..., Raka benar-benar tidak sengaja melakukan itu kepadanya. Aku tidak berpikir jika akan seperti ini, Ma. Sungguh aku sangat menyesal," kata Mas Raka dengan tangisan penyesalan, seolah tengah mengiba kepadaku untuk mendapatkan simpatik ku.Aku menarik pandanganku ke arah lain
Setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk mengecek kondisi Kalea setelah mereka pulang ke rumah. Hari ini, aku mendapat kabar dari ibuku bahwa Kalea sudah pulang dan ibu telah menjenguknya bersama para tetangga. Ibuku menceritakan bahwa kehadirannya tidak mendapatkan respon yang baik dari Kalea dan Bu Mirna. Namun, ibuku tidak marah atau kesal, memahami bahwa perasaan tidak sukaaan mereka, mungkin disebabkan karena ibuku adalah orang tuaku. Aku merenung, mencoba mengatur strategi yang terbaik untuk menjenguk Kalea yang dirundung musibah, setelah mas Raka hendak menceraikan dirinya dan kini dia harus menelan pil pahit, jika ia harus kehilangan baginya, ketika dia mengalami pendarahan.Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi ke kantor suamiku dan meminta saran darinya.Aku tidak ingin mengambil keputusan seorang diri, mengingat aku sekarang adalah tanggung jawab suamiku. Aku merasa perlu untuk mendapatkan saran dari Mas Attala dalam situasi seperti ini. Dengan hati-hati, aku mend
Setelah membeli buah tangan, aku dan Mas Attala langsung menuju rumah Mas Raka untuk menjenguk Kalea. Sesampainya kami di sana, aku melihat beberapa orang yang keluar dari rumah tersebut. Aku berasumsi bahwa mereka baru saja selesai menjenguk Kalea. "Semoga Kalea segera pulih," gumamku dalam hati. Setelah para tamu berpamitan pulang, kini giliran kami untuk menjenguk Kalea. Dengan rasa gugup dan harap-harap cemas, kami berdiri di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba, Bu Mirna keluar dan menyambut kedatangan kami dengan wajah terkejut. "Apa yang sedang dipikirkan Bu Mirna?" batinku saat aku melihat Bu Mirna tak lepas pandangannya dari wajahku."Assalamualaikum, Bu. Apa Kalea ada di dalam? Kami datang ke sini mau menjenguk Kalea," ucapku sambil tersenyum untuk menyembunyikan rasa canggungku. Bu Mirna masih terbengong melihat kami, dan aku bisa merasakan kekagetannya. Setelah beberapa saat, dia pun berkata, "Ada, silahkan masuk." "Terimakasih, Bu. Ini buah tangan dari kami," ucapku de
Aku menarik nafas panjang, merasakan emosi yang bergolak dalam dadaku. Namun, aku berusaha untuk menahan air mata yang hendak jatuh. Mas Attala melihat keadaanku dan berusaha menenangkanku. "Kalea, percayalah, aku tak berniat merebut Mas Raka darimu. Aku sudah menikah, dan tinggal di sini bukan karena Mas Raka. Kami di sini karena tugas pekerjaan Mas Attala. Setelah selesai, kami akan kembali ke ibu kota," ungkapku mencoba menjelaskan kesalahpahaman ini. "Jadi, pekerjaan apa yang membuat kalian berlama-lama di sini?" ujar Kalea sinis. "Sungguh, kehadiranmu membuat Mas Raka berpikir untuk menceraikan diriku. Aku tak sanggup lagi dengan semua ini, Rania!" seru Kalea dengan menatap wajahku, marah.Aku merasa terpukul mendengar perkataannya. Namun, aku sadar bahwa aku tak bisa melarikan diri dari kenyataan ini, Mas Raka memang berupaya untuk mendekati diriku lagi, meskipun dia tau jika aku sudah menikah dengan Mas Attala."Kalea, percayalah, aku tak ingin melihat kehancuran hidupmu. Ak