Aku benar-benar terkejut dengan pernyataan Mas Raka yang saat itu terlontar di bibirnya begitu saja.Ia seolah tak peduli dengan hati istrinya yang saat itu mendengar apa yang dikatakan itu. Aku benar-benar gugup dan takut jika pernyataan itu akan menimbulkan masalah diantara kami.Tidak ingin semuanya berakhir dengan kesalahpahaman, aku segera berusaha meralat pernyataan Mas Raka yang terlihat sedikit mabuk."Hentikan ucapanmu, Mas! Apa kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu katakan itu? Kau bisa membuat banyak orang salah paham. Aku tidak ingin kau mengatakan pernyataan yang seolah aku masih mengharapkan dirimu. Berhentilah untuk berpikir jika saat ini aku masih mencintaimu," hatiku merasa kesal dan panik, karena tak ingin suamiku akan salah paham kepadaku."Tapi kau dulu mencintaiku, Ran. Aku yakin jika kamu masih memiliki perasaan itu kepadaku, walaupun saat ini kau masih marah kepadaku," ungkap Mas Raka yang seketika membuat amarahku meluap."Berhentilah membuat fitnah, aku da
Dua hari berlalu sejak pernikahan kami selesai, kini Mas Attala mengajakku untuk sementara tinggal di sini, sambil mengurus kantor cabang yang ada di kota Surabaya. Inilah kesempatan emas bagiku untuk memberikan sebuah kejutan pada Mas Raka nanti. Aku sengaja mengajak Mas Raka tinggal di rumahku, dengan tujuan agar mereka tidak tahu siapa sebenarnya Mas Attala. Awalnya, Mas Attala menawarkan agar aku tinggal di apartemen miliknya di kota ini, tapi aku menolak.Sebagai seorang istri dari Bos, perasaanku sangat berkecamuk. Bagaimana bisa aku dengan mudah menerima perubahan drastis dalam hidupku, dan menjalani kehidupan yang seratus delapan puluh derajat berbeda dari sebelumnya? "Sementara kita tinggal di kota ini, Ran. Aku ingin mengurus kantor cabang ini untuk beberapa bulan ke depan. Kita bisa tinggal di apartemen mewahku, yang sudah aku persiapkan untuk kita tinggali," ajak Mas Raka dengan menyapu lembut pipiku.Aku terkejut saat mendengar apa yang dikatakan oleh Mas Attala kepad
Aku benar-benar sangat terkejut saat melihat Kalea tiba-tiba ke rumahku dan mengatakan keinginan Mas Raka ingin menceraikan dirinya.Haruskah aku tertawa di atas penderitaannya, setelah apa yang dia lakukan dulu kepadaku? Merebut suamiku di saat aku dan Mas Raka terpisah jauh.Rasa sakit hati yang kurasakan karena pengkhianatan yang dilakukan olehnya dan Mas Raka, sulit sekali dilupakan. Aku bukan wanita yang tak punya perasaan, melihat Kalea yang sedang hamil tua, rasanya tak tega melihat kehidupan pernikahannya dengan mantan suamiku terpuruk. Ditambah, dia yang tiba-tiba bersimpuh di kakiku, tanpa aku memintanya, frustasi dan menyesali apa yang sudah dilakukan kepadaku. "Aku minta maaf, Ran. Aku tahu, aku salah, Ran. Tapi, kau sudah menikah lagi dan memiliki lelaki yang lebih baik daripada Raka, 'kan? Bisakah kau memberikan kesempatan padaku untuk memperbaiki rumah tanggaku yang baru dibangun ini?" pinta Kalea dengan air mata yang berlinang membasahi pipinya. "Aku mohon, Rania,
Memulai kehidupan yang baru, sungguh bukanlah hal yang mudah untuk aku lakukan, terlebih aku harus tinggal dilingkungan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.Aku menyadari bahwa kini aku harus berubah dan beradaptasi dengan lingkungan baruku nantinya di apartemen, karena Mas Attala sudah memberikan aku waktu untuk beradaptasi menjadi sosok Rania yang baru.Sebelum berangkat, aku tidak lupa berpamitan pada ibuku dan meminta restunya untuk menjalani hidup bersama Mas Attala di apartemen yang ia miliki. "Terimakasih, Bu, sudah memberikan kami tempat selama kami di sini. Rania dan Mas Attala akan kangen tinggal di sini lagi," ucapku, merasakan haru dan sayang yang begitu dalam saat memeluk tubuh ibuku. Mas Attala tersenyum pada kami berdua dan membelai rambutku dengan lembut. "Kita bisa datang ke sini seminggu sekali, jika aku tidak sibuk, Ran. Lagipula kita masih dalam satu kota. Jangan terlalu dibuat sedih, Ran," ucap Mas Attala yang mencoba membuat hatiku tetap tenang. Aku meng
Aku, Kalea, merasakan sakit yang luar biasa, ketika Mas Raka dengan ketada mendorong tubuhku hingga terjatuh di lantai.Saat itu, aku berusaha memelas kepada Mas Raka untuk bisa menolong diriku. Namun, Mas Raka tidak mengindahkan diriku dia berlalu dariku, tanpa sedikit pun mau menolong diriku yang kesakitan, saat ada sesuatu yang merembes dari jalan lahirku.Perutku sangat sakit dan aku hanya bisa berharap ada seseorang yang melihat diriku saat itu.Ketika aku merasa panik yang luar biasa, pikiran-pikiran bergejolak muncul dalam benakku, mengingatkan aku pada kesalahan yang telah kulakukan. Aku merasakan kepedihan yang menderu, mencoba memahami bagaimana mungkin aku sampai di titik ini, di tengah rasa sakit dan ketidakberdayaan yang kurasakan. Hatiku menjerit, mengingat betapa banyak bantuan yang telah diberikan Rania padaku, tetapi aku bahkan tidak bisa berterima kasih dengan tulus, malah dengan sengaja mencuri hati suaminya dan merenggut kebahagianya. "Apakah semua ini adalah gan
Aku terkejut saat mendengar pertanyaan dari Mas Raka kala itu. Tubuhku seketika bergetar hebat dan perasaan tak percaya mulai menggelayut pikiranku. Bayi yang seharusnya lahir dalam beberapa Minggu ini, kini sudah pergi meninggalkan rahimku.Aku menangis sesenggukan dan kurasakan aliran darahku mendidih.Aku menatap wajah Mas Raka dengan pandangan tajam, seolah ingin menembus jiwanya. Dia lah orang yang bertanggung jawab dalam hal ini. Aku tak bisa melupakan saat dia mendorong tubuhku ke belakang hingga membuatku terjatuh dan terluka. Sungguh tak termaafkan perbuatannya itu, dia bahkan tega meninggalkan diriku yang saat itu meminta pertolongan dirinya. "Bagaimana mungkin ini terjadi? Aku tidak bisa menerima kenyataan ini, Mas Raka sudah membuat bayiku harus merenggut nyawanya, karena perbuatannya. Andai saja saat itu dia tidak mendorong tubuhku, semuanya akan baik-baik saja," batin ku mulai bergejolak menyalahkan Mas Raka dalam peristiwa ini.Aku merasa murka dan mengarahkan kesala
Aku, Kalea, melihat wajahBu Ratna tampak shock sekaligus terkejut saat aku katakan jika Mas Raka yang mencelakakan diriku dan kandunganku.Sekilas dia menatap putranya yang tertunduk dan ketakutan saat metanya mulai menghardik dirinya.Sementara diriku sejak tadi mengepalkan kedua tanganku erat, mencoba menahan gejolak amarahku yang kian meluap."Raka, katakan kepada Mama, apa benar yang dikatakan Kalea?" tanya Bu Mirna menatap tajam ke arah wajah Mas Raka yang semakin terdiam.Tak ada respon dari Mas Raka, membuat ibu mertuaku mulai murka dan mendekati Mas Raka, memangkup wajah Mas Raka, yang dia arahkan ke depan wajahnya."JAWAB, RAKA!" bentak Bu Mirna yang suaranya mengisi di penjuru ruangan."Maafkan aku, Ma ..., Raka benar-benar tidak sengaja melakukan itu kepadanya. Aku tidak berpikir jika akan seperti ini, Ma. Sungguh aku sangat menyesal," kata Mas Raka dengan tangisan penyesalan, seolah tengah mengiba kepadaku untuk mendapatkan simpatik ku.Aku menarik pandanganku ke arah lain
Setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk mengecek kondisi Kalea setelah mereka pulang ke rumah. Hari ini, aku mendapat kabar dari ibuku bahwa Kalea sudah pulang dan ibu telah menjenguknya bersama para tetangga. Ibuku menceritakan bahwa kehadirannya tidak mendapatkan respon yang baik dari Kalea dan Bu Mirna. Namun, ibuku tidak marah atau kesal, memahami bahwa perasaan tidak sukaaan mereka, mungkin disebabkan karena ibuku adalah orang tuaku. Aku merenung, mencoba mengatur strategi yang terbaik untuk menjenguk Kalea yang dirundung musibah, setelah mas Raka hendak menceraikan dirinya dan kini dia harus menelan pil pahit, jika ia harus kehilangan baginya, ketika dia mengalami pendarahan.Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi ke kantor suamiku dan meminta saran darinya.Aku tidak ingin mengambil keputusan seorang diri, mengingat aku sekarang adalah tanggung jawab suamiku. Aku merasa perlu untuk mendapatkan saran dari Mas Attala dalam situasi seperti ini. Dengan hati-hati, aku mend