Setelah melakukan ijab qobul, kini aku dan Pak Attala menikmati pesta pernikahan kami.Bagaikan sebuah mimpi, aku di ajak Pak Attala untuk berdansa dengan memakai gaun pengantin mewah.Sungguh, aku tidak pernah menyangka jika semua ini akan aku alami seperti saat ini.Dulu, aku menikah dengan Mas Raka, hanya dibawa tangan dan itupun ibuku yang banyak membantu Mas Raka dalam mengurus semuanya.Saat itu, himpitan ekonomi memang sedang dialami keluarga kami, terutama oleh keluargaku yang saat itu jatuh bangkrut setelah ayahku meninggal. Oleh karena itu, dia enggan mengeluarkan banyak uang untuk sekadar menyumbang pesta kecil-kecilan dalam pernikahan kami. "Tidak perlu pesta, ini hanya buang-buang uang, karena kamu dan Raka menikah di bawah tangan, aku tidak mau teman-temanku tau, jika aku memiliki menantu seperti dirimu, mau ditaruh di mana mukaku ini?" kata-kata Bu Mirna sampai sekarang masih terngiang-ngiang di telingaku. Aku mengingat semua kata-kata bekas mantan mertuaku saat dia m
Aku benar-benar terkejut dengan pernyataan Mas Raka yang saat itu terlontar di bibirnya begitu saja.Ia seolah tak peduli dengan hati istrinya yang saat itu mendengar apa yang dikatakan itu. Aku benar-benar gugup dan takut jika pernyataan itu akan menimbulkan masalah diantara kami.Tidak ingin semuanya berakhir dengan kesalahpahaman, aku segera berusaha meralat pernyataan Mas Raka yang terlihat sedikit mabuk."Hentikan ucapanmu, Mas! Apa kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu katakan itu? Kau bisa membuat banyak orang salah paham. Aku tidak ingin kau mengatakan pernyataan yang seolah aku masih mengharapkan dirimu. Berhentilah untuk berpikir jika saat ini aku masih mencintaimu," hatiku merasa kesal dan panik, karena tak ingin suamiku akan salah paham kepadaku."Tapi kau dulu mencintaiku, Ran. Aku yakin jika kamu masih memiliki perasaan itu kepadaku, walaupun saat ini kau masih marah kepadaku," ungkap Mas Raka yang seketika membuat amarahku meluap."Berhentilah membuat fitnah, aku da
Dua hari berlalu sejak pernikahan kami selesai, kini Mas Attala mengajakku untuk sementara tinggal di sini, sambil mengurus kantor cabang yang ada di kota Surabaya. Inilah kesempatan emas bagiku untuk memberikan sebuah kejutan pada Mas Raka nanti. Aku sengaja mengajak Mas Raka tinggal di rumahku, dengan tujuan agar mereka tidak tahu siapa sebenarnya Mas Attala. Awalnya, Mas Attala menawarkan agar aku tinggal di apartemen miliknya di kota ini, tapi aku menolak.Sebagai seorang istri dari Bos, perasaanku sangat berkecamuk. Bagaimana bisa aku dengan mudah menerima perubahan drastis dalam hidupku, dan menjalani kehidupan yang seratus delapan puluh derajat berbeda dari sebelumnya? "Sementara kita tinggal di kota ini, Ran. Aku ingin mengurus kantor cabang ini untuk beberapa bulan ke depan. Kita bisa tinggal di apartemen mewahku, yang sudah aku persiapkan untuk kita tinggali," ajak Mas Raka dengan menyapu lembut pipiku.Aku terkejut saat mendengar apa yang dikatakan oleh Mas Attala kepad
Aku benar-benar sangat terkejut saat melihat Kalea tiba-tiba ke rumahku dan mengatakan keinginan Mas Raka ingin menceraikan dirinya.Haruskah aku tertawa di atas penderitaannya, setelah apa yang dia lakukan dulu kepadaku? Merebut suamiku di saat aku dan Mas Raka terpisah jauh.Rasa sakit hati yang kurasakan karena pengkhianatan yang dilakukan olehnya dan Mas Raka, sulit sekali dilupakan. Aku bukan wanita yang tak punya perasaan, melihat Kalea yang sedang hamil tua, rasanya tak tega melihat kehidupan pernikahannya dengan mantan suamiku terpuruk. Ditambah, dia yang tiba-tiba bersimpuh di kakiku, tanpa aku memintanya, frustasi dan menyesali apa yang sudah dilakukan kepadaku. "Aku minta maaf, Ran. Aku tahu, aku salah, Ran. Tapi, kau sudah menikah lagi dan memiliki lelaki yang lebih baik daripada Raka, 'kan? Bisakah kau memberikan kesempatan padaku untuk memperbaiki rumah tanggaku yang baru dibangun ini?" pinta Kalea dengan air mata yang berlinang membasahi pipinya. "Aku mohon, Rania,
Memulai kehidupan yang baru, sungguh bukanlah hal yang mudah untuk aku lakukan, terlebih aku harus tinggal dilingkungan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.Aku menyadari bahwa kini aku harus berubah dan beradaptasi dengan lingkungan baruku nantinya di apartemen, karena Mas Attala sudah memberikan aku waktu untuk beradaptasi menjadi sosok Rania yang baru.Sebelum berangkat, aku tidak lupa berpamitan pada ibuku dan meminta restunya untuk menjalani hidup bersama Mas Attala di apartemen yang ia miliki. "Terimakasih, Bu, sudah memberikan kami tempat selama kami di sini. Rania dan Mas Attala akan kangen tinggal di sini lagi," ucapku, merasakan haru dan sayang yang begitu dalam saat memeluk tubuh ibuku. Mas Attala tersenyum pada kami berdua dan membelai rambutku dengan lembut. "Kita bisa datang ke sini seminggu sekali, jika aku tidak sibuk, Ran. Lagipula kita masih dalam satu kota. Jangan terlalu dibuat sedih, Ran," ucap Mas Attala yang mencoba membuat hatiku tetap tenang. Aku meng
Aku, Kalea, merasakan sakit yang luar biasa, ketika Mas Raka dengan ketada mendorong tubuhku hingga terjatuh di lantai.Saat itu, aku berusaha memelas kepada Mas Raka untuk bisa menolong diriku. Namun, Mas Raka tidak mengindahkan diriku dia berlalu dariku, tanpa sedikit pun mau menolong diriku yang kesakitan, saat ada sesuatu yang merembes dari jalan lahirku.Perutku sangat sakit dan aku hanya bisa berharap ada seseorang yang melihat diriku saat itu.Ketika aku merasa panik yang luar biasa, pikiran-pikiran bergejolak muncul dalam benakku, mengingatkan aku pada kesalahan yang telah kulakukan. Aku merasakan kepedihan yang menderu, mencoba memahami bagaimana mungkin aku sampai di titik ini, di tengah rasa sakit dan ketidakberdayaan yang kurasakan. Hatiku menjerit, mengingat betapa banyak bantuan yang telah diberikan Rania padaku, tetapi aku bahkan tidak bisa berterima kasih dengan tulus, malah dengan sengaja mencuri hati suaminya dan merenggut kebahagianya. "Apakah semua ini adalah gan
Aku terkejut saat mendengar pertanyaan dari Mas Raka kala itu. Tubuhku seketika bergetar hebat dan perasaan tak percaya mulai menggelayut pikiranku. Bayi yang seharusnya lahir dalam beberapa Minggu ini, kini sudah pergi meninggalkan rahimku.Aku menangis sesenggukan dan kurasakan aliran darahku mendidih.Aku menatap wajah Mas Raka dengan pandangan tajam, seolah ingin menembus jiwanya. Dia lah orang yang bertanggung jawab dalam hal ini. Aku tak bisa melupakan saat dia mendorong tubuhku ke belakang hingga membuatku terjatuh dan terluka. Sungguh tak termaafkan perbuatannya itu, dia bahkan tega meninggalkan diriku yang saat itu meminta pertolongan dirinya. "Bagaimana mungkin ini terjadi? Aku tidak bisa menerima kenyataan ini, Mas Raka sudah membuat bayiku harus merenggut nyawanya, karena perbuatannya. Andai saja saat itu dia tidak mendorong tubuhku, semuanya akan baik-baik saja," batin ku mulai bergejolak menyalahkan Mas Raka dalam peristiwa ini.Aku merasa murka dan mengarahkan kesala
Aku, Kalea, melihat wajahBu Ratna tampak shock sekaligus terkejut saat aku katakan jika Mas Raka yang mencelakakan diriku dan kandunganku.Sekilas dia menatap putranya yang tertunduk dan ketakutan saat metanya mulai menghardik dirinya.Sementara diriku sejak tadi mengepalkan kedua tanganku erat, mencoba menahan gejolak amarahku yang kian meluap."Raka, katakan kepada Mama, apa benar yang dikatakan Kalea?" tanya Bu Mirna menatap tajam ke arah wajah Mas Raka yang semakin terdiam.Tak ada respon dari Mas Raka, membuat ibu mertuaku mulai murka dan mendekati Mas Raka, memangkup wajah Mas Raka, yang dia arahkan ke depan wajahnya."JAWAB, RAKA!" bentak Bu Mirna yang suaranya mengisi di penjuru ruangan."Maafkan aku, Ma ..., Raka benar-benar tidak sengaja melakukan itu kepadanya. Aku tidak berpikir jika akan seperti ini, Ma. Sungguh aku sangat menyesal," kata Mas Raka dengan tangisan penyesalan, seolah tengah mengiba kepadaku untuk mendapatkan simpatik ku.Aku menarik pandanganku ke arah lain
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Aku terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku, seolah apa yang dikatakannya itu adalah sebuah pesan terakhir untuk diriku. "Mama, jangan bicara aneh-aneh. Mama pasti akan sembuh setelah ini," ucapku, mencoba menguatkan mamaku yang tampak lemah.Mama menatapku dengan sorot mata yang berkaca-kaca, dan tangisan tak mampu lagi ditahannya. Ia bahkan meminta maaf kepadaku, membuat hatiku sangat terharu dan sedih. Aku pun larut dalam suasana kesedihan ketika mamaku mengatakan itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Mama, Raka. Mama sudah membuat keluargamu hancur, dan kini kamu telah kehilangan semuanya. Mungkin ini balasan yang seharusnya Mama terima," ujar mamaku dengan isak tangis yang membuatku seketika larut dalam tangisan."Tidak, Ma. Jangan bicara begitu lagi. Raka juga bersalah dalam hal ini, semuanya karena Raka yang terlalu egois dan terlalu mengejar dunia hingga Raka menjadi orang tampak," ungkapku, tak mampu menahan air mata. Aku mencium punggung ibuku, mencoba untu
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang Arif katakan kepadaku. Saat ini, ekonomi benar-benar menurun drastis dan tawaran Arif terasa sangat aku butuhkan saat-saat seperti ini."Apakah dia mau membantuku? Tapi, bagaimana kalau Rania menolak membantu?" gumamku penuh kekhawatiran.Arif tampak tahu apa yang ada di benakku, dia tahu jika saat ini aku ragu akan Rania dan Attala mau membantuku.Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi antara diriku, Kalea dan Rania di masa lalu."Aku sedikit ragu jika dia akan membantuku setelah apa yang aku lakukan di masa lalu. Kesalahan yang aku lakukan benar-benar sangat fatal, hingga aku membuat dirinya benar-benar kubuat sangat menderita. Entah mengapa aku tidak yakin jika dia mau membantu diriku saat ini," ungkapku penuh penyesalan.Arif menatap simpati kepadaku, dia berusaha untuk meyakinkan diriku saat ini, meskipun aku masih ragu jika Rania dan Attala mau memberikan bantuannya kepadaku."Jangan berpikiran buruk soal Rania dan Pak Attala. Mereka orang
Aku merasa terkejut sekaligus bingung saat mendengar tawaran yang diberikan Arif. Sebenarnya, dalam diriku ingin menolak tawaran tersebut. Namun, situasi yang sedang aku alami saat ini membuatku merasa tidak punya pilihan lain. "Benarkah ini satu-satunya jalan untuk keluar dari kondisi ini? Aku harus menerima tawaran Arif untuk bekerja menjadi sopir kantor Attala, suami Rania? Apa yang mereka pikirkan setelah tahu aku mau melamar bekerja di sana? Apakah mereka akan mentertawakan nasibku?" batinku sedih sekaligus bingung menentukan pilihanku. Tapi aku berpikir kembali, sudah seminggu ini aku lelah menjadi tukang parkir yang harus selalu bersaing dengan preman-preman untuk mendapatkan lahan. "Jika aku tidak menerima tawaran ini, aku akan menjadi tukang parkir dengan penghasilan tak menentu dan aku akan mengecewakan ibuku," pikirku lagi penuh kebimbangan.Akhirnya, dengan perasaan berat, aku menerima tawaran Arif. "Baiklah, aku mau, kapan aku bisa bekerja?" tanyaku dengan tatapan ma
Aku merasa bingung saat melihat ibuku yang tampak sangat gugup ketika aku memintanya untuk meminta maaf kepada Kalea. "Mama belum siap, Raka. Mama takut jika dia tidak akan memaafkan Mama," ujar mamaku sambil menatap wajahku bingung.Aku pun berusaha untuk mengerti perasaan ibuku, tapi aku tak bisa menahan rasa ingin tahu, apa yang sebenarnya membuatnya begitu takut. "Apa yang membuat Mama takut? Apakah ini karena dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan?" gumamku dalam hati. Mungkin aku memang harus memberikan waktu untuk ibuku meminta maaf kepada Kalea. Akhirnya, setelah kami berbicara cukup lama, aku putuskan untuk mencari kos yang murah di dekat sini. Namun, sayangnya kos yang ada di depan rumahku harganya cukup mahal. Seolah tak ada pilihan lain, aku terpaksa mencari kos di dekat rumah yang sekarang sudah kujual kepada Arif. Saat kami tiba di depan tempat kos tersebut, beberapa tetangga yang mengenal kami tampak terkejut melihat kami di sana.Mereka sepertinya sedang
Aku mencoba menenangkan perasaanku ketika melihat ibuku sudah mulai gugup dan terlihat dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah saat ini ibuku mulai cemas saat Nadia mengatakan itu kepada ibuku?Apakah ibuku saat ini mulai merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan kepada Nadia? Aku benar-benar sangat malu dan menyesal ketika tahu ibuku sendiri yang tega melakukan itu kepada Nadia.Demi memisahkan diriku dengan Nadia, dia rela berbuat fitnah dan membuatku percaya dengan apa yang dia katakan.Nadia tampak menatap penuh amarah, ketika dia baru saja mengatakan sesuatu yang membuat ibuku menjadi sangat gugup. Hatiku semakin percaya jika selama ini ibu yang berperan dalam penderitaan Nadia.Apakah benar ibuku telah membuat Nadia merasa seolah-olah kehilangan rahimnya karena bekerja sama dengan Andien waktu itu?Ketika kesadaran itu menerjang benakku, rasa menyesal pun menyusul, membuatku ingin segera meminta maaf kepada Nadia. "Nadia," kataku dengan suara serak,"Sebenarnya aku i
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d