Suatu pagi, Raisya sedang di dapur menyiapkan sarapan seperti biasa. Namun, hari itu berbeda, tak ada Adnan, suaminya. Ia sarapan hanya berdua saja, bersama putrinya.Sudah tiga hari, lelaki itu tidak ada kabar. Raisya semakin khawatir. Ia masih ingat dua hari yang lalu suaminya akan menelepon balik kalau sudah waktu luang. Namun malam pun terlewatkan, bahkan pagi juga tidak ada panggilan telepon atau WA masuk ke ponsel Raisya. Ia terbangun karena suara putrinya. Semalam ia tertidur karena capek melamun dan berpikir.Setelah menyelesaikan sarapan dan mengantar putrinya, ia kembali ke rumah. Hari itu, dia tidak ikut bersama teman-temannya hang out seperti biasa. Ia harus membereskan isi rumah yang mulai berantakan. Tanaman-tanamannya pun sudah banyak yang tidak terawat, hingga layu dan kering. Sesekali ia mengecek ponselnya. Yang diharapkan tak kunjung ada kabar. Ia memutuskan, meletakkan kembali ponselnya ke meja yang terletak di teras rumah.Tidak terasa waktu sudah hampir siang.
"Ini tidak seperti yang kau kira, Sya. Aku bisa jelaskan.""Apa maksudmu berbicara seperti itu? Siapa wanita ini, Mas?" tanya Sarli dengan ekspresi tidak mengerti."Ya, aku isterinya. Kamu siapa?" jawab Raisya dengan ekspresi menyelidik. Ia menatap wanita di depannya dari atas ke bawah.Tiba-tiba sebuah tamparan keras melekat lagi di pipi lelaki itu. Kali ini, wanita berambut pirang itu yang menamparnya. Napasnya memburu kesal kepada lelaki di sampingnya."Kamu membohongiku, Mas. Kau bilang sendiri bahwa kau seorang duda. Ternyata kau sudah memiliki istri. Dasar pembohong!" Wajah Sarli sudah memerah, malu dan juga marah telah menguasainya. Ia ingin sekali meneriaki lelaki di depannya. Ia merasa telah ditipu oleh lelaki itu. "Duda? Mas?" tatap Raisya ke suaminya dengan ekspresi tidak percaya.Adnan semakin merasa terpojok. Ia sangat bingung harus menjawab apa."Kamu, kenapa merebut suamiku?" tanya Raisya geram. Ia belum puas mendengar jawaban wanita berambut pirang itu."Hei, asal ka
Karena tidak dipedulikan dan harga dirinya seolah dihinakan, Sarli tidak terima begitu saja. Ia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang di balik sambungan telepon. Ia sangat marah. Lelaki berkulit sawo itu mengantar Raisya ke rumah. Namun pertengkaran mereka sepertinya belum selesai. Mereka terus berdebat di atas motor. Adnan merasa nasibnya sangat apes. Maksud hati menyembunyikan Sarli dari Raisya. Namun wanita itu sangat mudah dan cepat mengetahui kebusukan yang disembunyikan. Kalau Adnan diberi pilihan, dia tidak akan memilih salah satu dari keduanya. Adnan tidak ingin melepaskan Raisya, tetapi juga tidak ingin melepas Sarli begitu saja. Sarli merupakan aset baginya setelah mengetahui bahwa wanita itu merupakan putri satu-satunya dari keluarganya. Jelas bahwa wanita itu pewaris tunggal harta kedua orang tuanya. Ia pernah berkunjung ke rumah kedua orang tua Sarli sebelum memutuskan untuk menikahi wanita itu. Kedua orang tuanya memiliki kebun dan ladang sawah berhektar-hektar
Raisya hanya bisa mematung dan tidak tahu harus berbuat apa. Suaminya telah dibawa oleh ketiga orang berbadan besar tadi. Mobil yang membawa Adnan telah jauh dan menghilang dari pandangan.**"Sarli ... Sarli ...."Teriakan Adnan membuat semua orang di jalan menoleh ke arahnya. Warga sekitar menghentikan kendaraan untuk melihat dengan jelas. Begitu juga pejalan kaki.Adnan ditarik keluar dari mobil setelah sampai di sebuah rumah yang lumayan luas halamannya, meskipun tidak terlalu mewah. Arka, yang baru saja pulang dari kantor memicingkan mata karena melihat Adnan diseret oleh tiga orang lelaki. Mereka memasuki rumah besar tersebut. Arka sangat mengenal pemilik rumah tersebut. Tapi, kenapa Adnan diseret oleh tiga lelaki tadi. Beberapa menit kemudian, seorang wanita muda berambut pirang, baru saja keluar dari mobil yang berbeda, diikuti oleh kedua orang tuanya. "Cepat seret lelaki itu! Aku ingin dia mendapatkan balasan yang setimpal." Wanita itu meraung karena marah. "Sarli ... den
Baginya penyiksaan yang diterima lelaki pembohong itu belum seberapa, dibandingkan dengan kesucian dirinya yang sudah direnggut. Babak belur yang diterima oleh lelaki itu tidak seimbang dengan luka yang telah ia torehkan. Sarli harus menanggung malu karena gunjingan tetangga, belum lagi calon lelaki yang akan mempersuntingnya suatu saat nanti. ***Sementara itu, pagi sangat cerah, lelaki dengan garis wajah kuat dan hampir sempurna sedang mengendarai mobilnya. Ia akan ke kedai milik Jihan untuk memberikan kejutan kepada putri kecil bernama Naya. Ia sudah berjanji akan memberikan hadiah ulang tahun untuk putri kecil itu. Sebenarnya, ia bisa mengirimkannya lewat jasa kurir, tetapi tidak dia lakukan. Dia ingin memberikannya secara pribadi agar putri kecil itu senang. Lagi pula, dia sudah jarang berkunjung ke sana belakangan ini karena kesibukannya yang sangat menyita waktu. Hari ini merupakan kesempatannya, meskipun terlambat memberikannya. Hari ulang tahun putri kecil itu sehari yang
Belum berapa jam di rumah kedua orang tuanya, lelaki dengan garis tulang pipi tercetak sempurna itu langsung berbalik ke mobil kemudian mengendarainya. Ia menghela napas berkali-kali. Tatapannya fokus ke jalanan. Pikirannya masih terngiang-ngiang oleh perkataan ibunya tadi. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia mengiyakan. Tidak ada yang salah dengan ucapan ibunya tersebut. Namun entah kenapa ia selalu merasa terpojok kalau pertanyaan sudah mengenai pernikahan.Keresahan dan kegelisahan orang tua pasti akan ada, seperti kegelisahan orang tua lainnya di luar sana. Apalagi usia putra mereka sudah di usia yang sangat matang. Itulah kenapa mereka mendesak terus putranya. Ponselnya seketika berdering, sebuah notifikasi panggilan masuk. Ia melirik sebentar kemudian menjawabnya. "Waalaikumsalam. Bagaimana, Dika?""Semua materi untuk sidang besok sudah kami baca dan persiapkan. Selanjutnya apa yang akan kita lakukan, Bos?""Baik. Aku akan ke sana sekarang." Arka membelokkan mobil menuju kantor.
Mata Jihan seketika membulat dan mulutnya terbuka sepersekian detik. Ia mengedipkan mata berkali-kali. Serasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Han ... Jihan, aku berbicara denganmu." Arka menegurnya berkali-kali.Jihan baru saja tersadar. Panggilan Arka membuatnya pulih dari keterkejutan."Aku ... Kau serius mengucapkannya?" Jihan masih penasaran dengan ucapan lelaki di depannya."Iya. Aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku."Arka menunggu jawaban wanita itu, tetapi belum ada tanggapan. Gemuruh di dadanya semakin mengguncang hebat karena wanita itu belum menyahut.Ia mencari jawaban dari mata wanita itu. Namun, dia tidak pandai membaca pesan lewat mata seseorang. Jihan menarik napas dan mengembuskannya. Setelah hening beberapa saat, Ia mendongakkan kepala kemudian mengangguk, pertanda menerima lamaran Arka. Ia sudah memantapkan hatinya.Dia tidak pernah sebahagia saat itu. Kisah mereka yang sempat kandas beberapa tahun silam akan kembali tersambung. Ia merasa
Sebuah mobil melaju di jalan raya. Lelaki bermata tajam itu menatap jauh di depan, tidak menoleh sedikit pun. Isi pikirannya berkecamuk."Kamu mencintai wanita tadi?" Wanita paruh baya di sampingnya membuka percakapan.Matanya masih fokus ke jalanan. Lelaki itu mengantar ibunya pulang. Mereka sedang membahas masalah tadi yang belum selesai. Sedangkan mobil Ibu Anna dibawa oleh supir pribadi untuk mengantar pulang Biana ke rumahnya."Iya. Tapi, Mama baru saja menghancurkannya beberapa menit yang lalu.""Mana Mama tau? Salah sendiri tidak pernah memberitahu Bapak dan Mama." Ibu Anna mencoba membela diri."Aku hanya butuh waktu yang tepat mengenalkannya kepada Mama dan Bapak. Butuh waktu yang sangat lama, aku menunggunya. Dan kesempatan itu mulai berpihak padaku. Dia baru saja menerimaku sebelum Mama datang kemudian menghancurkannya.""Itu karena kebodohanmu. Jangan menyalahkan Mama!"Lelaki itu menoleh. "Mama tidak akan pernah tahu, Dia cinta pertamaku.""Jadi, dia yang selama ini membu