Raisya hanya bisa mematung dan tidak tahu harus berbuat apa. Suaminya telah dibawa oleh ketiga orang berbadan besar tadi. Mobil yang membawa Adnan telah jauh dan menghilang dari pandangan.**"Sarli ... Sarli ...."Teriakan Adnan membuat semua orang di jalan menoleh ke arahnya. Warga sekitar menghentikan kendaraan untuk melihat dengan jelas. Begitu juga pejalan kaki.Adnan ditarik keluar dari mobil setelah sampai di sebuah rumah yang lumayan luas halamannya, meskipun tidak terlalu mewah. Arka, yang baru saja pulang dari kantor memicingkan mata karena melihat Adnan diseret oleh tiga orang lelaki. Mereka memasuki rumah besar tersebut. Arka sangat mengenal pemilik rumah tersebut. Tapi, kenapa Adnan diseret oleh tiga lelaki tadi. Beberapa menit kemudian, seorang wanita muda berambut pirang, baru saja keluar dari mobil yang berbeda, diikuti oleh kedua orang tuanya. "Cepat seret lelaki itu! Aku ingin dia mendapatkan balasan yang setimpal." Wanita itu meraung karena marah. "Sarli ... den
Baginya penyiksaan yang diterima lelaki pembohong itu belum seberapa, dibandingkan dengan kesucian dirinya yang sudah direnggut. Babak belur yang diterima oleh lelaki itu tidak seimbang dengan luka yang telah ia torehkan. Sarli harus menanggung malu karena gunjingan tetangga, belum lagi calon lelaki yang akan mempersuntingnya suatu saat nanti. ***Sementara itu, pagi sangat cerah, lelaki dengan garis wajah kuat dan hampir sempurna sedang mengendarai mobilnya. Ia akan ke kedai milik Jihan untuk memberikan kejutan kepada putri kecil bernama Naya. Ia sudah berjanji akan memberikan hadiah ulang tahun untuk putri kecil itu. Sebenarnya, ia bisa mengirimkannya lewat jasa kurir, tetapi tidak dia lakukan. Dia ingin memberikannya secara pribadi agar putri kecil itu senang. Lagi pula, dia sudah jarang berkunjung ke sana belakangan ini karena kesibukannya yang sangat menyita waktu. Hari ini merupakan kesempatannya, meskipun terlambat memberikannya. Hari ulang tahun putri kecil itu sehari yang
Belum berapa jam di rumah kedua orang tuanya, lelaki dengan garis tulang pipi tercetak sempurna itu langsung berbalik ke mobil kemudian mengendarainya. Ia menghela napas berkali-kali. Tatapannya fokus ke jalanan. Pikirannya masih terngiang-ngiang oleh perkataan ibunya tadi. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia mengiyakan. Tidak ada yang salah dengan ucapan ibunya tersebut. Namun entah kenapa ia selalu merasa terpojok kalau pertanyaan sudah mengenai pernikahan.Keresahan dan kegelisahan orang tua pasti akan ada, seperti kegelisahan orang tua lainnya di luar sana. Apalagi usia putra mereka sudah di usia yang sangat matang. Itulah kenapa mereka mendesak terus putranya. Ponselnya seketika berdering, sebuah notifikasi panggilan masuk. Ia melirik sebentar kemudian menjawabnya. "Waalaikumsalam. Bagaimana, Dika?""Semua materi untuk sidang besok sudah kami baca dan persiapkan. Selanjutnya apa yang akan kita lakukan, Bos?""Baik. Aku akan ke sana sekarang." Arka membelokkan mobil menuju kantor.
Mata Jihan seketika membulat dan mulutnya terbuka sepersekian detik. Ia mengedipkan mata berkali-kali. Serasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Han ... Jihan, aku berbicara denganmu." Arka menegurnya berkali-kali.Jihan baru saja tersadar. Panggilan Arka membuatnya pulih dari keterkejutan."Aku ... Kau serius mengucapkannya?" Jihan masih penasaran dengan ucapan lelaki di depannya."Iya. Aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku."Arka menunggu jawaban wanita itu, tetapi belum ada tanggapan. Gemuruh di dadanya semakin mengguncang hebat karena wanita itu belum menyahut.Ia mencari jawaban dari mata wanita itu. Namun, dia tidak pandai membaca pesan lewat mata seseorang. Jihan menarik napas dan mengembuskannya. Setelah hening beberapa saat, Ia mendongakkan kepala kemudian mengangguk, pertanda menerima lamaran Arka. Ia sudah memantapkan hatinya.Dia tidak pernah sebahagia saat itu. Kisah mereka yang sempat kandas beberapa tahun silam akan kembali tersambung. Ia merasa
Sebuah mobil melaju di jalan raya. Lelaki bermata tajam itu menatap jauh di depan, tidak menoleh sedikit pun. Isi pikirannya berkecamuk."Kamu mencintai wanita tadi?" Wanita paruh baya di sampingnya membuka percakapan.Matanya masih fokus ke jalanan. Lelaki itu mengantar ibunya pulang. Mereka sedang membahas masalah tadi yang belum selesai. Sedangkan mobil Ibu Anna dibawa oleh supir pribadi untuk mengantar pulang Biana ke rumahnya."Iya. Tapi, Mama baru saja menghancurkannya beberapa menit yang lalu.""Mana Mama tau? Salah sendiri tidak pernah memberitahu Bapak dan Mama." Ibu Anna mencoba membela diri."Aku hanya butuh waktu yang tepat mengenalkannya kepada Mama dan Bapak. Butuh waktu yang sangat lama, aku menunggunya. Dan kesempatan itu mulai berpihak padaku. Dia baru saja menerimaku sebelum Mama datang kemudian menghancurkannya.""Itu karena kebodohanmu. Jangan menyalahkan Mama!"Lelaki itu menoleh. "Mama tidak akan pernah tahu, Dia cinta pertamaku.""Jadi, dia yang selama ini membu
Ia melihat sekali lagi bangunan di depannya untuk memastikan bahwa pintu rumah yang dia ketuk adalah rumahnya. Ia mencoba, memanggil nama istrinya, Raisya berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. "Ke mana orang di dalam rumah ini?" tanyanya dalam hati.Adnan memutuskan untuk menunggu di teras depan rumah. Mungkin saja, istrinya sedang keluar bersama putrinya. Hampir sekitar tiga jam, orang yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang. Matahari sudah sangat terik. Adnan semakin gelisah dan mulai lapar. Tubuhnya semakin lemas. Hingga malam pun tiba, seorang wanita bersama gadis kecil keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki pagar rumah. Ia menghentikan langkahnya saat melihat seorang lelaki di depan rumahnya. "Raisya! Aku menunggu kalian sejak pagi tadi. Kalian dari mana saja?" Lelaki itu mendongakkan wajahnya. Ia seakan tidak kuat lagi untuk berdiri."Untuk apa kau kembali ke sini? Aku pikir kau sudah mati.""Kamu? kamu mendoakan Mas seperti itu? Ini kan rumahku, jadi
Kedua orang dewasa sedang duduk di atas kursi terbuat dari kayu jati minimalis. Mereka berada di dalam ruangan dengan luas sekitar enam belas meter. Di sekitar mereka terdapat meja dan kursi yang sama. Cahaya lampu menyinari sangat lembut dan tidak menyilaukan mata, sehingga membuat pengunjung nyaman. Meskipun di luar sudah pagi, ruangan tersebut tetap menyalakan lampu agar terkesan menyenangkan, sekaligus terlihat elegan dengan cahaya oranye. Wanita yang mereka tunggu pun datang menghampiri mereka, setelah menunggu beberapa menit**Setelah menjelaskan maksud kedatangan mereka, Ibu Anna pulang lebih dulu karena ada beberapa hal yang harus dilakukan. Hal penting baginya bahwa Jihan sudah mengerti dan tidak ada lagi kesalahpahaman. Setidaknya, dia sudah membantu putranya memperbaiki kesalahpahaman yang terjadi kemarin. "Jangan ditunda apalagi diperlambat. Mama tunggu kabar dari kalian secepatnya." Setelah mengatakan itu, wanita tua tersebut beranjak pergi."Baik, Ma."Arka dan Jihan
"Ya, tau sendiri kan. Dia biang dari semua kegagalan hubungan kalian beberapa tahun silam. Dan kamu tau, gak. Dia juga sangat menyukai Mas Arka. Itulah kenapa dia selalu menghalangimu, pun menjelekkanmu di depan Mas Arka. Bahkan dia pernah memprovokasi Mas Arka. Sekarang dia sedang menerima akibat dari kejahatannya. Dia belum juga menikah sampai sekarang. Dia mengira Mas Arka akan melamarnya. Wanita itu terlalu terobsesi. Seharusnya dia move on dan mulai membuka hati untuk yang lain. Kasian kalau nanti jadi perawan tua.""Mungkin itu sudah jadi pilihannya, Met.""Entahlah! Bagiku, mungkin itu karma.""Mmm ...."Beberapa undangan sudah tersebar, begitu juga untuk keluarga dan kerabat terdekat. Akan tetapi, Jihan tidak tahu kalau undangan untuk alumni sudah disebar juga. Padahal dia sendiri yang berencana akan mengirim ke grup."Han, kita meet up yuk! Udah lama loh, kita tidak mengobrol lagi." Meta menyambung lagi setelah jeda beberapa menit."Okay. Aku juga udah kangen, kita udah lama