Pagi yang cerah ini, aku mengawali hari yang baru. Sekarang aku tinggal sendirian, tidak ada kerabat maupun saudara di rumah yang sebesar ini. Ibu mertuaku, lebih tepatnya mantan ibu mertuaku sudah dibawa oleh anaknya pergi dari rumah ini.
Hari ini aku berniat untuk mengurus balik nama atas toko yang masih atas nama mas Galih, sedangkan rumah ini sudah atas namaku. Beberapa aset sudah di jual dan kami bagi dalam bentuk uang. Bahkan mobil yang biasa aku pakai juga kami jual, lalu aku sudah menggantinya dengan mobil lain yang sama-sama mungil. Aku pikir karena aku berkendara sendiri hanya memerlukan mobil yang tidak terlalu besar.Aku juga akan mulai pergi ke toko dan menjaganya sendiri, karena mas Galih juga menarik karyawan dari sana. Padahal biar saja mereka bekerja disana dan aku yang akan menggajinya. Entah ide siapa untuk mengambil karyawan dari sana.Rumah sudah rapi, aku pun sudah siap pergi. Mulai hari ini aku tidak terlalu sibuk seperti dulu lagi, aku hanya mengurus diriku sendiri jadi semuanya nampak semakin ringan.Dengan hati ringan, kubuka pintu rumahku. Aku mengirup udara sebanyak-banyaknya, hari ini adalah hari yang baru, semua akan jadi lebih baik lagi. Aku mengendarai mobil mungil berwarna putih untuk pergi ke toko. Toko baju yang menjual berbagai jenis baju muslim dan muslimah, terletak di pusat grosir khusus menjual berbagai jenis pakaian yang cukup terkenal di kota ini.Banyak orang yang berbelanja di pusat grosir ini, baik dari kota ini, bahkan dari luar kota. Banyak kantor-kantor ekspedisi yang bercokol di tempat ini, mereka mengirim barang-barang berupa pakaian dalam karung-karung dan juga kardus besar yang di kemas sangat rapi.Pusat grosir ini terdiri dari tujuh belas lantai dan dibangun di atas lahan seluas 1,2 hektar. Dari jumlah itu, hanya sepuluh lantai yang jadi area pertokoan. Sisanya yang tujuh lantai jadi area parkir yang bisa mengakomodasi 1.600 kendaraan roda empat juga tempat dimana para kantor ekspedisi itu berada. Gedung dengan tujuh belas lantai ini punya dua puluh dua lift dan seratus enam puluh tiga eskalator, juga full AC di dalamnya.Hal pertama yang aku lakukan saat sampai di toko hanyalah melihat-melihat stock barang saja. Sepertinya aku harus menyediakan waktu untuk menghitung jumlah stock dan jenis-jenisnya terlebih dahulu. Andai saja karyawan yang bekerja disini tidak keluar, pasti pekerjaanku tidak akan sebanyak ini.Tidak apa-apa, semakin banyak pekerjaan semakin aku akan melupakan semua masalahmu. Aku mencoba menelpon Kaira, teman yang aku kenal saat dulu sering ikut kursus desainer dan fashion dulu."Halo Kai, apa kabar?" tanyaku berbasa-basi begitu sambungan telepon terhubung."Baik, hai ... Kamu apa kabar? lama banget gak kasih kabar, sibuk banget yaa udah jadi pengusaha sukses," sahut Kaira dari ujung telpon.Dia wanita yang baik dan ceria meskipun sudah memiliki satu orang putri, sekarang ini dia memiliki butik khusus baju pengantin."Aku baik-baik juga, sebenarnya aku menelpon karena ingin minta tolong loh. Mungkin kamu ada kenalan yang bisa jagain toko pakaian gitu?""Wah, buka toko lagi?" tanyanya antusias."Bukan, toko lama tapi gak ada karyawannya nih. Aku sendirian deh ini mengurusnya," sahutku sambil tertawa kecil."Ck, bu bos bisa-bisanya jagain toko sendiri," ucapnya sambil tertawa renyah.Kaira memang belum tahu perceraianku dengan mas Galih, bahkan dia juga tidak tahu masalah yang menimpaku."Coba nanti aku tanya karyawanku yaa, siapa tahu ada temannya atau saudaranya gitu yaa ingin bekerja," ujar Kaira dari seberang telepon."Eh sama boleh juga kalau ada yang mau jadi asisten rumah tangga, sama cariin tempat yang bisa buat usaha konveksi kecil-kecilan gitu. Kecil aja dulu tidak apa-apa, muat lima sampai sepuluh orang gitu," ucapku lagi."Buat buka cabang?" tanya Kaira penasaran. "Makin sukses aja nih kayaknya," lanjutnya menggodaku."Enggak sih, nantilah aku ceritakan kenapa aku membutuhkannya. Kalau kamu ada waktu aku akan main ke rumahmu.""Aku selalu ada waktu, Safa. Kamu saja yang tidak pernah ada waktu, sibuk terus sama usaha, suami dan mertua, benar-benar istri idaman," ucapnya memujiku."Jika aku istri idaman, maka aku tidak akan di ceraikan. Kaira," ucapku dalam hati."Hai ... Kamu masih disana kan?" seru Kaira menarikku dari lamunan."Ah iya, masih. Cuma melamun dikit, hehehe.""Ya sudah kamu main kesini lah jika sudah ada waktu. Aku kangen juga sama kamu, Safa.""Siap, besok yaa."Setelah berbincang banyak hal, kami menyudahi obrolan kami. Kaira lagi-lagi mengingatkan aku untuk main ke rumahnya jika ada waktu. Sepertinya aku memang harus bertemu dengannya, sudah lama kami tidak pernah bertemu. Hanya jarang-jarang saja kami berkomunikasi lewat telepon.Setelah memutuskan sambungan telepon, aku kembali melihat-lihat pembukuan yang ada diatas meja kasir. Sepertinya itu adalah catatan stock toko yang di tulis secara manual."Ah, kenapa aku tidak terpikirkan dengan buku ini," pekikku kegirangan sendiri.Buku ini adalah buku dewa buatku saat dulu memulai usaha, berisi barang keluar masuk dan pendapatanan harian hingga bulanan. Sepertinya karyawan disini terus melakukan seperti yang aku ajarkan sebelum akhirnya aku tidak pernah kesini lagi. Mungkin mas Galih yang mengawasinya, ah laki-laki itu. Kenapa juga aku harus mengingatnya.Pelan-pelan kubaca semua yang tertulis dibuku tersebut, sekalian aku menghitung sisa stok yang saat ini tersedia di toko. Meskipun ini baru pertengahan bulan, namun ini adalah awal bulan buatku memulai usaha ini. Seperti yang aku inginkan kala itu, toko dengan segala isinya yang ada dalamnya. Untung saja laki-laki itu memenuhi janjinya, setidaknya dia tidak berbuat curang dengan mengurangi stocknya maupun mengosongkannya.Aku terus sibuk membolak-balik halaman buku besar itu, belum berniat untuk mengecek isi komputer di meja kasir. Aku juga sengaja tidak membuka toko ini, tadi sengaja membawa papan tanda bertuliskan close/open yang bisa di gantung di depan pintu, untuk hari ini memang aku belum siap untuk berjualan.Saat tengah asyik dengan pekerjaanku, terdengar ketukan dari pintu dan suara pintu terbuka."Maaf, saya belum berjualan hari ini," ucapku tanpa mengalihkan pandangan dari buku yang ada di tanganku."Saya tidak sedang ingin berbelanja," terdengar jawaban dari suara yang begitu familiar di telingaku.Aku segera mengangkat wajahku untuk menatapnya."Ada apa kesini?" tanyaku tanpa basa-basi."Ingin bertemu kamu mbak, dan mengucapkan terimakasih sudah merelakan suamimu hanya menjadi suamiku," jawabnya dengan senyum yang terlihat manis.Iya, dulu senyuman manis, senyum wanita yang bernama Dania itu dulu tampak tulus, tapi sekarang aku melihatnya dengan jijik."Kamu memang sudah seharusnya mengalah karena anak ini membutuhkan kasih sayang sepenuhnya dari ayahnya," ucapnya lagi sambil mengelus perutnya yang masih rata.Entah berapa usia kandungannya saat ini, aku pun tak ingin tahu sama sekali."Aku tidak mengalah, Dania. Aku hanya membuang sampah pada tempatnya. Penghianat memang pantas untuk penghianat, sampah memang harus dibuang didalam tong sampah. Kamu faham kan maksudku," ucapku sinis.Terlihat jelas di wajah kekesalan dan rasa tidak suka. Suruh siapa kamu datang kesini dan menganggu hidupku, dasar jal*ng. Aku tidak akan berbaik hati lagi pada siapapun kali ini.๐๐๐"Jangan sombong mbak, apa yang kamu banggakan sekarang? kamu tidak memiliki siapapun yang bisa menjadi tempatmu bersandar," ejeknya."Aku tidak butuh siapapun untuk bersandar, aku punya Allah. Dia sudah sangat cukup buatku." Wanita yang sudah merebut suamiku itu hanya tersenyum miring menanggapi perkataanku. Dia langsung masuk kedalam tokoku, melihat dan menyentuh baju-baju yang terpajang disana. Gesture tubuhnya sudah seperti seorang bos yang sedang memeriksa pekerjaan stafnya. Benar-benar menyebalkan. Kalau bukan sedang hamil rasanya aku ingin menjambak rambutnya dan melemparnya keluar dari tempat ini. "Sampai kapan toko ini akan bertahan mbak," tanyanya sinis. "Bukankah tempat ini tetap membutuhkan isi, darimana kamu akan mendapatkannya," lanjutnya berkata. Perkataan yang sama seperti yang pernah mas Galih ucapkan padaku kala itu, mungkin dia mendapatkan perkataan itu dari wanita ini. Aku tertawa keras mendengar ucapannya, wanita dengan gaun sepanjang lutut itu langsung berbaik
"Bagaimana dengan tempat ini?" tanya Kaira begitu kami turun dari mobil. Aku dan Kaira sedang mencari tempat baru untukku membuka konvensi kecil-kecilan yang baru. Aku memang harus segera melakukan hal itu karena bagaimanapun juga aku harus bisa menafkahi diriku sendiri. Kami masuk kedalam gang yang tidak jauh dari jalan besar, gang itu cukup lebar, bisa muat satu mobil dan satu motor. Bahkan kami memarkirkan mobil tepat didepan bangunan yang kami ingin lihat. Bangunan itu ada di antar bangunan-bangunan lain yang seperti hunian. Kami membuka pagar dan masuk kedalam bangunan yang lebih mirip dengan rumah tersebut. Begitu membuka pintu, yang terlihat adalah ruangan tanpa sekat dan cukup luas. Kata Kaira dulu disini juga di gunakan untuk menjahit. Sepertinya ini memang muat untuk sepuluh mesin jahit, atau kalau mau lebih longgar cukup delapan saja. "Ayo lihat keatas," ajak Kaira. Kami berjalan menaiki tangga menuju lantai atas, begitu sampai diatas ruangannya tidak begitu jauh berbe
Berkat bantuan dari Kaira, aku akhirnya mendapatkan asisten rumah tangga dan sekaligus satpam keduanya adalah suami istri. Lebih baik memang seperti itu karena keduanya akan sering bertemu di rumahku. jika mereka suami istri maka hal-hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi di rumah ini. Mas Wahyu yang menjadi satpamku berusia tiga puluh lima tahun. Sedangkan istrinya, mbak Lala berusia tiga puluh tahun, mereka sudah seperti kakak bagiku. Saat ini aku sendiri berusia dua puluh enam tahun, usia yang sangat muda untuk menjadi seorang janda. Aku menikah dengan mas Galih saat berusia dua puluh tahun dan mas Galih sendiri saat itu berusia dua puluh enam tahun.Aku juga sudah mendapatkan dua orang wanita yang menjadi karyawan untuk menjaga tokoku. Satu adalah temannya karyawan Kaira, dan satu lagi aku mendapatkannya dari iklan online yang aku pasang. Konveksiku juga sudah mulai berjalan. Begitu menyelesaikan jual beli atas tempat tersebut, aku langsung mencari karyawan dengan memasan
POV Galih_______Aku tidak menyangka jika hari ini aku akan bertemu dengan Safa, mantan istriku. Ternyata dia ikut juga untuk mendapatkan tender dari sekolah ini. Apa dia sudah memiliki konveksi sendiri hingga dia berani melakukan ini. Kali ini aku bertemu dia dengan penampilan yang berbeda, tubuhnya terbalut rapat dari atas kepala hingga ujung kaki mungkin dia melakukannya karena di sini memang diwajibkan untuk menutup auratnya. Namun dengan seperti itu dia terlihat semakin anggun dan menawan.Tatapan kami sempat saling mengunci beberapa saat, kami saling menatap tanpa menyapa ataupun berkata apa-apa, namun dia dengan segera memalingkan muka dan sibuk dengan urusannya sendiri. Persentasi semua orang berjalan dengan lancar dia mendapatkan urutan terakhir. Meskipun dia melakukan dengan cara yang berbeda dengan kami semua, tapi dia terlihat percaya diri dengan apa yang dia lakukan. Safa memang wanita yang berbeda.Saat acara sudah selesai aku menyapanya, dia terlihat dingin, menjawab
"Syukur alhamdulillah saya mendapatkan proyek pengadaan seragam sebuah sekolah. Mulai besok kalian hanya boleh mengerjakan ini ya, pastikan jahitannya rapi dan bagus. Yang paling banyak menyelesaikannya tanpa kesalahan akan mendapatkan bonus tambahan," ucapku pagi itu kepada sepuluh karyawan jahit yang ada di konveksiku. Pengumuman yang baru saja aku sampaikan disambut dengan sukacita oleh mereka semua. Bonus tambahan selalu membuat setiap orang bersemangat dalam bekerja. Untuk pesanan awal pihak sekolah memberiku waktu satu bulan untuk menyelesaikan 300 setel pakaian seragam. Mereka mengatakan 300 baju seragam itu akan diberikan untuk kelas VII pihak sekolah sedang mengadakan pergantian seragam secara bertahap. Jika hasilnya memuaskan, maka bulan kedua mereka akan langsung memesan lebih banyak lagi untuk kelas VIII dan kelas IX.Karena aku memiliki sepuluh karyawan jahit maka dalam tiga puluh hari, mereka harus menyelesaikan tiga puluh stel baju. Namun jika ada yang lebih cepat men
Aku melajukan mobil aku, berkendara menuju ke rumah Qia. Tadi pagi tiba-tiba anak itu memintaku untuk datang ke rumahnya. Dia sedang menagih janjinya padaku.Hari ini hari Minggu, jadi papanya dan juga dirinya libur sekolah. Lalu pagi-pagi sekali, aku menerima telepon darinya. Gadis kecil itu mendapatkan nomor teleponku saat dia ke rumahku waktu itu.Qia memaksaku menulis nomor telepon di kertas yang dia miliki, meskipun aku sudah mengatakan jika papanya sudah memiliki nomor handphone-ku tapi dia tetap memintaku menulis nomorku pada kertas miliknya.Begitu sampai di depan rumahnya, gadis kecil itu sudah menungguku di depan pintu rumahnya."Qia pikir tante tidak akan datang," ucapnya sambil memeluk pinggangku."Tentu tante akan datang, kan tante sudah berjanji," jawabku sambil mengelus rambutnya yang hitam dan lurus.Seorang wanita yang terlihat masih muda mempersilahkanku masuk ke dalam rumah."Tante, perkenalkan ini mbak Mia yang menjagaku setiap hari," ucap Qia memperkenalkan wanita
POV Abimanyu_______________"Diamlah dan cepat buka pintunya!" pekiknya kencang sambil menghentakkan kakinya yang jenjang.Aku sempat kaget melihat sisi lain dari wanita ini, saat pertama bertemu, aku melihatnya begitu anggun, pintar dan penuh percaya diri. Kali kedua aku bertemu dengannya di rumahnya, dia terlihat keibuan saat bermain bersama Qia. Kemudian tadi saat aku melihatnya menerima telepon dari mantan mertuanya, dia begitu perhatian dan penuh kekhawatiran. Namun sekarang saat melihat dia berteriak-teriak seperti itu, aku melihatnya seperti anak kecil yang tidak sabaran. Laki-laki yang aku yakini sebagai mantan suaminya itu lantas bergegas menuju ke depan pintu yang sejak tadi hendak aku dobrak, pria itu kemudian membukanya dengan kunci yang ia bawa.Begitu pintu terbuka, wanita yang aku tahu bernama Safa itu langsung berlarian masuk ke dalam rumah dan menghambur ke arah wanita yang nampak terkapar tidak berdaya di lantai."Bu, Ibu ... Bangun Bu," ucapnya sambil memeluk tub
"Mas kamu harus menyuruh istrimu untuk lebih banyak tinggal di rumah menemani ibu, dulu kamu memintaku tinggal di rumah dengan ibu. Sekarang kenapa kamu tidak melakukannya kepada Dania, kasih yang ibu sendirian di rumah. Jika jatuh seperti tadi lagi gimana?" ucapku pada mas Galih. Aku meminta Mas Galih melakukan itu karena tidak tega pada ibu yang mengadu padaku tadi."Kamu tidak usah ikut campur urusan keluargaku Safa, uruslah kehidupanmu sendiri toh kamu sudah dekat dengan laki-laki lain bukan? Untuk apa kamu mendekati keluargaku lagi," jawab mas Galih menyakitkan hatiku"Aku tidak bermaksud ikut campur urusan keluargamu, aku hanya kasihan pada ibu tadi beliau meminta padaku agar dia bisa tinggal di rumahku. Apa perlu aku bawa ibu ke rumahku?"Kamu sudah tidak berhak lagi atas ibu, apalagi membawanya ke rumahmu. Dia hanyalah MANTAN MERTUA bagimu. Sama sama seperti diriku yang sudah menjadi mantan suamimu dan kita tidak berhak bersama."Mas Galih seolah dengan setengah jam menekanka
Mobil yang dikendarai Mas Abi bergerak menjauhi rumah kami. Hari ini lelakiku itu mengajakku jalan-jalan tanpa anak-anak bersama kami. Dia ingin mengajakku refreshing, menyenangkan diri, merilekskan tubuh dan otot-otot setelah beberapa waktu yang lalu berjuang melahirkan putra kami. Awalnya aku menolak karena kasian anak-anak, ditambah lagi bayi kami baru dua bulan. Gimana jika nanti rewel kalau ditinggal. Setelah meyakinkan diriku, akhirnya aku mengikuti kemauan Mas Abi. Qia dan Albi pergi ke rumah Omanya. Keduanya di jemput pagi-pagi sekali, sedangkan Azam di rumah dengan pengasuhnya. Aku sudah menyediakan ASIP yang cukup banyak, cukup hingga sore atau bahkan malam nanti. "Kemana kita, Mas?" Tanyaku pada lelaki yang duduk di sampingku.Fokus menyetir kendaraan roda empat yang kami tumpangi. "Bersenang-senang. Mencari hiburan, kamu pasti penat terus berada dirumah. Sejak melahirkan, kamu belum pergi kemanapun." Perkataan Mas Abi memang benar, sejak melahirkan aku menghabiskan ba
Rumah sudah mulai sepi kembali, tinggal Mama dan Papa, juga kedua teman yang selalu ada untukku, Kaira dan Lili.Hari ini kami mengadakan acara aqiqah untuk anak ke tiga kami. Bayi laki-laki yang kami beri nama Khairul Azzam itu, saat ini sudah berusia dua minggu. Kami sengaja melakukan acara aqiqah setelah dua minggu kelahirannya agar keadaanku sudah pulih saat kami mengadakan acara tersebut. Bahkan Kaira dan Lili juga tidak aku izinkan untuk datang menengok saat aku masih dalam keadaan belum sehat. Hari ini adalah hari pertama mereka datang setelah aku melahirkan. Saat itu aku memang benar-benar ingin istirahat total tanpa ada yang menjenguk, hanya Mama dan Papa yang bolak-balik datang ke rumah kami. Kelahiran kali ini begitu sulit, penuh dengan perjuangan, sehingga aku tidak mau segera ditengok oleh siapapun agar bisa banyak beristirahat. Aku, Kaira, dan Lili, saat ini sedang berada di teras rumah. Tadi setelah acara memang keduanya sengaja tidak pulang dan ingin ngobrol dengank
"Apa maksudnya, Suster. Ini sudah sakit sekali bagaimana bisa masih belum," erangku menahan rasa sakit yang kembali datang. "Sabar yaa, Bu." Perawat itu membantuku tidur miring kembali dan mengusap-usap pinggangku.Nyaman terasa saat tangan lembut itu mengusap pinggangku. Tak lama kemudian, Perawat itu kembali berjalan keluar kamar, aku berteriak memanggilnya. "Suster mau kemana, jangan pergi. Aku udah gak tahan lagi," pekikku kencang. "Mas, sakit Mas. Aku nggak mau lagi kalau kayak gini. Aku mau operasi saja." Aku berkata sembari menatap ke arah Mas Abi yang masih berdiri di samping ranjang. Wajahnya tampak khawatir melihatku. Pria itu kembali duduk di atas kursi yang berada di samping ranjangku."Iya udah, ayo gimana baiknya," sahutnya seraya meriah tanganku lagi. Tak lama berselang, masuk lagi dua orang perawat ke dalam kamarku."Mari Bu, ke ruang tindakan," ucap salah satu dari perawat tersebut. "Saya udah gak bisa bangun lagi, Sus." Rasanya aku memang sudah tidak sanggup b
POV SafaWaktu berlalu dengan cepat, tidak terasa usia kehamilanku sudah memasuki trimester ketiga. Setelah trimester kedua tidak ada drama lagi dalam kehamilanku, aku sudah bisa mulai memakan apa saja dan berat badanku serta bayi beserta naik secara signifikan. Pada pemeriksaan terakhir kali beberapa waktu lalu, dokter mengatakan semuanya baik-baik saja. Posisi bayi sudah sempurna, berat badannya cukup, air ketuban cukup, plasenta masih bagus. juga cukup insya Allah kan aku bisa melahirkan secara normal seperti saat aku melahirkan Albi dulu. Aku mulai rajin jalan-jalan begitu usia kandunganku memasuki trimester ketiga, makan buah-buahan yang bagus untuk ibu hamil yang sudah mendekati masa HPL. Diantaranya saja buah nanas.Buah nanas memiliki kandungan bromelain yang mampu membantu melunakkan leher rahim hingga memicu kontraksi pada ibu hamil. Namun buah ini tidak disarankan dikonsumsi secara berlebihan karena menyebabkan diare yang tidak menyamankan ibu hamil saat melahirkan. Ka
POV Abimanyu"Tega sekali kalian," terdengar suara Safa sedang berbicara dengan orang.Aku yang baru saja keluar dari kamar mandi sangat jelas mendengar suara Safa, kami tadi bergantian ke kamar mandi setelah pulang dari rumah Mama. Meskipun sampai rumah sudah jam setengah sepuluh malam tapi aku memutuskan mandi dengan air hangat. Meskipun sudah jam sepuluh malam, tapi istriku itu tetap melakukan panggilan video dengan temannya. Sepertinya itu dengan Kaira dan juga Lili, mereka berdua memang membantuku untuk membawa Safa keluar dari rumah, sebelum akhirnya aku jemput untuk pergi ke rumah Mama. Pelan kuayunkan langkah mendekat pada istriku yang sedang duduk di depan meja riasnya. Bercermin sambil menelpon teman-temannya. Aku berdiri di sampingnya, bisa melihat layar smartphone milik Safa tapi Lili dan Kaira tidak bisa melihatku."Kalian sengaja membohongiku, kan? Jadi sebenarnya Lili itu mau beli baju beneran atau enggak sih? Atau cuma akal-akalan kamu saja, Li?" tanya sama pada te
POV Abimanyu"Mas, tega kamu melakukan ini padaku. Kamu yang salah, masa aku yang harus kena omelan mama," ucap Safa dengan wajah memelas. Sebenarnya aku tidak tega melakukan ini padanya, tapi ini adalah bagian dari skenario untuk memberinya kejutan. "Ya mau bagaimana lagi, Mama yang minta kamu kesana. Yang penting kita ke sana dulu saja.""Aku nggak mau pokoknya," tolak Safa. matanya mulai berembun.Antara mama dan Safa memang tidak pernah terjadi perseteruan. Hanya sekali waktu pertemuan kami sebelum menikah, dimana saat itu Mama melukai Safa dengan perkataannya. Dan swkali setelah menikah, saat Qia ngambek dan minta diantar ke rumah Omanya, lalu ke kuburan mending Mamanya. Mungkin momen itu begitu membekas di hati Safa hingga dia tidak mau juga mama kembali berkata buruk padanya. "Aku lagi hamil Mas, masa kamu tega melihat istrimu dimarahi oleh mamamu?" kali ini Safa mulai terisak.Hormon kehamilan membuatnya menjadi wanita yang mudah menangis. membuatku malah menjadi khawatir p
Sepeninggalnya Lili, aku dan Kaira kembali ke ruang kerja Kaira. Temanku itu mengajakku untuk berbicara dengan santai di ruang kerjanya. "Aku nggak nyangka kamu bakalan bisa akur dengan istri dari mantan suamimu. Ini sungguh sesuatu yang sangat langkah," ucap Kaira begitu kami sampai di dalam ruangannya."Jika Itu bukan Lili, mungkin aku tidak akan bisa juga akrab dengannya. Apalagi menjalin keakraban dengan segala yang berhubungan dengan mantan suamiku. Ditambah lagi perpisahan kami dulu sangat menyakitkan, tapi semuanya sudah berlalu aku sudah mendapatkan banyak kebahagiaan dan aku juga sudah move on dari segala masa laluku itu.""Termasuk dengan wanita yang menjadi penyebab hancurnya rumah tanggamu?"Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Kaira. "Bagaimana kabar wanita itu? Apa kamu masih mendengar tentangnya? Dia masih satu kampung dengan kamu kan.""Dia sudah mendapatkan balasannya, dan sekarang mungkin dia sudah menjadi orang yang lebih baik. Sudahlah, jangan
"Termasuk apa Lili?" tanyaku penasaran. "Termasuk dia yang dijadikan ibu pengganti. Aku tidak habis pikir dengan hal itu. Itu mungkin pukulan berat yang membuat wanita itu jadi insyaf.""Dia cerita apa lagi?""Tentang itu saja mbak yang bikin aku shock.""Dania cerita juga tentang aku?" Aku mencoba memancing Lili bercerita yang lain. "Enggak Mbak, memangnya Mbak Safa ketemu dengannya juga?""Enggak sih kalau di kota ini, tapi pas aku pulang kampung sempat bertemu dengannya dan seperti padamu, dia juga minta maaf padaku," jawabku apa adanya.Jadi Dania tidak menceritakan tentang aku, syukurlah. Wanita itu memang benar-benar sudah berubah. "Oh iya Mbak, bisa nggak Mbak Safa nemenin aku ke butik Mbak Kaira lagi," ucap lili mengubah topik pembicaraan. "Memangnya kamu mau memesan baju pernikahan?" tanyaku dengan penasaran.Pasalnya kerjasama antara Lili dan Kaira waktu itu tidak jadi. Lili bilang menjual baju pengantin tidak semudah menjual baju yang aku produksi maupun yang diproduksi
"Tadaaa ....," serunya sembari mengangkat sebuah rantang berwarna orange tepat di hadapanku. Aku masih memandangnya dengan tatapan tidak mengerti. Apakah kejutan yang dia maksud adalah dengan memberiku sebuah rantang kejutan, macam apa ini."Ini kejutannya, kamu memberiku rantang?"Ini bukan sekedar rantang, Mbak. Yang paling penting adalah isinya. Kata Mas Abi, kamu menginginkan masakan Ibuku, kan. Nah di dalam rantang ini ada masakan spesial yang Ibuku masakan buat kamu. Selain rantang ini ada juga yang di dalam itu, ucap Lili panjang lebar sambil menunjuk goodie bag. Wah jadi mas Abi benar-benar mengatakan keinginanku pada Lili. Kapan dia mengatakan, ternyata suamiku itu benar-benar memenuhi semua keinginanku bahkan hal ini pun tanpa sungkan ia lakukan."Kapan mas Abi bilang padamu?" Aku bertanya dengan penasaran"Bukan padaku sih, tapi suamimu itu bilang pada Mas Galih, kemudian Mas Galih bilang padaku, terus aku bilang pada ibu deh," tutur Lili jelaskan. Oh ternyata begitu cer