Ibunya Bening duduk di samping Bening dan menepuk-nepuk punggung sang anak. “Ning, Ibu paham kamu khawatir sama Lingga, tapi kamu jangan berpikir buruk ya? Sugesti negatif itu bisa jadi juga berpengaruh lho. Berprasangka baik saja ya?” Bening maunya juga begitu. Tetapi, di saat-saat seperti ini man
“Apa maksud kamu ngomong gitu, May?” tanya Damar. Maya berusaha kelihatan biasa. Padahal, isi hatinya juga sedang berantakan. “Aku udah mikirin ulang soal ini, dan aku memutuskan untuk besarin anakku sendiri aja.” “Itu juga anakku, May.” Maya mendengkus pelan kemudian terkekeh sinis. “Loh? Bukan
“Mau ngasih apa yang kamu mau,” desis Damar. Maya menatap horror kepada Damar ketika pria itu naik sepenuhnya ke atas ranjang, mengukung tubuh Maya di antara kedua lengannya. * Di rumah Bu Rita, Kinan gelisah menunggu Damar pulang. Sudah satu jam sejak Kinan berbicara dengan Damar tadi, tetapi be
“Tante!” Susan yang hampir saja mendorong punggung Bening seketika menarik tangannya. Jantungnya berdebar kencang, dan napasnya seketika tercekat. Seorang anak kecil pedagang gorengan berlari ke arah Susan dan Bening. Saat itu juga, Bening menoleh dan kaget melihat ada Susan di sana. “Susan?” Su
Susan memucat mendengarnya. Ia hanya bisa mengepalkan telapak tangannya ketika Bening akhirnya berbalik pergi meninggalkan ia sendirian di sana. “Ck, sialan!” gerutu Susan. Padahal ia nyaris saja berhasil melenyapkan Bening. * Kemarin, Damar akhirnya pulang dengan suasana hati yang suntuk. Kinan
Bening tidak tahu mana yang lebih menyebalkan, Susan yang terus meminta agar Bening membujuk Wildan supaya mau menikahinya, atau Wildan yang tidak mau berhenti mengganggu kehidupan Bening. Sungguh, Bening tidak paham dengan kedua orang itu. Mereka pernah menjadi orang yang dekat dengan Bening, siapa
Saat itulah, ekspresi Kinan semakin kelihatan menggelap. Bening jadi merasa bersalah karena ia pikir, mungkin pertanyaannya sensitif atau bagaimana. “Mas Damar kerja, Mbak.” “Oh…” Bening tidak bertanya lebih lanjut. Ia takut menyenggol masalah yang seharusnya tidak boleh ia ikut campur di rumah
“H-hah?” Rekan Wildan semakin menaruh curiga. Sebenarnya, rekan Wildan ini sudah beberapa kali melihat gerak-gerik aneh Wildan. Namun, berhubung tugas mereka di sini juga semakin sibuk karena terbagi dua antara tugas satgas dan juga mencari Kalingga, jadi rekan Wildan ini kadang juga lupa mau berta
Setelah semua urusan selesai, Langit dan Dahayu akhirnya pulang ke rumah. Karena Dahayu mengendarai mobilnya sendiri, Langit mengikutinya dari belakang dan memastikan wanita itu tidak menghilang dari pengawasannya. Langit langsung menarik Dahayu masuk ke kamar begitu mereka sampai. Dahayu pasrah-p
Sudah dua jam berlalu sejak Langit keluar dari rumah. Dahayu mulai khawatir. Pasalnya, laki-laki itu sama sekali tidak menghubunginya. Pikiran Dahayu mulai tertuju kepada klub malam. Namun, dengan segera dia mengenyahkan kemungkinan itu. “Langit udah berubah. Dia nggak bakalan pergi ke klub malam l
“Ya Allah, beneran, Yu?” Bening sampai tidak percaya mendengarnya. Semua orang di meja makan terlihat tersenyum, terutama ibu Langit yang akhirnya mendapatkan cucu pertamanya. Dahayu malah malu sendiri karena menjadi pusat perhatian. Bening berdiri dari kursinya dan menghampiri Dahayu, memeluk putr
Bibir mereka tidak menempel lama. Karena tiba-tiba Dahayu mendorong Langit dan beringsut menjauh. Wajahnya memerah padam dan jantungnya berdebar tak karuan, tetapi dia justru menolak bertautan dengan Langit. Langit menatap Dahayu dengan kecewa. “Kenapa, Yu? Apa aku salah cium kamu? Aku ‘kan suami k
Buket bunga yang Langit bawa cukup besar. Dahayu sampai kesulitan membawanya dan hampir tidak bisa melihat apa pun. Sementara itu Langit tersenyum kecil melihat Dahayu kewalahan membawa buket itu. Dia mengikuti istrinya memasuki rumah singgah. Ini bukanlah kunjungan pertama Langit ke rumah ini, teta
“Kamu... hamil?” Dahayu mengangguk pelan. Tanpa sadar tangannya berdiam di perutnya sendiri. “Iya, aku hamil. Karena itu, aku mutusin kasih kamu kesempatan. Aku nggak ingin anak ini terlahir tanpa seorang ayah,” ujarnya lirih. Langit menelan ludah, masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
Akhirnya, Dahayu berbicara dengan Langit di ruang tunggu rumah sakit. Tidak banyak orang yang berlalu lalang di sekitar sana sehingga mereka bisa berbicara dengan lebih leluasa. Akan tetapi, kehadiran Sagara di antara pasangan suami-istri itu membuat suasana menjadi tegang. Sagara terus memperhatika
Setelah mengetahui dirinya hamil, Dahayu tidak bisa berhenti menangis. Tangannya gemetaran memegangi testpack yang memperlihatkan dua garis biru. Dahayu bingung apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Haruskan Dahayu menyimpan semua ini sendirian ataukah memberiahukannya pada Langit? “Assalamualaik
Begitu tahu ibunya tak sadarkan diri, Langit langsung melarikan ibunya ke rumah sakit. Langit meminta tolong Bi Ikah untuk memegangi ibunya di bangku penumpang belakang. Kepalanya sedang berkecamuk, tetapi Langit harus bisa fokus pada jalanan di depannya demi menghindari kecelakaan. Mobil mewah Lan