“Bisakah Anda lebih spesifik?” “Saya tidak ingat kapan persisnya. Tapi kebiasaan Saba yang suka minum-minum bertambah parah. Ada suatu kali tanpa sepengetahuan saya Adil mengajak Saba ke Medan dan Saba pulang dengan agak terhuyung. Saya tahu dari baunya ia habis minum.” “Jadi menurut Anda Adil sengaja makin menjerumuskan Saba dan yah ujungnya membuat Saba berhutang padanya?” “Ya. Saya tahu ini mungkin terdengar dugaan yang berani. Menurut saya tindakannya bertujuan agar Saba bergantung padanya. Saya berulang kali memperingatkan Saba. "Bagaimana pun Adil itu pengusaha yang berpengaruh di kampung ini. Jangan membuat masalah dengan orang seperti dia. Selama saya berumah tangga dulu dengan Adil, saya cukup tahu bahwa Adil gampang menyelesaikan beberapa masalah karena koneksinya. "Yah, tentu saja terkadang dia juga menolong warga tak mampu yang terbelit masalah. Jadi, bisa dibilang orang-orang di kampung menaruh hormat sekaligus sungkan padanya.” Sasmita berpikir sesudah bicara apaka
“Iya. Pada waktu mereka menemukan racun di gudang, ponselku sempat diperiksa. Tak ada apa-apa disitu. Aku juga tak pernah berhubungan dengan Sasmita. Aneh sekali sampai aku dicurigai bersekongkol dengannya.”Jika Kurniawan sampai memperingatkan Nurah tentang kenaikan statusnya dari saksi menjadi tersangka dengan hanya bermodal sidik jari-hal yang sama berlaku juga pada Sasmita, tidak ada keraguan akan terjadinya hal itu.“Sekarang apa yang harus kulakukan jika aku menjadi tersangka?”Baik Ilbi dan Malik merasa polisi tidak akan terburu-buru. Tapi peluang Nurah untuk lolos juga terlihat tidak mudah. Kesaksian Nurah terhadap Sasmita malah tidak meringankan Nurah sendiri. Ilbi akhirnya berkata,” Nurah, bukan kau pelakunya kan?”Nurah terkejut dengan pertanyaan Ilbi. Tangannya mulai sedikit gemetar. “Tentu saja tidak. Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?” Nurah tidak menyukai kegugupannya. Padahal ia tetap meyakini, jika memang tak bersalah, tak perlu merasa bersalah.“Bagaimanapun lembaga
“Tentu saja. Saya hanya ingin tahu pendapat Anda tentang Nurah, tapi Anda bilang tak pernah berinteraksi dengannya. "Jadi, seandainya Anda mengatakan suatu hal semisal Anda membenci Nurah, itu tidak mungkin, karena Anda tak pernah berinteraksi dengannya.”Gadis itu menatap Malik dengan bingung dan mencerna apa yang telah ia katakan pada Malik. Menurutnya, lelaki di depannya ini termasuk menarik dan berprospek sebagai pasangan yang diidamkannya jika tidak dalam situasi mereka yang berseberangan kubu dan perkataannya yang berbelit-belit. “Saya memang tak pernah berinteraksi dengannya.”“Maksud saya, apakah Nurah tak pernah mampir sebagai tetangga, atau entah sekedar bertegur sapa?”“Sepengetahuan saya tak pernah. Dan rasanya hal itu tak mungkin terjadi. Anda tahulah penyebabnya,” kata kasir itu.“Tapi Sasmita pernah meminta maaf dengan langsung datang ke rumah pada Adil dan Nurah. Mereka telah berdamai dan wajar di waktu kemudian mereka saling berkunjung dan berteman.”“Kalau bagia
Malik kemudian menuliskan seandainya Nurah yang menjadi pelaku. Waktu yang paling tepat memasukkan racun adalah setelah Saba pergi dari posko dan saat Sasmita keluar sebentar mengambil terpal. Malik memposisikan diri menjadi Nurah. Hal yang paling krusial adalah dari mana ia tahu Saba akan datang dan sampai menitipkan tumbler padanya? Berdasarkan kegiatannya yang sejak pagi sampai sore menunggui kolam, kemunculannya di posko tidak terlalu pasti. Bagaimana caranya Nurah mengetahui bahwa Saba akan datang malam itu dan dengan begitu bisa menyiapkan racun? Nurah tak pernah beranjak semenjak menjalankan tugas memasak. Jadi racun itu mesti memang telah dibawanya sejak awal. Tapi kapan ia tahu akan bertemu Saba dan punya kesempatan meracuninya. Selain itu luar biasa sekali jika Nurah sampai membawa racun bersamanya di saat targetnya tak jelas akan memberinya kesempatan memasukkan racun. Terlalu banyak kebetulan. Kemungkinan lain adalah seorang ART bernama Rani yang membawakan bungkusan
Kalau begitu, segala keterangan, sikap, serta jawaban-jawaban yang Sasmita dan Nurah katakan sudah diatur mereka sendiri. Seolah saling menyerang padahal saling melindungi. Sungguhkah ada kemungkinan dua orang ini untuk bersekongkol? Sejauh ini Malik belum menemukan alasan yang kuat untuk ide gila ini. Namun akan berbeda jika sebenarnya baik Sasmita maupun Nurah punya kegilaan yang tak tampak dari luar.Ada satu bagian paling penting untuk ditindak lanjuti. Ia harus mencari tahu siapa sebenarnya Saba dan mencari jejaknya.Malik mengirimkan pesan pada rekannya bernama Ben, rekannya di usaha jasa perdetektifan untuk mencari tahu tentang Saba.Keesokan hari menjelang siang masuk pesan dari Ben. Tanggal lahir, alamat, nomor rekening, sekolah dasar sampai lanjutan yang ditempuhnya Saba serta beberapa pekerjaan yang sempat dijalaninya. Satu informasi menarik adalah catatan bahwa pada akhir bulan Oktober, Saba sempat berurusan dengan kepala dusun yang juga melibatkan polisi desa di kabupat
“Kau menyimpannya? Siapa yang memberimu ini? Yah. Memang kami membelinya bersama-sama. Saat itu ayahmu membelinya untuk membersihkan sarang kumbang tanduk di satu pohon aren dekat kebun.” Nurah berusaha bicara setenang mungkin. Pastilah Faiz si orang pembukuan yang memberitahu Nizam akan pembelian berdasarkan nota ini. Racun ini dibeli bersama perkakas dan beberapa jenis pupuk yang dibelinya saat menemani Adil. Dan itu kira-kira tiga bulan yang lalu. Sebenarnya kebiasaan menyimpan nota penjualan dimulai dari Nurah sendiri. Agar bisa fleksibel dalam menghitung pengeluaran karena pembelian perkakas dan berbagai pupuk merupakan bagian kegiatan usaha. Hal ini sedikit menjadi bumerang bagi Nurah. “Hanya perlu sedikit untuk itu. Tapi kenapa yang tersisa sampai kurang setengah kilo? Ke mana sisanya? Ayah tak mungkin melakukan hal yang berakibat buruk pada Ibu walau dia membenci Saba!” Alis Nurah tertarik dengan tuduhan tak langsung Nizam ke arahnya. “Kau menuduhku yang meracuni kolam i
Nizam menatap lemari yang sebagian isinya di ambil seperlunya oleh Nurah. Pagi mengejutkan yang tak diduga penghuni rumah lainnya namun juga diam-diam melegakan bagi Adian. Mengendap-endap mencari tahu asal suara keponakannya yang meninggi samar-samar. Ia melihat Nurah yang pergi tanpa berkata apa pun. Sambil melongok ke lantai atas dan mendapati pintu kamar utama terbuka, Adian naik dan mendapati Nizam yang termangu di tempat tidur. Menyadari pamannya menuju ambang pintu, Nizam bergegas memasukkan bon yang digenggamnya ke saku celana.“Kenapa bundamu pergi dengan membawa tas besar dengan muka masam? Dia minggat?” Adian menatap keponakannya yang berwajah tegang.“Kami habis bertengkar. Tolong jangan tanya apa yang membuat kami bertengkar ya Om. Aku mau menenangkan diri dan istirahat ke rumah Ibu dulu,” balas Nizam tanpa menoleh sambil beranjak keluar meninggalkan Adian.“Yah, apapun yang terjadi antara kau dan bundamu tak usah terlalu dihiraukan,” ucap Adian sambil Nizam berlalu tur
Nizam mengelakkan bahu untuk menghalau tangan Sasmita. Sasmita mengulurkan tangan untuk menangkup wajah anaknya namun ditepis lagi. Hati Sasmita mencelus. Dengan napas tercekat Sasmita berusaha menata kalimatnya.“Aku tahu ini terdengar seperti yang kupikirkan hanya aku sendiri. Tapi, ibumu ini dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Mengerikan sekali jika aku menjadi tersangka karena sidik jari yang tertinggal dan aku sendiri tak mampu membayar pengacara. "Bagaimana caranya Nurah sudah didampingi kuasa hukum tanpa bayaran? Dia mendapatkannya karena ayahmu selalu di belakangnya. Bahkan setelah tiada ayahmu masih memberi perlindungan padanya.”“Sudah. Aku capek mendengarnya! Aku mohon jangan terlalu menyalahkan ayah!” Nizam hendak beranjak ke kamarnya sendiri namun terhenti seiring lanjutan kalimat Sasmita.“Kau selalu berada di sisi ayahmu dan tak pernah memihakku!”Nizam mengepalkan tangan untuk membendung gemuruh yang menderu dadanya. Ia sudah terlalu lama menahan amarah dan rasa k