Share

Karma untuk Suami Pelit
Karma untuk Suami Pelit
Author: Tetiimulyati

1. Istri Baru

Author: Tetiimulyati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Tiap hari, menu di meja makan, ini terus, sangat membosankan! Apa tidak ada lauk yang lain selain tempe dan tahu?!" Mas Riko bangkit sambil menggebrak meja.

"Tapi uang yang Mas beri hanya mampu untuk membeli tahu dan tempe." Aku mencoba untuk membela diri.

"Aku sudah kasih uang seratus ribu untuk satu minggu. Kalau menunya seperti ini terus besok aku turunkan jadi lima puluh ribu!"

"Apalagi uang segitu Mas, satu hari saja mana cukup!"

"Kamu itu jadi istri harus pandai atur keuangan. Pandai bersyukur, jadi benalu saja banyak maunya," ucapnya seraya bangkit dan meninggalkan meja makan dalam keadaan emosi.

Aku tertegun, berusaha menenangkan hati, uang nafkah seratus ribu seminggu saja diungkit, sedangkan kemarin aku menemukan bon di kantong kemejanya, berbelanja jutaan rupiah entah untuk siapa.

Itu adalah salah satu percakapan kami satu bulan yang lalu. Setiap hari memang selalu ada saja yang diributkan oleh Mas Riko. Kurang inilah, kurang itulah, semua harus sesuai dengan keinginannya. Sementara uangnya dia kasih hanya seratus ribu seminggu.

Dan hari ini, aku sudah benar-benar tidak tahan. Hari minggu ini, seharusnya Mas Riko ada di rumah, menghabiskan waktunya bersama keluarga terutama putri semata wayang kami. Tapi pagi-pagi sekali dia sudah rapi dan berpamitan pergi tidak jelas. Maka segera kukemasi barang-barangku, habis sudah kesabaranku.

"Kamu pikirkan lagi, Lis. Memangnya kamu bisa hidup tanpa aku? Orang tua sudah gak ada, pekerjaan pun tidak punya. Lalu kalian mau makan apa? Lebih baik terima nasib saja jadi istri pertama. Kamu tidak perlu memikirkan biaya hidup, hanya tinggal rela berbagi suami saja dengan Alin."

Ucapan Mas Riko sama sekali tidak bisa menghentikan gerakanku memasukkan pakaianku dan Kayla-puteri kami-ke dalam tas besar. Tekadku untuk berpisah dari Mas Riko sudah bulat setelah kemarin dia terang-terangan membawa wanita lain ke rumah ini.

Wanita yang diakui sebagai istri barunya itu memang cantik dan terawat. Pantas saja lantaran Alin adalah salah satu rekan kerja satu kantor dengan Mas Riko yang mungkin tidak pernah terkena asap dapur sepertiku.

Sebenarnya aku sudah tahu sejak beberapa bulan yang lalu perihal hubungan mereka. Secara tidak sadar Mas Riko sering memuji kecantikan wanita itu di depanku. Lalu diam-diam aku berteman dengan Alin di media sosial dengan menggunakan akun palsuku. Wanita itu kerap mengunggah poto bersama Mas Riko. Meski wajahnya disembunyikan, tapi aku tahu postur tubuh dan pakaian suamiku sendiri.

Dan puncaknya adalah tiga hari yang lalu. Mas Riko membawa Alin ke rumah.

"Terima atau tidak, terserah kamu. Aku cuma mau memberitahu kalau aku dan Alin sudah menikah."

"Kamu tega melakukan ini padaku, Mas?" Saat itu langit seperti runtuh menimpaku. Meski aku sudah tahu perihal hubungan mereka, tetap saja hati ini terasa sakit.

"Jangan salahkan aku, Lis. Salah kamu sendiri yang tidak bisa mengurus diri. Lihat dirimu yang tidak terawat itu, sangat membosankan. Padahal setiap bulan aku memberi uang yang cukup untuk pergi ke salon."

Kali ini aku tidak mau menjawab. Padahal uang bulanan yang dia berikan padaku tidak sampai seperempatnya dari gaji Mas Riko. Itu pun kadang aku berikan pada Ibunya Mas Riko, mertuaku. Ibu mertuaku itu seorang janda, hidup mengandalkan uang pensiun Ayah mertuaku yang dulunya hanya pegawai golongan rendah di sebuah instansi pemerintah. Aku sudah mengusulkan pada Mas Riko untuk memberikan uang setiap bulan pada Ibu, tapi apa jawabnya.

"Ibu itu hanya hidup berdua dengan Reka. Uang pensiunan ayah sudah lebih dari cukup. Kamu pikirkan saja kebutuhan rumah kita."

Saat itu aku hanya diam. Meski akhirnya aku tidak sampai hati melihat ibu mertuaku kekurangan. Apalagi Reka, adik bungsu Mas Riko itu masih sekolah.

"Makanya punya wajah dan tubuh itu dirawat. Jadi suamimu tidak melirik wanita lain yang lebih enak dipandang." Masih kuingat nyinyiran Alin kemarin ketika dengan mesranya tangan suamiku menggandeng pinggang rampingnya.

"Enak dipandang saja percuma, rumah tangga itu bukan hanya untuk dipandang tapi juga dirasakan." Aku memberanikan diri menatap mata wanita itu. Seketika mata yang dipenuhi bulu mata palsu itu membola.

"Buktinya Mas Riko lebih menyayangi aku ketimbang wanita lusuh sepertimu," cibirnya lagi.

"Sudahlah, Sayang, tidak usah berdebat. Toh keputusanku sudah jelas." Mas Riko mencoba menengahi, lebih tepatnya mungkin membela wanita itu. Dia sama sekali tidak memikirkan perasaanku.

Aku membuang nafas berat ketika teringat sikap keduanya tiga hari yang lalu dan pria itu sekarang masih berdiri di hadapanku, melihatku merapikan baju-baju dan barang-barang kami.

"Keputusanku sudah bisa tidak bisa diubah lagi, Mas. Seperti keputusan Mas Riko untuk menikahi wanita itu. Aku hanya minta Mas Riko mengantarku secara baik-baik pada Mbak Tika. Seperti dulu Mas memintaku padanya."

"Aku tidak berniat menceraikanmu. Jadi kalau kamu bersikeras untuk pisah dariku, aku tidak mau tahu. Dan aku tidak mau mengantarmu, karena ini bukan keinginanku." Sambil bersilang tangan di dada, pria tampan yang dulu sangat memujaku itu berkata sinis.

"Baiklah, Mas, kalau itu maumu," ucapku sambil menggendong Kayla kemudian meraih tas yang sudah kupersiapkan lantaran terdengar klakson dari luar rumah. Itu pasti mobil taksi yang ku pesan secara online tadi.

Rasanya berat meningkatkan rumah yang penuh kenangan ini. Rumah yang terbilang cukup mewah ini memang sudah ada ketika Mas Riko menikahiku dan cicilannya baru selesai satu tahun yang lalu. Dua tahun pertama aku menikah dan tinggal di rumah ini memang penuh dengan kebahagiaan. Mas Riko begitu mencintai dan menyayangiku hingga saat aku hamil pun dia begitu perhatian. Sikapnya berubah ketika Kayla sudah memasuki tahun kedua, anak itu sudah belajar berjalan dan aku semakin kerepotan mengurusnya. Sehingga kuakui memang aku tidak sempat memperhatikan diri sendiri. Pantaslah kalau Mas Riko mengatakan aku tidak bisa mengurus diri karena waktuku habis untuk mengurus rumah dan memperhatikan Kayla.

Aku menolak menggunakan jasa pembantu ataupun babysitter lantaran Mas Riko tidak mau mengeluarkan uang lebih.

"Kalau kamu mau memakai jasa pembantu, pakai uang yang sudah kuberikan. Sisanya atur untuk keperluan rumah."

Jelas saja aku tidak mau, jatah bulanan yang sangat minim lalu dipotong untuk membayar pembantu, sudah terbayang pusingnya aku mengatur uang itu.

"Anak kita 'kan baru satu, rumah ini pun tidak terlalu besar. Aku pikir kamu bisa mengurusnya sendiri." Itu yang dikatakan Mas Riko ketika aku mencoba memintanya untuk mengeluarkan uang lebih.

Daripada berdebat akhirnya aku menerima dan rela menghabiskan waktuku untuk mengurus rumah dan anak semata wayang-ku. Tapi pada akhirnya Mas Riko malah menyalahkan aku. Lantaran aku dinilainya tidak bisa mengurus diri.

Satu-satunya orang yang aku harapkan bisa menampungku adalah Mbak Tika, dia adalah sepupuku, anak kakaknya Ibu. Aku anak tunggal dan Ayah meninggal ketika aku masih kecil, sementara Ibu juga berpulang beberapa tahun sebelum aku menikah dengan mas Riko. Rumah yang Mbak Tika tempati adalah warisan dari Kakek kami, itu artinya aku punya hak juga dengan rumah itu. Serta beberapa usaha dan aset lainnya yang semuanya sekarang dikelola oleh Mbak Tika. Setiap bulannya memang diam-diam aku menerima transferan dari Mbak Tika untuk nambah-nambah biaya rumah tangga kami. Kalau tidak seperti itu, mana bisa aku membalikan susu untuk Kayla.

Aku akan membuktikan pada Mas Riko, jika aku bisa hidup tanpanya dan dia akan menyesal telah menyia-nyiakan aku.

Bersambung

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Riris Poppy
Kan sudah dijelaskan uang bulanan dikasih ke mertua
goodnovel comment avatar
Isabella
betul tinggalin aja suami omdo
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
anak cuman 1 tapi kamu kerepotan banget sampai g bisa merawat diri. kamu yg dungu dan tolol. udah tau suami selingkuh tapi kamu g mengambil tindakan apa2
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Karma untuk Suami Pelit   2. Pulang

    Setelah berada di dalam taksi, air mata yang sedari tadi aku tahan akhirnya keluar juga. Kali ini aku membiarkannya membasahi pipiku. Toh tidak ada yang melihatnya, Kayla sedang anteng dengan mainan yang sengaja aku berikan padanya sementara Pak sopir juga fokus ke jalan. Selama lima tahun aku mencoba bertahan. Awal menikah sikap Mas Riko memang sangat manis padaku, meskipun saat itu dia sudah perhitungan dengan uang. Aku tidak pernah meminta lebih sebab aku tahu Mas Riko harus menyicil rumah ini. Saat jabatannya naik dan otomatis gajinya pun naik Mas Riko menambah cicilan mobil. Aku juga masih tidak banyak menuntut. Rumah dan mobil juga aku ikut menikmatinya.Namun ketika suatu hari aku mengetahui jumlah gaji yang diterima setiap bulannya tidak sama dengan yang dia katakan padaku. Aku mulai bertanya-tanya digunakan untuk apa uang itu sebenarnya. Apalagi saat itu kebutuhan rumah tangga juga meningkat dengan lahirnya Kayla. Aku pernah meminta tambahan uang untuk membeli susu anak sema

  • Karma untuk Suami Pelit   3. Butik

    Mendengar itu Mbak Tika menjatuhkan bahunya. Sebenarnya wanita itu tidak harus kaget mendengar berita ini, lantaran aku sudah menceritakan padanya jika suatu saat kemungkinan ini akan terjadi. Dia juga sudah tahu apa yang terjadi dengan rumah tanggaku dan Mas Riko.Akan tetapi, kenapa Mbak Tika terlihat seperti tidak senang mendengar aku berencana untuk berpisah dengan mas Riko. Atau jangan-jangan dia akan merasa terbebani dengan kedatanganku?"Mbak .... ?""Ah iya, Lis. Mbak sih terserah kamu saja. Toh, yang menjalani rumah tangga itu kamu. Nyaman atau tidaknya rumah tangga itu kamu yang merasakan," sahut Mbak Tika sambil menggerakkan tangannya menyuruhku duduk."Iya, Mbak, aku sudah mencoba bertahan. Kalau masalah keuangan aku juga tidak pernah mempermasalahkannya. Selama ini aku hidup dari uang penghasilan butik. Tapi yang membuatku memutuskan untuk pergi adalah Mas Riko sudah terang-terangan membagi cintanya.""Mbak mengerti, Lis, sekarang kamu mau tinggal di mana?" Aku tersentak

  • Karma untuk Suami Pelit   4. Ambil Saja

    Dia memang ke butik, tapi kenapa tidak memberitahu Mas Adnan kalau dia sedang mengantarku. Setelah penolakannya ketika aku bermaksud menumpang di rumahnya, sekarang Mbak Tika membuat teka-teki lagi dengan tidak jujur kepada Mas Ardan maksud dan tujuannya berada di butik ini. Soal pesanan itu mungkin saja benar, karena aku sama sekali tidak tahu menahu. Tapi apa salahnya Mbak Tika memberitahu suaminya itu kalau aku pulang dan dia akan menyerahkan butik ini padaku."Ayo, Lis. Mbak kenalkan kamu pada karyawan-karyawan butik," kata Mbak Tika setelah dia selesai melakukan panggilan telepon dengan Mas Ardan. Kami pun berjalan ke arah pintu masuk butik yang jujur saja aku jarang sekali mendatanginya.Mbak Tika memperkenalkan aku pada para karyawan yang jumlahnya lima orang. Butik ini memang terbilang besar lantaran dulu Ibuku mengelolanya dengan baik. Setelah Ibu tiada aku sempat mengelola beberapa bulan sebelum akhirnya aku bertemu dengan Mas Riko dan satu bulan kemudian kami menikah. Pert

  • Karma untuk Suami Pelit    5. Terkunci

    Pov RikoAkhirnya Lisa pergi juga dari rumah ini. Itu lebih baik daripada aku yang mengusirnya. Sebab dengan cara seperti itu, jika pun dia ingin berpisah dariku secara hukum itu artinya dia yang harus mengeluarkan biaya. Aku bisa beralasan karena memang tidak ingin menceraikannya. Toh, aku masih bisa menikah lagi tanpa menceraikan dia. Buktinya sekarang, aku bisa menikahi Alin. Gadis cantik yang selama setahun terakhir ini mampu mencuri hatiku. Aku tak peduli Lisa mau tinggal di mana, mau makan atau tidak lantaran dia sudah memilih pergi dari rumah ini. Seandainya dia mau bertahan di sini tentu aku masih bertanggung jawab untuk memberinya nafkah. Tapi jika dia memilih pergi berarti dia bertanggung jawab atas dirinya. Dulu aku menikahi Lisa karena aku pikir dia gadis yang manut. Tapi belakangan ini dia sering menuntut ini dan itu. Dia pikir mencari uang itu gampang. Dulu sewaktu pertama kali aku menikah dengannya sengaja aku tidak mengizinkan dia bekerja. Dengan cara seperti itu Lis

  • Karma untuk Suami Pelit   6. Kecebur Got

    Pov Riko[Di mana kamu sembunyikan kunci semua kamar di rumah ini?! Kamu jangan macam-macam, ya, Lis. Ini rumahku, hasil dari keringatku. Kamu tidak berhak satu persen pun atas rumah ini, ingat itu!]Terkirim. Kita liat saja, Lisa. Apa yang bisa kamu lakukan tanpa aku?"Bagaimana, Sayang?" tanya Alin sambil mendekat dan meraih tanganku. "Wanita itu tidak mau mengangkat teleponku!""Mungkin sedang sibuk mengurus Kayla atau bisa jadi sedang di jalan, jadi nada deringnya tidak kedengaran."Aku tahu Alin sedang berusaha membuatku tenang, tapi dalam keadaan emosi seperti ini, mendengar Alin berkata seperti itu aku jadi tambah emosi."Jadi kamu membela Lisa?""Loh, Mas, bukannya aku membela Mbak Lisa, tapi itu bisa saja terjadi 'kan?"Aku membuang nafas kasar lalu mencoba sekali lagi menghubungi ponsel Lisa. Akan tetapi seperti tadi, wanita itu tidak menerima teleponku. Lalu saking kesalnya aku pun kembali mengirim pesan.[Aku tahu kamu cemburu, Lis. Tapi bukan begini caranya. Kamu tahu e

  • Karma untuk Suami Pelit   7. Menolak Panggilan

    Kupandangi ponsel yang terus menyala. Mas Riko beberapa kali menghubungiku. Tapi aku masih enggan berkomunikasi dengan pria yang baru saja ingin ku hindari itu. Untuk apa juga dia menghubungiku, toh sudah ada Alin yang cantik di sampingnya.Setelah beberapa panggilan tidak aku hiraukan sebuah pesan masuk ke dalam ponselku.[Di mana kamu sembunyikan kunci semua kamar di rumah ini?! Kamu jangan macam-macam, ya, Lis. Ini rumahku, hasil dari keringatku. Kamu tidak berhak satu persen pun atas rumah!]Ya ampun, rupanya dia menanyakan perihal kunci itu, sontak saja bibirku mengembang. Teringat waktu aku hendak pergi tadi, semua kamar yang berjumlah tiga itu sengaja aku kunci. Jadi jika Alin ingin tinggal di sana terpaksa mereka harus tidur di sofa. Kamu boleh membawa wanita itu, Mas. Tapi tidak bisa dengan gampang masuk ke kamar kita. Rumah itu memang dibeli dari hasil keringatmu. Tapi kamu jangan lupa, Mas, cicilan rumah itu bisa dilunasi karena ada wanita yang rela untuk berhemat, rela unt

  • Karma untuk Suami Pelit   8. Gara-gara Kunci

    Pov Riko[Soal kunci itu, aku lupa, Mas. Karena terburu-buru dan terbiasa mengunci pintu sebelum pergi aku sampai lupa membawanya. Sepertinya terjatuh di halaman rumah atau mungkin di saluran air depan rumah waktu aku akan mengambil dompet. Soalnya kunci itu sudah tidak ada di tasku.]Apa?! Jadi kuncinya kecebur got. Sialan, aku tidak percaya kalau Lisa tidak sengaja menjatuhkannya, ini pasti akal-akalan dia untuk mengerjaiku."Dasar istri bulukan! Sudah pergi pun masih membuat masalah." Aku mengumpat sambil meletakkan ponsel agak kasar. Niat menikmati sarapan sebelum ke kantor sepertinya akan urung, pasalnya aku sudah keburu tidak selera lantaran pesan yang dikirim oleh Lisa. "Kenapa, Sayang, kok pagi-pagi sudah cemberut. Apa kurang yang semalam?"Alin yang baru saja keluar dari kamar menyentuh bahuku lalu mengusapnya perlahan, ia berkata sambil mendekatkan wajahnya padaku. Aroma tubuhnya langsung saja menguar memenuhi indra penciumanku. Rasa kesalku untuk sementara lenyap karena ke

  • Karma untuk Suami Pelit   9. Pangling

    [Maaf Lis, Mbak tidak sedang tidak bisa menerima telepon. Nanti Mbak hubungi lagi, ya.]Menit berikutnya Mbak Tika mengirim pesan. Sesibuk itukah dia, hingga tidak bisa menerima telepon. Padahal sewaktu aku masih di rumah Mas Riko, Mbak Tika tidak pernah menolak panggilanku.Apa ini ada kaitannya dengan uang yang tidak jelas itu?Aku pun lanjut melihat-lihat keadaan butik sekaligus mempelajarinya. Syukurlah, Kayla juga bisa dengan cepat beradaptasi hingga dia mudah akrab dengan beberapa karyawan butik yang hampir semuanya perempuan. "Alhamdulillah butik ini tidak pernah sepi orderan. Setiap bulannya ada saja yang memesan baju untuk seragam pesta. Jadi kita panen terus. Ini tak lepas berkat Mbak Tika yang terus mempromosikan butik ini lewat sosial media." Gina terus menjelaskan sambil berjalan perlahan mengelilingi setiap sudut butik ini."Benarkah?""Iya Bu, bahkan ada ponsel khusus untuk mengelola akun promosi. Tapi ponsel itu Bu Tika yang pegang." Aku manggut-manggut mendengar pen

Latest chapter

  • Karma untuk Suami Pelit   231. Menata Hidup

    Aku turun dari ojek tepat di depan rumah Pak Narto. Benar saja, di sini sedang ada pesta hajatan. Tapi pesta apa? Bukankah anak Pak Narto hanya Yesi yang belum menikah. Atau ... jangan-jangan yang dikhawatirkan Ibu benar. Yesi menikah dengan orang lain karena tidak ada kejelasan dariku. Pantas saja gadis itu tidak membalas pesanku apalagi mengangkat teleponku.Lututku lemas seketika. Tubuhku terasa ringan, kaki seakan tidak berpijak di bumi. Ingin bertanya pada orang yang berlalu lalang tapi aku tak sanggup mendengar jawaban mereka. "Gimana, Mas, mau balik lagi atau tidak?" tanya tukang ojek yang tadi kusuruh menunggu."Ya Mas, kita balik saja ke terminal." Aku bersiap untuk naik kembali ke atas motor."Bener, nih, gak jadi kondangan?" Entah ingin memastikan atau sekedarnya kepo, Mas tukang ojek bertanya lagi sebelum aku duduk di belakangnya."Iya, bener, Mas. Ayo!"Hilang sudah harapanku untuk mendapatkan Yesi. Ternyata Ibu benar, masalah itu jangan dibiarkan terlalu-larut. Buktinya

  • Karma untuk Suami Pelit   230. Pesta

    RikoPonsel kuletakkan di atas meja di ruang tamu. Baru saja Reka menelponku sambil sesekali terisak. Adik perempuanku itu ternyata sudah mengetahui tentang masa lalu Joan juga perasaan pria itu pada Lisa. "Kenapa Mas Riko tidak bilang sama aku kalau Mas Joan itu mantan pacarnya Mbak Lisa?"Aku tak bisa berkata-kata ketika pertanyaan itu terlontar dari bibir adikku dengan lembut tapi penuh penekanan."Mas!? Mas Riko tahu 'kan kalau Mas Joan itu mantan pacar Mbak Lisa?" Reka mengulang pertanyaannya karena aku tidak menjawab."Bukan. Mereka tidak pernah berhubungan. Tapi Joan memang cinta sama Lisa.""Jadi Mas tahu tentang itu? Dan cintanya masih ada sampai sekarang. Itulah yang membuat aku tidak enak sebagai istri. Kenapa tidak bilang sama aku?""Mas tidak mau mematahkan kebahagiaan kalian. Melihat ibu begitu berbinar, Mas sangat senang.""Tapi pada akhirnya aku sakit hati, Mas! Mengetahui masih ada nama wanita lain di hati suamiku. Itu yang membuat aku jadi istri yang tak berguna.""

  • Karma untuk Suami Pelit   229. Wanita di Masa Lalu

    Timbul pertanyaan, jika Mas Joan tidak mengundangnya karena tahu dia mantan kakak iparku, berarti ada kemungkinan Mas Joan saling kenal dengan Mas Riko. Teringat saat lamaran tempo hari, Mas Joan pergi berdua dengan Mas Riko dengan alasan ingin berbicara secara pribadi.Aku Jadi curiga, apa di antara mereka ada urusan yang tidak aku ketahui."Tidak apa-apa, Bu. Meskipun saya tidak diundang, yang penting sekarang saya tahu kalau Reka sudah menjadi menantu Ibu. Saya ikut senang, karena Reka mendapatkan keluarga yang pasti menyayanginya." Mbak Lisa tersenyum sambil mengusap perutnya. Meskipun ada kekecewaan tergambar di wajahnya, tapi wanita yang super sabar itu menutupinya dengan senyuman."Oh ya, kalian kenal di mana?" Mama Anita memberikan pertanyaan yang membuat aku bingung untuk menjawabnya.Aku saling pandang dengan Mbak Lisa. Ragu untuk menjawab karena khawatir Mbak Lisa tidak mau membuka masa lalunya."Reka ini ... mantan adik ipar saya." Akhirnya Mbak Lisa yang memberikan jawaba

  • Karma untuk Suami Pelit   228. Dirahasiakan

    Seminggu sudah aku menjadi istrinya Mas Joan. Tapi kebahagiaan sebagai pengantin baru yang sesungguhnya tidak aku dapatkan. Mas Joan ternyata tidak menyentuhku di malam pengantin kami. Begitupun malam-malam selanjutnya, bahkan tidur pun memunggungi. Ketika kami pulang dari hotel tempat resepsi diadakan saat itu. Kami baru saja memasuki kamar ketika Mas Joan mengajakku berbicara serius."Kamu tahu 'kan, pernikahan ini terjadi atas keinginan Mama. Jadi aku harap kamu juga mengerti kalau aku belum bisa menjadi suami seperti yang diinginkan," ucapnya datar tanpa menatapku.Aku terperanjat mendengar pernyataan pria yang sudah resmi menjadi suamiku itu. Kupikir karena Mas Joan sudah menyetujui rencana Mama Anita, maka pria ini akan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya."Kalau Mas Joan tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa Mas menyetujui rencana Mama? Padahal aku lebih baik ditolak daripada dinikahi tapi tidak dianggap.""Kamu jangan salah paham, Ka. Aku bukan tidak mengingink

  • Karma untuk Suami Pelit   227. Dingin

    RekaEntah apa yang dibicarakan oleh Mas Joan dan Mas Riko hingga mereka perlu mencari tempat untuk bicara secara privat. Mungkin Mas Joan ingin memintaku secara pribadi pada Mas Riko, secara mereka juga baru pertama kali bertemu. Sewaktu Mas Joan berkunjung tempo hari, kakakku memang belum ada di rumah Ibu.Sambil menunggu dua laki-laki itu kembali, aku berbincang dan menemani Ibu Anita dan Pak Adi. Mereka bertanya banyak hal tentang keadaan kampung ini. Dengan senang hati aku pun menjawab setiap pertanyaan mereka.Aku juga sempat berbincang dengan Ibu. Bertanya mengenai Mas Riko, karena aku belum sempat mengobrol dengan kakakku itu.Kata Ibu, kemarin Mas Riko datang bersama seorang wanita dan keluarganya. Mereka adalah orang yang selama ini membantu dan menemukan Mas Riko saat terlantar dulu. Rupanya kakakku itu punya hubungan khusus dengan gadis bernama Yesi itu. Sayangnya, Mas Riko tidak jujur tentang masa lalunya. Tentang dua kali pernikahannya, tentang Kayla, dan tentang penjara

  • Karma untuk Suami Pelit   226. Bukan Perjanjian

    JoanHari ini aku benar-benar mendapatkan kejutan besar. Setelah satu bulan yang lalu aku menyetujui keinginan Mama agar menikah dengan Reka, hari ini aku mendapatkan fakta bahwa Reka adalah adiknya Riko. Pria yang sudah mengambil Lisa dariku, tapi kemudian mencampakkannya.Pantas saja selama ini aku familiar melihat wajah gadis itu. Aku seperti mengenalinya, tapi tak tahu di mana. Rupanya karena memang Reka dan Riko itu mirip. Jelas saja, karena mereka adik kakak. Akan tetapi, karakter keduanya berbeda. Setahuku Riko adalah pria bejat. Itu saja, tak perlu aku merincikan seberapa brengseknya pria itu. Dengan menghianati Lisa saja sudah cukup bagiku melihat sisi buruk pria itu. Reka sebaliknya, gadis yang kukenali karena kecelakaan itu punya prinsip yang sangat kuat dalam hidupnya. Zaman sekarang, menemukan gadis yang tidak pernah pacaran itu hal yang sangat sulit. Inilah salah satu alasanku menyetujui rencana Mama. Kalau aku dulu menolak Bela, karena dia terlalu maniak bekerja hin

  • Karma untuk Suami Pelit   225. Bicara Empat Mata

    Perihal rencana lamaran Reka, sudah kubicarakan dengan Ibu. Mungkin sekarang saatnya aku memikirkan adikku dan mengesampingkan masalahku dengan Yesi. Lebih tepatnya, menunda dulu.Aku mau Reka membawa pria itu menemuiku dulu sebelum sampai pada acara resmi. Tapi Ibu melarang, karena beliau sudah bertemu satu kali dengan pemuda itu. Reka pernah membawanya ke sini. Selainnya itu, kesibukan keduanya, juga keluarganya, membuat mereka tidak punya banyak waktu luang."Dia pemuda yang baik, seorang pengusaha yang sukses hingga lupa untuk menikah. Sudah cukup dewasa, Ibu yakin dia bisa membimbing dan melindungi adikmu.""Tapi Reka bilang, ini adalah keinginan ibunya. Ada kemungkinan pemuda itu terpaksa. Aku tidak mau jika dalam pernikahannya nanti, Reka akan sengsara mendapat suami yang tidak mencintainya.""Jo itu anak yang sangat penurut pada mamahnya. Ibu bisa menyimpulkan itu ketika kami pertama kali bertemu. Jadi, Ibu percaya sama keputusan Reka."Jika Ibu sudah berkata demikian, aku tid

  • Karma untuk Suami Pelit   224. Sadar

    Aku bangkit lalu bergerak menyusul mereka bertiga. Yesi berjalan setengah dipaksa oleh ibunya. Gadis itu terus-menerus menoleh ke arahku. Wajahnya sudah basah, bibirnya bergetar. Tak tega aku melihatnya, ingin merengkuhnya dalam pelukan dan mengatakan kalau aku sangat mencintainya. Tapi tidak bisa kulakukan, hanya mampus menghela panjang.Berdiri di luar mobil tepat di samping Pak Narto yang sudah duduk di belakang setir. Pria itu menatap lurus ke depan seolah-olah tak menyadari kehadiranku."Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Tidak ada niat saya untuk menipu keluarga Bapak. Percayalah, saat itu hanya memikirkan diri saya yang kelaparan dan jika warga tahu, maka mereka tidak akan ada ampun lagi.""Tunjukkan kalau kamu benar-benar orang baik. Saya permisi." Setelah itu Pak Narto menyalakan mesin. Aku beralih menatap Yesi yang duduk di belakang bersama ibunya. Gadis itu balik menatapku penuh harap. Perlahan mobil pun mundur lalu parkir di jalan dan pelan-pelan bergerak. Khawatir menjadi

  • Karma untuk Suami Pelit   223. Mencabut Restu

    Aku melirik lalu mengangguk ke arah rumah terdekat dengan rumah Ibu. Dua orang suami istri yang berada di teras rumah mereka pun menatapku datar. Tapi aku bersyukur, meski mereka tidak membalas anggukan kepalaku, minimal tidak mengusirku seperti dulu.Yesi dan orang tuanya tidak boleh tahu kalau saat ini aku sedang was-was, maka segera kuajak mereka mendekat ke arah ibu yang sudah berdiri bersama Bude Marlina."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawab Ibu serempak dengan Bude Marlina."Ini Bu, Yesi dan keluarganya yang kemarin aku ceritakan." Aku langsung memperkenalkan Yesi sekeluarga pada Ibu setelah kucium tangannya dan memeluknya sebentar.Ibu mengangguk ke arah tamunya. Satu persatu mereka pun bersalaman, setelah itu kami pun masuk. Sebelum menutup pintu, aku kembali menengok keluar. Khawatir kalau para tetanggaku datang seperti tempo hari. Syukurlah, tak ada siapa pun di sana. Tetangga terdekat yang tadi ada di teras pun sudah tidak kelihatan. Mungkin mereka juga masuk rumahny

DMCA.com Protection Status