Share

2. Pulang

Penulis: Tetiimulyati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah berada di dalam taksi, air mata yang sedari tadi aku tahan akhirnya keluar juga. Kali ini aku membiarkannya membasahi pipiku. Toh tidak ada yang melihatnya, Kayla sedang anteng dengan mainan yang sengaja aku berikan padanya sementara Pak sopir juga fokus ke jalan.

Selama lima tahun aku mencoba bertahan. Awal menikah sikap Mas Riko memang sangat manis padaku, meskipun saat itu dia sudah perhitungan dengan uang. Aku tidak pernah meminta lebih sebab aku tahu Mas Riko harus menyicil rumah ini. Saat jabatannya naik dan otomatis gajinya pun naik Mas Riko menambah cicilan mobil. Aku juga masih tidak banyak menuntut. Rumah dan mobil juga aku ikut menikmatinya.

Namun ketika suatu hari aku mengetahui jumlah gaji yang diterima setiap bulannya tidak sama dengan yang dia katakan padaku. Aku mulai bertanya-tanya digunakan untuk apa uang itu sebenarnya. Apalagi saat itu kebutuhan rumah tangga juga meningkat dengan lahirnya Kayla. Aku pernah meminta tambahan uang untuk membeli susu anak semata wayang kami.

"ASI Kamu memangnya kenapa, sampai harus membeli susu formula?" Kalimat itu yang pertama dia ucapkan sebagai reaksinya.

"ASI-ku hanya sedikit keluarnya, Mas. Jadi Kayla sering kekurangan apalagi kalau malam-malam."

Beberapa malam belakangan ini memang Kayla sering rewel, itu karena ASI hanya keluar sedikit.

"Halah! Itu 'kan juga masih keluar. Kamu makan dan minum yang banyak, nanti juga jadi ASI, kok."

Bagaimana aku makan yang banyak jika lauknya tidak ada. Uang yang dia berikan tidak pernah cukup untuk memberi lauk yang banyak apalagi sekarang harus memberi diaper untuk Kayla.

"Tapi tetap saja kurang, Mas."

"Kalau begitu, beri Kayla makan yang banyak, pasti dia kenyang dan lelap tidurnya."

Setelah itu aku tidak mau lagi berdebat. Sebab sehebat apapun aku berusaha memberi pengertian, tetap saja ujung-ujungnya aku pasti kalah. Mas Riko sangat pandai memberikan alasan.

Sebenarnya aku ingin menanyakan perihal gajinya yang mencapai balasan juta. Tapi lagi-lagi aku malas berdebat yang ujung-ujungnya dia akan menghinaku habis-habisan. Aku memang benalu seperti yang dia katakan, sebab selama ini di mata Mas Riko aku tidak pernah menghasilkan uang. Tapi bukankah menafkahi istri itu kewajiban, kenapa malah menjadi beban bagi dia.

Akhirnya, saat itu aku langsung menghubungi Mbak Tika. Selama pernikahanku dengan Mas Riko, butik yang menjadi hak-ku, warisan dari orang tuaku memang dikelola oleh Mbak Tika. Mas Riko memang tidak tahu perihal butik itu. Rencananya aku mau memberitahu dia setelah kami menikah, maksudnya supaya menjadi kejutan kalau istrinya ini memiliki usaha sendiri.

Namun kalimat yang diucapkan di malam pertama setelah kami sah menjadi suami istri, membuatku mengurungkan niat untuk memberitahu dia perihal butik itu.

"Mulai saat ini kamu tidak boleh kemana-mana. Seorang istri harus betah di rumah tidak boleh keluyuran tanpa seizin dan sepengetahuan suami. Apalagi mencari nafkah sendiri. Kamu tahu nggak, bagiku istri yang mencari nafkah itu sama dengan istri yang melecehkan suaminya. Jadi berapapun yang aku berikan nanti, kamu harus bersyukur."

Saat itu aku hanya mengiyakan saja, mengangguk tanda mengerti dan setuju pada yang dia katakan. Tahun pertama kami menikah semua kebutuhan tercukupi, Mas Riko sendiri yang berbelanja kebutuhan sehari-hari. Aku tidak pernah kekurangan makanan, kebutuhan dapur dan alat-alat kosmetikku juga semua terpenuhi. Baru setelah menginjak tahun kedua dan aku mengandung Kayla, Mas Riko meminta aku sendiri yang berbelanja. Namun, yang membuatku tercengang adalah uang bulanan yang dia berikan padaku jauh dari kata cukup. Ketika aku meminta lebih, dia bilang aku harus pandai berhemat.

"Kamu tahu 'kan, kita masih menyicil rumah ini. Jadi kamu meski bisa berhemat untuk menekan pengeluaran bulanan kita." Alasan yang masuk di akal dan aku tidak banyak protes.

"Ma, kita, kok, pergi ke rumah Bunda Tika nggak bareng Papa?" Lamunanku terhenti ketika Kayla mengajukan pertanyaan.

"Papa 'kan lagi banyak kerjaan di kantornya, jadi kita pergi berdua saja, ya."

"Nanti Papa menyusul?" Gadis berusia tiga tahun itu mengajukan pertanyaan lagi yang membuatku tidak bisa menjawab.

"Iya, kalau nggak sibuk, Papa pasti menjemput."

Entah pertanyaan apa lagi yang akan Kayla ajukan ketika nanti sudah lama tinggal di rumah Mbak Tika, yang jelas aku harus siap-siap untuk memberikan jawaban.

Untuk menghindari pertanyaan berikutnya akhirnya aku dengan lembut meminta Kayla untuk tidur. Karena perjalanan masih lumayan jauh. Dan anak itu pun akhirnya terlelap di pangkuanku. Sebenarnya Mas Riko tidak terlalu dekat dengan Kayla lantaran dia jarang sekali tinggal di rumah. Hanya sesekali ketika aku minta, itu pun tidak selalu dia penuhi.

Mas Riko selalu punya alasan untuk menolak ketika aku memintanya untuk mengajak Kayla sekedar jalan-jalan. Hal itu nyaris tidak pernah dia lakukan. Aku pun menyiasatinya dengan mengajak Kayla pergi ke mall atau ke area permainan di siang hari ketika Mas Riko tidak ada di rumah. Aku tahu ini salah, pergi tanpa izin dan memberitahu suami. Tapi demi untuk menjaga kewarasanku juga untuk menyenangkan hati Kayla, terpaksa Aku lakukan secara diam-diam.

Hingga beberapa waktu yang lalu aku mendapati dia tengah berjalan di sebuah mall bersama Alin. Dan saat ini aku yakin dia tidak tahu kalau aku melihatnya. Aku memilih pergi saat itu juga, khawatir kalau mereka melihat kami. Aku juga tidak membahasnya, percuma saja sebab kami akan berdebat tanpa mendapatkan solusi.

"Sudah sampai, Bu." Suara Pak sopir mengagetkanku dan ternyata kami sudah berada di depan rumah yang ditempati oleh Mbak Tika. Aku pun segera keluar dengan menggendong Kayla yang masih tertidur, sementara beberapa tas dan barang-barang lainnya diturunkan oleh Pak sopir.

Setelah meminta pegawai Mbak Tika untuk membawa barang-barangku ke dalam aku pun bergegas masuk dan kulihat Mbak Tika tengah bersiap-siap untuk pergi ke tempat kerjanya.

"Lisa? Kok, ke sini tidak mengabari Mbak dulu?" sapanya sambil mendekat lalu seperti biasa, kami pun berpelukan.

"Ya, Mbak. Maaf aku tidak sempat memberitahu Mbak."

"Loh, ada apa ini?" Mbak Tika bertambah heran ketika melihat pegawainya membawa masuk barang-barangku.

"Kamu .... " ucapnya kemudian yang sontak aku iya-kan.

"Aku sudah tidak tahan lagi, Mbak. Jadi aku memutuskan untuk pisah saja."

Lalu sekilas aku jelaskan tentang pernikahan Mas Riko dengan Alin, selingkuhannya.

Mendengar itu Mbak Tika menjatuhkan bahunya. Sebenarnya wanita itu tidak harus kaget mendengar berita ini, lantaran aku sudah menceritakan padanya jika suatu saat kemungkinan ini akan terjadi. Dia juga sudah tahu apa yang terjadi dengan rumah tanggaku dan Mas Riko.

Akan tetapi, kenapa Mbak Tika terlihat seperti tidak senang mendengar aku berencana untuk berpisah dengan mas Riko. Atau jangan-jangan dia akan merasa terbebani dengan kedatanganku?

Bersambung

Bab terkait

  • Karma untuk Suami Pelit   3. Butik

    Mendengar itu Mbak Tika menjatuhkan bahunya. Sebenarnya wanita itu tidak harus kaget mendengar berita ini, lantaran aku sudah menceritakan padanya jika suatu saat kemungkinan ini akan terjadi. Dia juga sudah tahu apa yang terjadi dengan rumah tanggaku dan Mas Riko.Akan tetapi, kenapa Mbak Tika terlihat seperti tidak senang mendengar aku berencana untuk berpisah dengan mas Riko. Atau jangan-jangan dia akan merasa terbebani dengan kedatanganku?"Mbak .... ?""Ah iya, Lis. Mbak sih terserah kamu saja. Toh, yang menjalani rumah tangga itu kamu. Nyaman atau tidaknya rumah tangga itu kamu yang merasakan," sahut Mbak Tika sambil menggerakkan tangannya menyuruhku duduk."Iya, Mbak, aku sudah mencoba bertahan. Kalau masalah keuangan aku juga tidak pernah mempermasalahkannya. Selama ini aku hidup dari uang penghasilan butik. Tapi yang membuatku memutuskan untuk pergi adalah Mas Riko sudah terang-terangan membagi cintanya.""Mbak mengerti, Lis, sekarang kamu mau tinggal di mana?" Aku tersentak

  • Karma untuk Suami Pelit   4. Ambil Saja

    Dia memang ke butik, tapi kenapa tidak memberitahu Mas Adnan kalau dia sedang mengantarku. Setelah penolakannya ketika aku bermaksud menumpang di rumahnya, sekarang Mbak Tika membuat teka-teki lagi dengan tidak jujur kepada Mas Ardan maksud dan tujuannya berada di butik ini. Soal pesanan itu mungkin saja benar, karena aku sama sekali tidak tahu menahu. Tapi apa salahnya Mbak Tika memberitahu suaminya itu kalau aku pulang dan dia akan menyerahkan butik ini padaku."Ayo, Lis. Mbak kenalkan kamu pada karyawan-karyawan butik," kata Mbak Tika setelah dia selesai melakukan panggilan telepon dengan Mas Ardan. Kami pun berjalan ke arah pintu masuk butik yang jujur saja aku jarang sekali mendatanginya.Mbak Tika memperkenalkan aku pada para karyawan yang jumlahnya lima orang. Butik ini memang terbilang besar lantaran dulu Ibuku mengelolanya dengan baik. Setelah Ibu tiada aku sempat mengelola beberapa bulan sebelum akhirnya aku bertemu dengan Mas Riko dan satu bulan kemudian kami menikah. Pert

  • Karma untuk Suami Pelit    5. Terkunci

    Pov RikoAkhirnya Lisa pergi juga dari rumah ini. Itu lebih baik daripada aku yang mengusirnya. Sebab dengan cara seperti itu, jika pun dia ingin berpisah dariku secara hukum itu artinya dia yang harus mengeluarkan biaya. Aku bisa beralasan karena memang tidak ingin menceraikannya. Toh, aku masih bisa menikah lagi tanpa menceraikan dia. Buktinya sekarang, aku bisa menikahi Alin. Gadis cantik yang selama setahun terakhir ini mampu mencuri hatiku. Aku tak peduli Lisa mau tinggal di mana, mau makan atau tidak lantaran dia sudah memilih pergi dari rumah ini. Seandainya dia mau bertahan di sini tentu aku masih bertanggung jawab untuk memberinya nafkah. Tapi jika dia memilih pergi berarti dia bertanggung jawab atas dirinya. Dulu aku menikahi Lisa karena aku pikir dia gadis yang manut. Tapi belakangan ini dia sering menuntut ini dan itu. Dia pikir mencari uang itu gampang. Dulu sewaktu pertama kali aku menikah dengannya sengaja aku tidak mengizinkan dia bekerja. Dengan cara seperti itu Lis

  • Karma untuk Suami Pelit   6. Kecebur Got

    Pov Riko[Di mana kamu sembunyikan kunci semua kamar di rumah ini?! Kamu jangan macam-macam, ya, Lis. Ini rumahku, hasil dari keringatku. Kamu tidak berhak satu persen pun atas rumah ini, ingat itu!]Terkirim. Kita liat saja, Lisa. Apa yang bisa kamu lakukan tanpa aku?"Bagaimana, Sayang?" tanya Alin sambil mendekat dan meraih tanganku. "Wanita itu tidak mau mengangkat teleponku!""Mungkin sedang sibuk mengurus Kayla atau bisa jadi sedang di jalan, jadi nada deringnya tidak kedengaran."Aku tahu Alin sedang berusaha membuatku tenang, tapi dalam keadaan emosi seperti ini, mendengar Alin berkata seperti itu aku jadi tambah emosi."Jadi kamu membela Lisa?""Loh, Mas, bukannya aku membela Mbak Lisa, tapi itu bisa saja terjadi 'kan?"Aku membuang nafas kasar lalu mencoba sekali lagi menghubungi ponsel Lisa. Akan tetapi seperti tadi, wanita itu tidak menerima teleponku. Lalu saking kesalnya aku pun kembali mengirim pesan.[Aku tahu kamu cemburu, Lis. Tapi bukan begini caranya. Kamu tahu e

  • Karma untuk Suami Pelit   7. Menolak Panggilan

    Kupandangi ponsel yang terus menyala. Mas Riko beberapa kali menghubungiku. Tapi aku masih enggan berkomunikasi dengan pria yang baru saja ingin ku hindari itu. Untuk apa juga dia menghubungiku, toh sudah ada Alin yang cantik di sampingnya.Setelah beberapa panggilan tidak aku hiraukan sebuah pesan masuk ke dalam ponselku.[Di mana kamu sembunyikan kunci semua kamar di rumah ini?! Kamu jangan macam-macam, ya, Lis. Ini rumahku, hasil dari keringatku. Kamu tidak berhak satu persen pun atas rumah!]Ya ampun, rupanya dia menanyakan perihal kunci itu, sontak saja bibirku mengembang. Teringat waktu aku hendak pergi tadi, semua kamar yang berjumlah tiga itu sengaja aku kunci. Jadi jika Alin ingin tinggal di sana terpaksa mereka harus tidur di sofa. Kamu boleh membawa wanita itu, Mas. Tapi tidak bisa dengan gampang masuk ke kamar kita. Rumah itu memang dibeli dari hasil keringatmu. Tapi kamu jangan lupa, Mas, cicilan rumah itu bisa dilunasi karena ada wanita yang rela untuk berhemat, rela unt

  • Karma untuk Suami Pelit   8. Gara-gara Kunci

    Pov Riko[Soal kunci itu, aku lupa, Mas. Karena terburu-buru dan terbiasa mengunci pintu sebelum pergi aku sampai lupa membawanya. Sepertinya terjatuh di halaman rumah atau mungkin di saluran air depan rumah waktu aku akan mengambil dompet. Soalnya kunci itu sudah tidak ada di tasku.]Apa?! Jadi kuncinya kecebur got. Sialan, aku tidak percaya kalau Lisa tidak sengaja menjatuhkannya, ini pasti akal-akalan dia untuk mengerjaiku."Dasar istri bulukan! Sudah pergi pun masih membuat masalah." Aku mengumpat sambil meletakkan ponsel agak kasar. Niat menikmati sarapan sebelum ke kantor sepertinya akan urung, pasalnya aku sudah keburu tidak selera lantaran pesan yang dikirim oleh Lisa. "Kenapa, Sayang, kok pagi-pagi sudah cemberut. Apa kurang yang semalam?"Alin yang baru saja keluar dari kamar menyentuh bahuku lalu mengusapnya perlahan, ia berkata sambil mendekatkan wajahnya padaku. Aroma tubuhnya langsung saja menguar memenuhi indra penciumanku. Rasa kesalku untuk sementara lenyap karena ke

  • Karma untuk Suami Pelit   9. Pangling

    [Maaf Lis, Mbak tidak sedang tidak bisa menerima telepon. Nanti Mbak hubungi lagi, ya.]Menit berikutnya Mbak Tika mengirim pesan. Sesibuk itukah dia, hingga tidak bisa menerima telepon. Padahal sewaktu aku masih di rumah Mas Riko, Mbak Tika tidak pernah menolak panggilanku.Apa ini ada kaitannya dengan uang yang tidak jelas itu?Aku pun lanjut melihat-lihat keadaan butik sekaligus mempelajarinya. Syukurlah, Kayla juga bisa dengan cepat beradaptasi hingga dia mudah akrab dengan beberapa karyawan butik yang hampir semuanya perempuan. "Alhamdulillah butik ini tidak pernah sepi orderan. Setiap bulannya ada saja yang memesan baju untuk seragam pesta. Jadi kita panen terus. Ini tak lepas berkat Mbak Tika yang terus mempromosikan butik ini lewat sosial media." Gina terus menjelaskan sambil berjalan perlahan mengelilingi setiap sudut butik ini."Benarkah?""Iya Bu, bahkan ada ponsel khusus untuk mengelola akun promosi. Tapi ponsel itu Bu Tika yang pegang." Aku manggut-manggut mendengar pen

  • Karma untuk Suami Pelit   10. Misterius

    Keesokan harinya, aku pergi ke sebuah salon kecantikan untuk merawat diri, sengaja aku membawa satu karyawan butik untuk menjaga Kayla di sana. Suatu hari aku pasti bertemu dengan Mas Riko. Mungkin di persidangan atau di tempat lain. Saat itu aku harus sudah terlihat cantik, aku harus bisa membuktikan bahwa tanpa dirinya aku bisa lebih baik. Dan jika terawat aku juga bisa lebih cantik dari Alin.Teringat saat malam tadi malam aku membalas pesannya, aku bilang ada kemungkinan kunci itu terjatuh di halaman atau mungkin masuk ke got. Kita lihat saja, apa dia percaya dengan ucapanku. Paling dia akan menyuruh tukang sapu keliling untuk turun ke got. Padahal kunci serepnya sudah aku simpan di tempat bumbu. Jika tidak ditemukan juga, itu artinya mereka tidak pernah masuk dapur.Puas memanjakan diri di salon, aku mengajak Kayla dan Ira-karyawan yang kupercaya menjaga Kayla-ke sebuah restoran yang cukup bagus. Agak canggung juga, karena selama menikah dengan mas Riko, dapat dihitung dengan jar

Bab terbaru

  • Karma untuk Suami Pelit   231. Menata Hidup

    Aku turun dari ojek tepat di depan rumah Pak Narto. Benar saja, di sini sedang ada pesta hajatan. Tapi pesta apa? Bukankah anak Pak Narto hanya Yesi yang belum menikah. Atau ... jangan-jangan yang dikhawatirkan Ibu benar. Yesi menikah dengan orang lain karena tidak ada kejelasan dariku. Pantas saja gadis itu tidak membalas pesanku apalagi mengangkat teleponku.Lututku lemas seketika. Tubuhku terasa ringan, kaki seakan tidak berpijak di bumi. Ingin bertanya pada orang yang berlalu lalang tapi aku tak sanggup mendengar jawaban mereka. "Gimana, Mas, mau balik lagi atau tidak?" tanya tukang ojek yang tadi kusuruh menunggu."Ya Mas, kita balik saja ke terminal." Aku bersiap untuk naik kembali ke atas motor."Bener, nih, gak jadi kondangan?" Entah ingin memastikan atau sekedarnya kepo, Mas tukang ojek bertanya lagi sebelum aku duduk di belakangnya."Iya, bener, Mas. Ayo!"Hilang sudah harapanku untuk mendapatkan Yesi. Ternyata Ibu benar, masalah itu jangan dibiarkan terlalu-larut. Buktinya

  • Karma untuk Suami Pelit   230. Pesta

    RikoPonsel kuletakkan di atas meja di ruang tamu. Baru saja Reka menelponku sambil sesekali terisak. Adik perempuanku itu ternyata sudah mengetahui tentang masa lalu Joan juga perasaan pria itu pada Lisa. "Kenapa Mas Riko tidak bilang sama aku kalau Mas Joan itu mantan pacarnya Mbak Lisa?"Aku tak bisa berkata-kata ketika pertanyaan itu terlontar dari bibir adikku dengan lembut tapi penuh penekanan."Mas!? Mas Riko tahu 'kan kalau Mas Joan itu mantan pacar Mbak Lisa?" Reka mengulang pertanyaannya karena aku tidak menjawab."Bukan. Mereka tidak pernah berhubungan. Tapi Joan memang cinta sama Lisa.""Jadi Mas tahu tentang itu? Dan cintanya masih ada sampai sekarang. Itulah yang membuat aku tidak enak sebagai istri. Kenapa tidak bilang sama aku?""Mas tidak mau mematahkan kebahagiaan kalian. Melihat ibu begitu berbinar, Mas sangat senang.""Tapi pada akhirnya aku sakit hati, Mas! Mengetahui masih ada nama wanita lain di hati suamiku. Itu yang membuat aku jadi istri yang tak berguna.""

  • Karma untuk Suami Pelit   229. Wanita di Masa Lalu

    Timbul pertanyaan, jika Mas Joan tidak mengundangnya karena tahu dia mantan kakak iparku, berarti ada kemungkinan Mas Joan saling kenal dengan Mas Riko. Teringat saat lamaran tempo hari, Mas Joan pergi berdua dengan Mas Riko dengan alasan ingin berbicara secara pribadi.Aku Jadi curiga, apa di antara mereka ada urusan yang tidak aku ketahui."Tidak apa-apa, Bu. Meskipun saya tidak diundang, yang penting sekarang saya tahu kalau Reka sudah menjadi menantu Ibu. Saya ikut senang, karena Reka mendapatkan keluarga yang pasti menyayanginya." Mbak Lisa tersenyum sambil mengusap perutnya. Meskipun ada kekecewaan tergambar di wajahnya, tapi wanita yang super sabar itu menutupinya dengan senyuman."Oh ya, kalian kenal di mana?" Mama Anita memberikan pertanyaan yang membuat aku bingung untuk menjawabnya.Aku saling pandang dengan Mbak Lisa. Ragu untuk menjawab karena khawatir Mbak Lisa tidak mau membuka masa lalunya."Reka ini ... mantan adik ipar saya." Akhirnya Mbak Lisa yang memberikan jawaba

  • Karma untuk Suami Pelit   228. Dirahasiakan

    Seminggu sudah aku menjadi istrinya Mas Joan. Tapi kebahagiaan sebagai pengantin baru yang sesungguhnya tidak aku dapatkan. Mas Joan ternyata tidak menyentuhku di malam pengantin kami. Begitupun malam-malam selanjutnya, bahkan tidur pun memunggungi. Ketika kami pulang dari hotel tempat resepsi diadakan saat itu. Kami baru saja memasuki kamar ketika Mas Joan mengajakku berbicara serius."Kamu tahu 'kan, pernikahan ini terjadi atas keinginan Mama. Jadi aku harap kamu juga mengerti kalau aku belum bisa menjadi suami seperti yang diinginkan," ucapnya datar tanpa menatapku.Aku terperanjat mendengar pernyataan pria yang sudah resmi menjadi suamiku itu. Kupikir karena Mas Joan sudah menyetujui rencana Mama Anita, maka pria ini akan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya."Kalau Mas Joan tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa Mas menyetujui rencana Mama? Padahal aku lebih baik ditolak daripada dinikahi tapi tidak dianggap.""Kamu jangan salah paham, Ka. Aku bukan tidak mengingink

  • Karma untuk Suami Pelit   227. Dingin

    RekaEntah apa yang dibicarakan oleh Mas Joan dan Mas Riko hingga mereka perlu mencari tempat untuk bicara secara privat. Mungkin Mas Joan ingin memintaku secara pribadi pada Mas Riko, secara mereka juga baru pertama kali bertemu. Sewaktu Mas Joan berkunjung tempo hari, kakakku memang belum ada di rumah Ibu.Sambil menunggu dua laki-laki itu kembali, aku berbincang dan menemani Ibu Anita dan Pak Adi. Mereka bertanya banyak hal tentang keadaan kampung ini. Dengan senang hati aku pun menjawab setiap pertanyaan mereka.Aku juga sempat berbincang dengan Ibu. Bertanya mengenai Mas Riko, karena aku belum sempat mengobrol dengan kakakku itu.Kata Ibu, kemarin Mas Riko datang bersama seorang wanita dan keluarganya. Mereka adalah orang yang selama ini membantu dan menemukan Mas Riko saat terlantar dulu. Rupanya kakakku itu punya hubungan khusus dengan gadis bernama Yesi itu. Sayangnya, Mas Riko tidak jujur tentang masa lalunya. Tentang dua kali pernikahannya, tentang Kayla, dan tentang penjara

  • Karma untuk Suami Pelit   226. Bukan Perjanjian

    JoanHari ini aku benar-benar mendapatkan kejutan besar. Setelah satu bulan yang lalu aku menyetujui keinginan Mama agar menikah dengan Reka, hari ini aku mendapatkan fakta bahwa Reka adalah adiknya Riko. Pria yang sudah mengambil Lisa dariku, tapi kemudian mencampakkannya.Pantas saja selama ini aku familiar melihat wajah gadis itu. Aku seperti mengenalinya, tapi tak tahu di mana. Rupanya karena memang Reka dan Riko itu mirip. Jelas saja, karena mereka adik kakak. Akan tetapi, karakter keduanya berbeda. Setahuku Riko adalah pria bejat. Itu saja, tak perlu aku merincikan seberapa brengseknya pria itu. Dengan menghianati Lisa saja sudah cukup bagiku melihat sisi buruk pria itu. Reka sebaliknya, gadis yang kukenali karena kecelakaan itu punya prinsip yang sangat kuat dalam hidupnya. Zaman sekarang, menemukan gadis yang tidak pernah pacaran itu hal yang sangat sulit. Inilah salah satu alasanku menyetujui rencana Mama. Kalau aku dulu menolak Bela, karena dia terlalu maniak bekerja hin

  • Karma untuk Suami Pelit   225. Bicara Empat Mata

    Perihal rencana lamaran Reka, sudah kubicarakan dengan Ibu. Mungkin sekarang saatnya aku memikirkan adikku dan mengesampingkan masalahku dengan Yesi. Lebih tepatnya, menunda dulu.Aku mau Reka membawa pria itu menemuiku dulu sebelum sampai pada acara resmi. Tapi Ibu melarang, karena beliau sudah bertemu satu kali dengan pemuda itu. Reka pernah membawanya ke sini. Selainnya itu, kesibukan keduanya, juga keluarganya, membuat mereka tidak punya banyak waktu luang."Dia pemuda yang baik, seorang pengusaha yang sukses hingga lupa untuk menikah. Sudah cukup dewasa, Ibu yakin dia bisa membimbing dan melindungi adikmu.""Tapi Reka bilang, ini adalah keinginan ibunya. Ada kemungkinan pemuda itu terpaksa. Aku tidak mau jika dalam pernikahannya nanti, Reka akan sengsara mendapat suami yang tidak mencintainya.""Jo itu anak yang sangat penurut pada mamahnya. Ibu bisa menyimpulkan itu ketika kami pertama kali bertemu. Jadi, Ibu percaya sama keputusan Reka."Jika Ibu sudah berkata demikian, aku tid

  • Karma untuk Suami Pelit   224. Sadar

    Aku bangkit lalu bergerak menyusul mereka bertiga. Yesi berjalan setengah dipaksa oleh ibunya. Gadis itu terus-menerus menoleh ke arahku. Wajahnya sudah basah, bibirnya bergetar. Tak tega aku melihatnya, ingin merengkuhnya dalam pelukan dan mengatakan kalau aku sangat mencintainya. Tapi tidak bisa kulakukan, hanya mampus menghela panjang.Berdiri di luar mobil tepat di samping Pak Narto yang sudah duduk di belakang setir. Pria itu menatap lurus ke depan seolah-olah tak menyadari kehadiranku."Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Tidak ada niat saya untuk menipu keluarga Bapak. Percayalah, saat itu hanya memikirkan diri saya yang kelaparan dan jika warga tahu, maka mereka tidak akan ada ampun lagi.""Tunjukkan kalau kamu benar-benar orang baik. Saya permisi." Setelah itu Pak Narto menyalakan mesin. Aku beralih menatap Yesi yang duduk di belakang bersama ibunya. Gadis itu balik menatapku penuh harap. Perlahan mobil pun mundur lalu parkir di jalan dan pelan-pelan bergerak. Khawatir menjadi

  • Karma untuk Suami Pelit   223. Mencabut Restu

    Aku melirik lalu mengangguk ke arah rumah terdekat dengan rumah Ibu. Dua orang suami istri yang berada di teras rumah mereka pun menatapku datar. Tapi aku bersyukur, meski mereka tidak membalas anggukan kepalaku, minimal tidak mengusirku seperti dulu.Yesi dan orang tuanya tidak boleh tahu kalau saat ini aku sedang was-was, maka segera kuajak mereka mendekat ke arah ibu yang sudah berdiri bersama Bude Marlina."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawab Ibu serempak dengan Bude Marlina."Ini Bu, Yesi dan keluarganya yang kemarin aku ceritakan." Aku langsung memperkenalkan Yesi sekeluarga pada Ibu setelah kucium tangannya dan memeluknya sebentar.Ibu mengangguk ke arah tamunya. Satu persatu mereka pun bersalaman, setelah itu kami pun masuk. Sebelum menutup pintu, aku kembali menengok keluar. Khawatir kalau para tetanggaku datang seperti tempo hari. Syukurlah, tak ada siapa pun di sana. Tetangga terdekat yang tadi ada di teras pun sudah tidak kelihatan. Mungkin mereka juga masuk rumahny

DMCA.com Protection Status