Betapa terkejutnya Herman saat melihat banyak foto dirinya bersama Adinda. Tidak salah lagi, ini semua pasti ada hubungannya dengan perempuan itu.Herman menggebrak mejanya didepannya dengan keras. Ia sangat emosi dengan semua ancaman Pramu."Apa maksudmu?" Herman berteriak, dia keraskan rahangnya. Dia kepalkan tinjunya. Terlihat garis-garis urat dilengannya."Ha..haaa...haa.." tenang saja tuan, rahasia anda aman bersama saya, asal anda menuruti apa mauku!!" ancamnya. Dia menatap tajam Herman ddidepannya.Seketika Herman menarik kerah baju Pramu. Dia mendekatkannya dengan wajah Pramu."Katakan saja apa maumu?aku tak ada waktu untuk bermain-main denganmu!!" bentaknya lagi.Dengan tertawa, Pramu melepaskan genggaman tangan Herman dikerah bajunya. Ia melepaskannya dengan kasar."Hai tuan....berhati-hatilah, sekarang kunci anda ada ditanganku, sekali saja aku sebarkan aibmu, semua akan hancur dalam sekejap." balasnya lagi sambil menyeringai.Herman hanya bergeming. Ia lantas merobek sem
Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Batang hidung Herman tak muncul juga, Amira sudah gelisah menunggu. Dia sudah bersiap, berkemas. Bahkan sekertarisnya Herman pun sama. Mereka tak bisa dihubungi.Amira kecewa ,sakit hati, dan sangat marah. Lagi-lagi Herman mengingkari janjinya. Ia berjanji akan pulang cepat. Karena akan pulang bersama malam ini ,namun nyatanya? Jangankan pulang, menghubungi saja, tidak ada.Vino daritadi terus menangis. Ia menangis tanpa lelah. Airmatanya hampir kering. Entah apa yang dia tangisi, yang jelas dia terus menangis selama hampir beberapa jam. Matanya terlihat sangat cekung, bahkan ia tak mau menyusu.Amira hampir frustasi. Dia sudah kehilangan cara untuk mnghubungi dua orang tersebut. Jika dihitung, mungkin sudah berpuluh kali ia menhhubungi suaminya dan Andi."Nyonya, bagaimana ini? tuan Vino terus menangis, dia juga tak mau menyusu, aku takut dia terkena dehidrasi nyonya." ucap Tantri, yang sedari tadi menggendong Vino.Kata-kata Tantri berhasil membuat A
"Critakanlah, kau sudah berjanji akan menceritakannya padaku!" Amira sebenarnya tak ingin membuka aib keluarganya sendiri, tapi ia merasa beban kali ini, sungguh dirasanya sangat berat. Sampai-sampai dia bimbang, antara mempertahankan Herman, atau menyerah saja. Kalau hanya sekedar sibuk, ia tak masalah, ia sangat memahaminya. Namun kali ini, yang membuat Amira jauh lebih kecewa adalah, Herman bahkan tak peduli dengan Vino. Dia bahkan lebih memilih pekerjaannya, daripada ikut pulang bersamanya dan anak mereka. Begitulah Amira menceritakan rasa kecewanya, tentang suaminya.Tiba-tiba Wisma memegang erat tangan Amira. Ia menggenggamnya, dan mengusap lembut tangannya."Amira, beri aku kesempatan, untuk membahagiakanmu..." sorot matanya yang teduh, membuat Amira luluh. Ia seolah tersihir dengan kelembutan sikapnya.Selama ini, Wisma selalu bersedia melakukan apapun untuk Amira, namun Amira selalu menolaknya, karena dia merasa ,kalau dirinya sudah menjadi seorang istri. Tak pantas baginy
Suara pintu didobrak dari luar. Terlihat beberapa anggota kepolisian masuk ke ruangan mereka. Salah satu mereka mengacungkan senjata ditangannya. Berjaga-Jaga ,kalau saja ada komplotan didalam ruangan itu."Pak, kami disini!!" teriak Andi. Seolah memberitahukan keberadaan mereka. Dengan sigap, polisi itu menghampiir mereka ,dan mengevakuasi mereka dengan cepat.Dipapahnya Herman keluar ruangan. Ia langsung dibawa ke rumah sakit, oleh mobil polisi. Suara sirine membuat keheningan terpecah, menjadi ramai. Banyak orang berkerumun, mendekati tempat itu.Mereka seperti sedang syuting adegan laga. Beberapa penjaga suruhan Pramu, akhirnya dibekuk oleh polisi itu. Tak terkecuali Pramu sendiri. Entah kejadian apa selanjutnya yang terjadi setelah itu.Saat ini, Herman dan Andi sedang berada di Rumahsakit di Jogja. Mereka berdua dirawat disana. Andi yang cedera dikaki dan tangannya. Akibat pukulan kemarin, terpaksa harus dirawat intensif.Sedangkan Herman, yang tiba-tiba mengalami gejala jantun
Adinda kembali ke kamar Herman, dengan membawa ponsel Andi. Diserahkannya pada Herman. Herman segera membuka ponselnya, dan langsung menghubungi Amira.Dia sudah tak sabar ingin mendengar suara Amira. Namun saat Herman menghubunginya, tak ada jawaban dari Amira. Jangankan jawaban, nomornya saja tidak aktif. Ia mulai gelisah kemabali. Akhirnya ia tinggalkan pesan untuk Amira."Sayang, maaf karena baru memberimu kabar...aku akan cepat pulang, akan ku ceritakan tentang hal sebenarnya yang terjadi. Jangan marah yaa...!!" terakhir kalimat ia selipkan emot love untuk istrinya itu. Ia sangat merindukannya. Walaupun sekarang disampingnya ada Adinda, namun rasa rindu untuk Amira masih sangat kuat ia rasakan. Apalagi saat ini, ada Vino, yang membuat rindunya semakin menjadi.Dia tanggalkan ponselnya disampingnya. Wajahnya ditekuk kembali. Harapannya untuk mendengar suara istrinya, tak tercapai."Kenapa mas? kok tak jadi menghubungi Amira?" tanya Adinda. "Nomornya tak aktif." jawabnya lemah.
Sedangkan Amira tak menghiraukan pertanyaan Wisma. Ia mulai menangis.Wisma yang penasaran dengan isi pesan itu,langsung membuka pesan yang Amira baca. Wisma pun tak kalah kaget melihat isi pesan dari Herman."Ini benar-benar seperti lelucon."cibir Wisma. Ia tak percaya dengan cerita Herman. Ia menyangka kalau Herman hanya mengarang cerita saja."Kau percaya dengan ceritanya Amira?" tanya Wisma. Dia berharap, Amira tidak akan percaya dengan cerita Herman.Amira sendiri masih ragu, ia setengah percaya pada cerita itu. Namun tiba-tiba ia menerima panggilan masuk, yang tak lain dari Andi."Hallo Andi...kemana saja kau, kenapa kau baru menghubungiku?!!"Amira berteriak pada Andi. Namun orang dibalik telepon sana, sama sekali tak menjawabnya."Haloo...Andi, kenapa kau diam saja? apa yang sebenarnya terjadi?Amira terus menjatuhi Andi dengan banyak pertanyaan."Sayang, ini aku..." ucap Herman lirih. Amira yang kaget mendengar suara Herman, langsung menangis. Ia sangat marah dengan suaminya."
Herman merasa Amira menjadi berubah. Ia paham kalai ini semua memang salahnya. Herman ingin segera pulang, namun dia belum diizinkan oleh Dokternya. Melihat kondisi Herman yang masih belum sehat, ia diharuskan dirawat selama 2-3 hari lagi. Dengan sangat terpaksa, ia harus menuruti perintah dokter, karena itu semua demi kebaikannya juga. Herman masih berdiri didepan Andi. Ia tak masih belum mendapat jawaban dari Andi. "Maafkan saya tuan, sebenarnya selama kemarin ponsel anda disekap, Nyonya Amira ada menghubungiku. Dia memberitahu kalau Vino masuk Rumah sakit ,karena dehidrasi. Dia dirawat selama beberapa hari. Mendengar jawaban dari Andi, Herman mengepalkan tangannya erat. Dia menahan amarahnya. Dia tak habis fikir, kenapa Andi bisa sampai tidak memberitahukan hal itu pada Herman. "Apa kau bisa memberitahu alasannya?kenapa kau sampai tak memberitahuku?" Herman mengeraskan rahangnya. Ia merasa benci dengan Andi saat ini. Terlepas semua yang pernah Andi lakukan untuk mel
Entah untuk yang ke berapa kalinya Ia memandangi ponsel miliknya. Yang sepi dari notifikasi. Selama ini, ia hanya berhubungan dengan Herman saja. Ia berusaha selalu tetap dirumah, untuk menjadi istri yang baik ,yang selali mendukung suaminya. Bahkan sekedar berkumpul dengan teman-temannya saja, ia enggan melakukannya. Itu semua karena dia terllu mengabdikan hidupnya untuk Herman. Namun kesetiaannya itu ,dibalas hal menyakitkan oleh Herman. Ia berselingkuh dengan wanita lain, dan yang paling membuatnya sakit, ia pernah lebih memilih wanita itu daripada dirinya. Walaupun sekarang Herman sudah semakin berubah, perasaan menyakitkan itu sewaktu-waktu terus muncul, membuat sakit itu kembali lagi. Dan membuat rasa cinta dihatinya mulai terkikis. " TRIIING"Suara pesan masuk ke ponselnya. Dia menyangka kalau suaminya yang menghubunginya. Namun lagi-lagi ia meraskan kecewa untuk yang ke sekian kalinya. "Aku jemput kau malam ini, kita bertemu di hotel x...by sayangku."Sebuah pesan