*Happy reading*
"Jadi, anak itu kamu, Mas?" tanyaku tak percaya, setelah mendengar penuturan Ammar tentang kisah 12 tahun lalu yang lumayan bikin aku kepo selama ini.
"Iya, itu aku. Yang baru saja lepas dari para penculik, dan sengaja bersembunyi di keramaian Pasar Malam," akunya kemudian. Membuat aku tertegun setelahnya.
"Di ... culik?" Beoku tanpa sadar.
"Yups! Aku memang habis di culik waktu itu, makanya tampilanku kumel dan ... kelaparan sekali," jawabnya lugas, seraya mengelus perut ratanya dengan penuh drama.
Kalau begitu, wajar sih dia aneh malam itu. Dia pasti masih waspada pada orang asing saat itu.
"Makanya aku gak bisa lupain malam itu, sayang. Karena kehadiran kamu itu benar-benar seperti malaikat untukku. Meski malaikatnya lumayan pelit."
Seketika aku pun mencebik kesal, dan memukul dada bidangnya karena sindirannya barusan.
Ammar malah tergelak renyah, sebelum menangkap tanganku dan menggengmnya
*Happy Reading*"Nur?! Masya Allah ini perawan. Udah siang masih aja molor! Gimana mau dapet laki, lo? Jam segini aja masih ileran. Heh?! Liat onoh keluar. Matahari udah di atas pala, lo masih aja selimutan. Meriang, lo?!"Aku hanya berdecak sebal, saat lagi-lagi hariku diganggu kanjeng Ratu, penguasa hati Bapak Alex, yang tidak lain adalah Bapakku sendiri.Berarti dia ibuku sendiri? Ya, iyalah, Paijo! Ya kali tetangga sebelah. Lah, Bapak gue selingkuh, dong?Lalu, kenapa aku memanggilnya kanjeng Ratu?Karena memang itu namanya. Kan-jeng Ra-tu.Entah Ratu apa? Jelas, namanya memang terdiri dua kata beken itu. Kanjeng Ratu.Keren banget, kan? Jelas! Emak siapa dulu, dong? Emak gue gitu, loh!"Elah, Mak. Ini kan hari minggu. Males-malesan dikit gak papa kali, Mak. Mumpung libur," sahutku akhirnya. Masih dengan mata terpejam, dan memasukan kepala kebawah ke bantal.Bukan apa-apa, emakku baru saja membuka tirai jendela
*Happy reading*"Ya, udah. Kalau gitu Al berangkat dulu, ya, Mak.""Iye, bae-bae lo di jalan, ya? Jan ngebut-ngebut. Inget lo tuh Alvaro, bukan Valentino Rossi. Jadi Emak gak mau lihat lo begayaan di jalanan. Bukan ape-ape, Emak mah takut lo pulang tinggal separo. Nanti gak ada yang bisa Emak banggain lagi di arisan RT."Aku diam-diam mencebik kesal di belakang Emak. Saat mendengar nasihat bijaknya untuk Abang semata wayangku, Alvaro Ananta.Gak usah kepo. Lapaknya ada di sebelah, kok. Tengokin aja kalau penasaran. Palingan kalian jatuh cinta.Soalnya Abangku ini ganteng banget! Paling ganteng malahan di rumah ini, dan gak ada tandingannya satu pun. Kenapa? Karena memang cuma dia cowok satu-satunya di Rumah ini. Gak ada lagi.Bapak?Jangan bahas, nanti Emak aku ngamuk. Okeh!"Iya, Mak. Al tahu, kok. Ya udah, Al berangkat, ya? Asalamualaikum," pamit Abang Al, lalu mencium punggung tangan Emak."Waalaikumsalam," balas Emak
*Happy Reading*Ammar Faqih AntonioEntah sudah berapa kali, aku mendesah berat melihat nama yang ada di sebuah kartu nama tersebut.Pasalnya, nih nama kek Indonesia banget, yee kan? Cuma, kenapa pemiliknya bule banget?Mau tahu nama siapa itu?Ck, ya nama siapa lagi kalau bukan nama Setan Ganteng, yang tadi pagi menghipnotis hingga aku linglung.Saking linglungnya, aku sampai gak sadar nganterin dia sampai sebuah gedung perkantoran, setelahnya ditinggal begitu saja tanpa adanya kepastian.Kan, sakit, ya?Tetapi sebenarnya, bukan itu yang bikin kecewa. Karena sebenarnya yang aku sayangkan adalah, aku lupa minta uang bensin pada tuh Setan Ganteng!Amsyong banget! Aku jadi harus bayar dua kali gara-gara itu. Karena si kang sopir juga gak mau rugi udah muter-muter nganterin kita berdua. Soalnya, jarak antara tujuanku di aplikasi dan tuh bule beda. Jadinya musti keluar bensin lebih. Belum lagi macet yang melanda.Argh
*Happy reading*"Assalamualaikum ... Nur anak sholehah pulang ...."Aku berseru riang seperti biasa, seraya masuk ke dalam rumah dengan santai."Waalaikumsalam, kalau gak bawa mantu, balik lagi sonoh!" sahut Emak santuy, sambil menata makanan di meja makan malam itu."Ish! Emak, mah!" cebikku kesal setelahnya, sambil melipat wajah sedemikian rupa.Gak usah dibayangin, nantu kalian pusing sendiri.Meski begitu, Emakku mana perduli pada hal itu. Karena alih-alih membujuk anaknya yang lagi ngambek. Emak malah melengos gitu aja ke dapur seenak hatinya.Pengen aku umpati, tapi takut dosa. Secara begitu-begitu juga, Emak kan yang lahirin aku. Dan surgaku masih ada di kakinya.Jadi, ngumpatnya tunggu aku nikah dulu. Kan, kalau udah nikah surgaku auto pindah ke suami, yee kan?Jadi ... sabar ya, pemirsah. Masih banyak jalan menuju Tanah Abang, kok."Emak, Mah! Anak lagi ngambek juga, bukannya bujuk malah
*Happy Reading*"Bismikarobbi Allahuma Ahya wa Bismika amut, Aamiinn ...."Aku mengusap wajahku pelan, setelah mengucapkan doa tidur malam ini.Orang bilang, tidur itu seperti mati kecil. Kita tidak tahu besok masih bisa bangun dan punya kesempatan menghirup udara lagi atau tidak. Karenanya, emak selalu mewanti-wanti aku, agar aku jangan sampai lupa berwudhu dan membaca doa tidur setiap malam. Agar jika ternyata aku tidak bangun lagi saat pagi. Aku mati dalam keadaan suci dan beriman.Entahlah, aku tidak terlalu mengerti soal beginian sebenarnya. Karena jujur aja, ilmu agamaku masih sangat cetek sekali. Makanya aku tidak berani speak up apapun soal sesuatu yang terlalu menyangkut agama.Takut salah ucap, berabe nanti urusannya.Setelah menyelesaikan ritual wajib untukku sebelum tidur, aku pun segera menarik selimut, dan bersiap menyambut mimpi indahku malam ini.Kira-kira nanti aku bakal mimpi sama siapa, ya? Lee min
*Happy Reading*"Eh, eh, mau kemana, Mbak? Di dalam gak ada mushola. Kalau mau sholat di mesjid ujung gang aja."Aku langsung mendengkus kesal, saat baru saja akan masuk pintu tempat ajep-ajep itu tapi langsung di hadang dua satpam di depan pintu, yang badannya mirip algojo.Bukan kesal karena di larang masuk, tapi kesal karena ucapan Intan terbukti 100%.Aku benar-benar dikira ibu-ibu pengajian nyasar, pemirsah!Ih, nyebelin banget, kan? Mentang tampilanku kayak gini.Iya, iya, aku tahu kostumku gak matching untuk masuk ke tempat kek gini. Tapi kan, aku juga terpaksa tahu dateng ke sini. Kalau bukan karena kasian sama si Nur Kampret! Mana mau aku ke sini.Duh, baru nyampe halaman aja tadi, aku udah berdosa banget tahu, apalagi sampai masuk nanti. Tapi mau gimana lagi? Nur perlu di selamatkan!Jangan tanya bagaimana akhirnya aku bisa sampe ke sini, ya? Semua berkat mengikuti ide Intan yang sangat pintar sekali.
*Happy Reading*Aku mengerjap takjub. Melihat pria tua bangka itu langsung lari tunggang langgang hanya dengan ucapan singkat pria bule di sampingku ini.Pria bule? Ah, iya, pria yang tadi menolong itu memang bule yang waktu itu nebeng ojeg mobil padaku.Nah, iya. Bule yang itu!Aduh siapa ya namanya. Lupa aku tuh. Ammar atau Ammir, ya? Ah, pokoknya bule yang itu aja. Yang waktu itu nebeng dan cuma bayar aku pake kartu nama.Asli, aku tuh masih lumayan kesel kalau inget itu. Soalnya ....Bisa-bisanya aku terperdaya sama kegantengannya yang memang tidak usah di ragukan lagi. Tapi ....Emang gantengnya gak ketulungan sih nih cowok sebiji. Heran aku. Emaknya dulu ngidam apaan, ya? Sampe punya anak seganteng dia?Okeh, cukup sampai di sana flasback-nya. Mari kita kembali ke masa sekarang. Di mana aku tidak menyangka akan bertemu lagi dengan bule ini, dengan situasi yang terbalik seperti ini.Iya, kebalik! Kalau dulu ak
“Nice. Oke, saya ambil yang ini.” Pemilik butik itu langsung tersenyum lebar sambil menerima sodoran kartu hitam yang Ammar serahkan, sebelum kemudian bergegas pergi menyelesaikan pembayaran satu set gamis yang sedang aku kenakan ini. Bener-bener ya si Ammar ini. Aku rasa, dia ini salah satu anak sultan yang kebanyakan duit, sampai melihat baju kotor bukannya dibersihkan, tapi malah di buang dan beli lagi. Boros banget, sumpah! “Pak, saya rasa ini terlalu berlebihan. Gamis saya itu cuma kotor kena muntahan. Dicuci dikit juga bisa. Jadi nggak harus beli baru kayak gini. Serius, deh. Saya nggak enak nerimanya.” Aku pun berusaha menyuarakan uneg-unegku pada Ammar. Sayangnya, pri
*Happy reading*"Jadi, anak itu kamu, Mas?" tanyaku tak percaya, setelah mendengar penuturan Ammar tentang kisah 12 tahun lalu yang lumayan bikin aku kepo selama ini."Iya, itu aku. Yang baru saja lepas dari para penculik, dan sengaja bersembunyi di keramaian Pasar Malam," akunya kemudian. Membuat aku tertegun setelahnya."Di ... culik?" Beoku tanpa sadar."Yups! Aku memang habis di culik waktu itu, makanya tampilanku kumel dan ... kelaparan sekali," jawabnya lugas, seraya mengelus perut ratanya dengan penuh drama.Kalau begitu, wajar sih dia aneh malam itu. Dia pasti masih waspada pada orang asing saat itu."Makanya aku gak bisa lupain malam itu, sayang. Karena kehadiran kamu itu benar-benar seperti malaikat untukku. Meski malaikatnya lumayan pelit."Seketika aku pun mencebik kesal, dan memukul dada bidangnya karena sindirannya barusan.Ammar malah tergelak renyah, sebelum menangkap tanganku dan menggengmnya
Sekeping masa lalu ...."Dek, kamu tunggu di sini sebentar, ya? Jangan ke mana-mana! Nanti ilang, repot abang nyariin kamu. Pokoknya, diem anteng di sini sampai Abang balik, okeh!" titah tegas Bang Al, yang aku angguki dengan antusias."Kalau ada yang gangguin, teriak aja. Sekenceng-kencengnya, nanti abang bakalan lari ke sini." Bang Al menambahkan, dengan ketegasan yang sama.Aku pun kembali mengangguk patuh."Iya, Abang. Nur ngerti. Udah sana, nanti antriannya makin panjang, kita pulangnya telat lagi. Nanti diomelin Emak sama Bapak," jawabku kemudian, seraya mengibaskan tangan menyuruh Bang Al pergi.Bukan pergi ninggalin aku. Tapi pergi untuk antri di tukang kerak telor untuk membelikan pesanan Emak juga Bapak.Itu syarat utama agar kami diijinkan datang ke Pasar Malam ini sama Bapak. Karenanya, aku pun tak mau sampai Bang Al kehabisan panganan itu, yang berakhir tamparan keras dari Bapak.Bapakku itu galak banget soalnya. Ka
*Happy Reading*"Kenapa?""Pegel, sakit juga," sahutku dengan sedikit cemberut, seraya memijat-mijat betis kaki yang terasa mulai kebas.Ammar pun berdecak sebentar, sebelum kemudian berjongkok dihadapanku dan menyingkap sedikit Rok gaun bagian bawah.Setelahnya, Ammar pun mendesah panjang, sebelum kemudian membuka sepatu heels yang sedang aku kenakan."Aku kan udah bilang, jangan paksain kalau memang tidak biasa, jadinya lecet, nih," omelnya kemudian, sambil membantuku mengurut kakiku yang terasa ngilu."Sshhh ...." tanpa sadar, aku mendesis kesakitan karenanya. Membuat Ammar langsung menoleh ke arahku, dengan wajah masam sekali."Jangan coba-coba pakai benda ini lagi," geramnya seraya menjauhkan sepatuku dengan kasar ke sembarang tempat."Tapi, Mas. Itu satu paket sama gaunnya. Cantik juga bentukannya. Saya suka." Aku pun menyuarakan pro
*Happy Reading*Aku malu! Sumpah! Demi apa coba aku harus berhadapan langsung sama Si Tante kayak gini? Ammar nih emang resek banget! Tinggal jelasin aja padahal, apa susahnya? Malah nyuruh aku ngadepin Si Tante kek gini! Mau dia apa, coba? Mau lihat aku sama pacarnya ini jambak-jambakan?Lah? Mana bisa? Aku kan pake hijab. Si Tante pasti susah jambaknya. Sementara itu, rambut si Tante juga kelihatannya mahal. Jadi mana tega aku jambaknya.Terus ini aku harus kek mana sekarang?Masa malah main liat-liatan, sih? Nanti kalau baper, gimana?"Jadi, kamu cemburu sama saya, Nur?" tanya Si Tante akhirnya, setelah mengulas senyum manis sebelumnya."Eh, itu ... uhm ... bukan gitu juga, Tan. Tapi ... anu ... aduh, gimana ya jelasinnya?" sahutku asal, bingung harus menjawab bagaimana?"Gak papa, Tante ngerti, kok. Tapi, kamu gak usah takut ya, Nur. Tante bukan pacarnya Ammar, kok. Soalnya dia udah bucin akut sama kamu."Eh?
*Happy Reading*"Terima ... terima ... terima ...."Setelah Ammar menyelesaikan kata-kata lamaran, yang menurutnya tidak Romantis. Riuh dan tepuk seruan itu pun terdengar menghiasi ruangan tersebut. Membuat aku mengerjap pelan, sebelum kemudian memindai suasana sekitar yang ternyata lumayan ramai.Meski masih dalam keadaan remang, tapi aku sudah mulai bisa melihat beberapa orang hadir di sana, dengan beberapa orang yang sudah membidik aku dan Ammar. Salah satunya adalah Nurhayati, yang aku yakini pasti sedang membuat IG live.Ah, sialan. Jadi aku sedang dikerjain ceritanya. Kenapa aku gak ngeh, ya? Bodoh banget, ya?"Terima ... terima ... terima ...." Sorakan itu masih menghiasi, membuat aku kembali menatap Ammar yang masih berlutut satu kaki dihadapanku. Tentu saja dengan senyum yang belum luntur sedikit pun.Namun sayangnya, alih-alih menjawab ya, dengan haru yang biasa ditunjukan dalam sebuah sinetron. Aku lebih memilih menyuarakan pertan
*Happy Reading*"Sel, itu--""Ck, menyebalkan sekali," geram Sella tiba-tiba, sebelum menarik tanganku dan mengajak berlari. "Yuk, Kak!"Eh? Aku mau diajak kemana nih?Sebenarnya, aku belum bisa mencerna situasi ini dengan baik, tapi aku juga tidak bisa menolak ajakan Sella yang menarik tanganku tiba-tiba, dan mengajakku berlari begitu saja.Aku bahkan tidak tahu ke mana Sella akan membawaku. Meski masih di area Rumah sakit tempat Bapak dirawat, tetap saja aku tak hafal seluk beluk tempat ini.Penting ikuti aja Sella. Karena, bukannya dia sendiri yang bilang kalau sedang mendapat tugas menjagaku dari Fans Fanatik Ammar.Nah, aku rasa Sella saat ini sedang melaksanakan tugasnya itu. Karena wanita tadi memang terlihat sangat ingin membunuhku.Ngerih juga membayangkannya. Makanya aku nurut aja kemana Sella membawaku. Karena aku yakin, Sella tidak akan mungkin mencelakaiku."Ayo, kak. Cepat!" titah Sella disela pelarian kami
*Happy Reading*Setelah 2x24 jam tidak sadarkan diri, akibat pengaruh obat pasca operasi. Akhirnya Bapak pun siuman, dan membuka matanya.Alhamdulilah ....Kami semua pun kembali mengucap kalimat syukur penuh suka cita, sebelum kemudian Mak Kanjeng tiba-tiba melayangkan tamparan kerasnya pada Bapak, selepas Dokter pergi setelah mematikan Bapak sudah baik-baik saja.Beneran dah Emakku ini, kejamnya gak kaleng-kaleng. Orang baru siuman, masih sakit, masih lemah, bukannya disayang dan dapat perhatian khusus. Malah dapat tamparan telak.Tega bener!Bukan hanya itu, setelah menampar Emak pun dengan menggebu mengomeli Bapak, perihal permintaan konyolnya sebelum dibawa ke Rumah sakit.Apalagi? Tentu saja permintaan Bapak agar aku menikah saat itu juga, karena takut tidak bisa bangun lagi nanti."Makanya lo jan ngadi-ngadi. Lo tuh bukan Tuhan! Seenaknya aja sok tahu sama umur sendiri. Gara-gara lo! Gue gagal bikin pernikahan yang
*Happy Reading*Akhirnya, karena bingung mau jawab apa. Aku pun meminta waktu pada Mommy, untuk menunggu sampai Bapak pulih dulu.Toh, bagaimanapun Bapak adalah waliku. Jadi aku berharap dia juga bisa hadir nanti di resepsi pernikahanku dan Ammar.Bahkan kalau bisa, statusnya sudah kembali menjadi ayahku. Dengan kata lain sudah rujuk dengan Emak.Namun PR-nya adalah, kira-kira Emak mau tidak ya, menerima Bapak lagi?Memang, aku yakin dalam lubuk hati Emak, beliau pasti masih mencintai Bapak. Tetapi tidak bisa dipungkiri, luka yang sudah Bapak torehkan di sana juga banyak, bahkan tak terhitung lagi jumlahnya.Di mana-mana perkara memaafkan itu mudah, tapi untuk melupakan. Itu sulit, kawan! Dan belum tentu Emak bisa melupakan semua luka yang sudah Bapak berikan itu.Istimewanya, rasa sakit hati Emak bahkan sudah sampai tahap kecewa. Karenanya, kini aku hanya
*Happy Reading*"Jadi ... kamu adiknya Mas Ammar?" todongku akhirnya, setelah punya kesempatan bicara dengan si Mbak Barbie, atau yang ternyata punya nama Rusella.Tenang saja, aku sudah kenalan kok tadi sama Mommy-nya Ammar yang cantik itu. Sudah salim, sungkeman, cipika-cipiki, bahkan pelukan kek teletubies tadi bertiga dengan Mak Kanjeng juga.Nah, sekarang waktunya aku eksekusi nih bocah nakal, yang kemarenan ngerjain aku, dengan pura-pura ngelabrak.Apaan? Kukira dia beneran salah satu cem-ceman Ammar. Bikin aku insecure aja sama galau gara-gara punya saingat cem dia. Ternyata eh ternyata, mereka satu pabrik, gaes! Kan ngeselin, ya?Rusella, atau biasa dipanggil Sella, adalah salah satu adiknya Ammar, juga kembarannya Rusell. Selain mereka masih ada si Bungsu Anindya, yang saat ini masih duduk di bangku SMA.Iya! Mereka kembar sepasang. Cakep, deh! Nanti kalau aku sama Ammar punya anak, bakalan kembar juga gak, ya? Kalau kembar pasti ge