Satu bulan kemudian, kini hari- hari di lalui oleh Bella hanya dengan tangisan, air mata sudah menjadi temennya setiap saat, kehampaan dia rasakan selama satu bulan terakhir ini.
Tadinya Bella menyangka kehamilannya ini membawa kehidupannya untuk jauh lebih bahagia lagi, tetapi ternyata itu salah besar, nyatanya semenjak kehamilan Bella hanya merasa kehampaan, kesedihan, dan kesepian.Keenan yang berjanji hanya akan dua minggu di Jerman, kini sampai satu bulan, belum pulang-pulang.Rasa cemas bertambah karena Keenan yang jarang memberinya kabar, bahkan Keenan mengabari Bella setelah satu minggu Keenan di sana, dan hal itu membuat Bella sangat frustasi.Setiap malam, dirinya terus berpikir apa yang membuat Keenan berubah dalam sekejap ini, pikirannya berbicara jika Keenan berubah dikarenakan kehamilannya, tetapi hatinya menolak pemikiran itu, karena dia tahu sang suami sangat menanti kehadiran buah hati mereka.Bella menatap perutnya yang belum terlihat besar, dia menatap sendu ke arah sana."Maafin Bunda, Sayang. Kamu pasti kangen ya sama Ayah." Air matanya mengalir lagi, frustasi yang dia rasakan karena tidak tahu apa yang salah darinya sampai Keenan mendiaminya seperti ini.Menghapus air matanya, Bella berniat menelpon Keenan, jujur saja dia sangat rindu kepada Keenan, meskipun Bella tahu Keenan tidak akan mengangkatnya seperti biasa, tetapi apa salahnya mencoba, pikirnya.Panggilan pertama tidak di jawab, Bella tidak menyerah hingga sampai panggilan ke sepuluh Keenan tak juga mengangkatnya.Bella merasa kini badan dan juga pikirannya sangat lelah, dengan kesal dia melempar ponsel ke sembarang arah kemudian berjalan keluar dari kamarnya.Baru saja akan menginjakkan kakinya ke arah tangga, rasa mual kian datang lagi. Memang sudah biasa Bella mengalami seperti ini, bahkan hampir setiap pagi.Peluh terlihat di dahi cantik Bella, penampilannya kini lumayan acak acakan, di tambah lagi raut wajah yang terlihat pucat tetapi tidak mengurangi kadar kecantikan dirinya.Bella menyandarkan tubuhnya di tembok kamar mandi, dirinya mengingat belum pernah sekali pun mengecek kandungannya."Apa tidak apa-apa aku mengecek kandunganku sekarang?" Bella binggung mengusap perutnya, satu sisi dia ingin mengecek bersama Keenan, di lain sisi dia takut terjadi apa-apa kepada kandungannya karena belum pernah memeriksanya.Lama berpikir, akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke dokter hari ini, Bella segera bersiap sedikit tidak sabar karena ini pertama kali baginya.Di antarkan oleh sang supir untuk pergi, di perjalanan Bella kembali mengingat Keenan, dia berharap nanti jika Keenan melihat foto hasil USG nya sang suami akan kembali bersikap seperti semula.Sampainya di rumah sakit, tubuh Bella sedikit menegang, jantungnya berdetak lebih cepat, dia mengusap kedua tangannya yang kini berkeringat.Dengan pelan Bella keluar dari mobil, menyuruh sopir untuk menunggunya di dalam mobil saja.Melangkahkan kakinya ke dalam, dia lebih dulu mendaftarkan dirinya."Selamat pagi Nona, ada yang bisa kami bantu," sapa seorang suster dengan sopan."Saya mau mengecek kandungan sus," ujarnya."Oke, baik. Dengan Nona siapa?""Arrabella.""Baik Nona Arrabella, nama suaminya?" tanya suster."Keenan,"jawab Bella."Suaminya dimana Nona? Apakah tidak ikut mendampingi?"Bella menggigit bibir bawahnya pelan, entah mengapa mendengar ucapan suster membuat dia ingin menangis.Sedangkan suster yang didepan Bella, menyangka bahwa Bella hamil diluar nikah dan pacarnya tidak mau bertanggung jawab karena melihat dari segi manapun Bella terlihat masih sangat muda tidak terlihat sama sekali bahwa sudah menikah."Mohon maaf jika saya salah bertanya, kalau begitu anda bisa langsung masuk, kebetulan sedang tidak ada antrian." Suster mengatupkan tangannya di depan dada meminta maaf.Bella mengangguk ramah, mungkin karena hormon kehamilan, pertanyaan yang sudah seharusnya saja sudah membuat dia ingin menangis.Bella masuk keruangan dokter yang disambut ramah oleh dokter itu."Selamat pagi," sapa sang dokter tersenyum ramah.Setelah berbincang sedikit, dokter memulai dengan mengecek tensi darah Bella terlebih dahulu."Sering kram perut?" tanya dokter ketika sudah memeriksa Bella.Bella menganguk. "Sering banget dok," jawabnya jujur.Dokter itu terlihat menghela nafas. "Tekanan darah anda sangat tinggi, untuk ibu hamil sangat rawan memiliki hal seperti ini, sebaik jangan terlalu banyak memikirkan hal apapun, karena kandungan anda masih sangat kecil, sangat rentan untuk mengalami keguguran," jelas dokter, tangannya menuliskan resep obat.Bella merasa bersalah karena tidak fokus untuk merawat kandungan yang selama dia inginkan."Kedepannya mohon untuk tidak terlalu memikirkan hal yang membuat anda stres." Dokter kemudian membawa Bella ke ruang untuk USG.Perasaan sedih dan juga bahagia bersatu, tangisannya tak bisa dia tahan melihat sosok gambar di depannya yang menunjukkan sang buah hati.Sudah selesai urusan rumah sakit Bella memutuskan untuk tidak langsung pulang karena dokter pun menyarankan dirinya untuk merilekskan pikirannya.Bella yang baru kali ini keluar lagi dari rumah karena sebulan full ini dia terlalu memikirkan Keenan hingga tidak pernah lagi ke luar rumah, kini memuaskan dirinya hingga dia lupa waktu.Tak terasa jam sudah menunjukkan sore hari, mobil sudah penuh oleh barang yang Bella beli, kini Bella sedang bersandar di dalam mobil."Kamu seneng sayang?" Bella tersenyum bahagia mengusap perutnya."Bunda juga seneng, maafin Bunda ya sayang, Bunda janji setelah ini Bunda gak akan nangis-nangis lagi deh."Dokter memang memberi tahu Bella, untuk jangan terlalu banyak menangis dan bersedih karena itu berdampak dengan kehamilannya.Bella terlihat berbincang dengan kandungannya dengan bahagia, dia merasa baru kali ini merasakan perasaan ini lagi.Mobil yang di membawa Bella memasuki pekarangan rumah, entah kenapa Bella merasa sedikit tegang, bahkan kini dia berubah menjadi duduk tegak.Dan benar saja, dia melihat sebuah mobil yang membuat jantung berdetak lebih cepat, Bella dengan tidak sabar segera keluar memastikan apa yang dia pikirkan.Bella berjalan cepat, memasuki rumah. Perasaan bahagia kian bertambah ketika melihat sosok yang sangat dia rindukan."Mas kamu ....""Dari mana saja kamu Bella!!""Alvin, om Keenan harus pulang Sayang. Nanti kita pasti bakal bertemu lagi kok Sayang," ucap seorang wanita dengan sangat lembut.Pria yang disebut Alvin itu menggeleng dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Ndak mau mommy, avin mau sama Enan." Seseorang yang disebut Alvin adalah anak dari Amanda.Amanda menghela nafas lelah, sudah satu jam Alvin merengek terus tidak ingin di tinggalkan oleh Keenan yang sudah harus pulang ke negaranya.Keenan yang menjadi tahanan sedari tadi, kini menunduk mensejajarkan tubuhnya dengan bocah kecil yang berusia dua tahun itu."Alvin, Om harus kerja dulu Sayang, nanti kalo ada waktu om pasti kesini lagi, oke." Keenan dengan lembut mengusap puncak kepala Alvin.Alvin menggeleng lagi. "Alvin ndak mau ditinggal Enan, Avin mau sama Enan." Alvin kini malah memeluk Keenan dengan erat.Amanda yang melihat itu menatap Keenan dengan merasa bersalah. Tak dipungkiri dia pun merasa bersedih Keenan akan kembali,
Zio terdiam membeku, apakah dugaannya selama ini benar kalau sang Nyonya berselingkuh? tetapi meskipun begitu Zio mengangguk tidak bertanya lagi karena tidak sopan untuk menanyakannya, dia segera pamit keluar untuk memerintahkan seseorang untuk mengawasi Bella mulai sekarang.Keenan sendiri langsung masuk ke dalam kamar yang tersedia di ruang kerjanya, dia langsung merebahkan tubuhnya yang terasa begitu lelah.Baru saja akan memejamkan mata, ponselnya berdering. Keenan dengan malas mengambil di saku jasnya, matanya langsung berbinar ketika melihat panggilan video call dari Amanda.Tanpa pikir panjang Keenan langsung mengangkatnya."Enannnn." Suara tangisan Alvin langsung terdengar sambil menyebut namanya.Keenan tersenyum lebar, rasa lelahnya seketika langsung hilang melihat wajah Alvin yang sangat menggemaskan."Kenapa menangis, Sayang?" Dilihat dari layar, Alvin menangis di pangkuan Amanda, terlihat juga wajah Amanda yang sanga
Air mata tak bisa Bella tahan ketika melihat sebuah benda yang menunjukkan pengharapannya selama ini."Ini nyata? Aku hamil." Bella terlihat tidak percaya apa yang di lihatnya, tanpa sadar dia mengelus perutnya yang masih terlihat rata.Dia menangis dengan penuh bahagia, bola mata nya memandang haru ke arah tespact yang menunjukkan dua garis yang selalu di nantikan olehnya dan sang suami.Ketukan di pintu kamar, membuat Bella segera mengumpatkan tespect tersebut. dia dengan cepat membasuh wajahnya.Dengan mata yang masih terlihat sembab, karena menangis cukup lama di dalam sana. Bella segera keluar, membuka pintu kamar dengan cepat."Mas," sambut Bella dengan senyum penuh kebahagiaan.Pria yang di sebut suami Bella itu terlihat terkejut. "Sayang, kamu kenapa?" Keenan sosok suami Bella yang baru saja pulang dari kantor terlihat khawatir menatap Bella yang terlihat sembab.Bella menggeleng. "Aku nggak apa-apa, Mas. Tadi p
"Apa maksud mu, Mas?" Bella terlihat binggung mendengar pertanyaan Keenan.Melihat raut wajah binggung Bella, Keenan langsung tersadar apa yang baru saja dia ucapkan."M-maksudku, ini bener punyamu?" Keenan terlihat gugup dan Bella menyadari itu."Iya, Mas. Ini punyaku." Bella menatap manik mata Keenan yang tidak mau bersitatap."Aku mengeceknya lima hari yang lalu, awalnya aku pun tak percaya, tapi aku mengeceknya berulangkali dan hasilnya sama," lanjutnya.Keenan menatap Bella, kemudian menghela napas panjang."Terima kasih, Sayang." Keenan langsung memeluk Bella erat, yang di balas tak kalah erat oleh Bella.Entah kenapa Bella malah menangis, raut wajah Keenan yang seperti meragukan kandungannya, terekam jelas di ingatan Bella.Menyadari Bella menangis, Keenan melerai pelukan mereka. "Kenapa menangis, hm?" Keenan menangkup wajah Bella dengan kedua tangan kekarnya.Bella menggeleng. "Ini tangisan bahagia, Mas. Kamu bahagia kan, Mas?"Keenan tidak langsung menjawab melainkan mengecup
Suara musik terdengar sangat keras, banyak sekali orang yang sedang berjoget tak tentu arah, pria dan wanita berciuman di mana saja, bahkan tak sedikit orang yang berhubungan badan, seolah-olah di tempat ini hanya ada mereka.Di sebuah meja paling pojok, terlihat sosok Keenan yang sedang mabuk di temani oleh sang sekertaris. Mulut Keenan terus meracau tidak jelas sedangkan Zio, dia memang tidak minum karena memang hanya menemani bosnya itu."Tuan, sebaik kita pulang, anda sudah mabuk berat." Zio sudah berulang kali menahan tangan Keenan yang terus meminum cairan keras itu."Diamlah!! aku tidak mabuk bodoh!" sentak Keenan, kemudian meminum kembali.Zio menatap sang Tuan dengan khawatir, dia sendiri tidak percaya dengan sosok Keenan yang sekarang. Semenjak pernikahan mereka, Zio baru kali ini lagi menemani Tuannya ketempat seperti ini, dan yang membuatnya tak menyangka lagi, Keenan bahkan berbohong kepada Nyonya Bella.Pagi tadi ketika Zio diperintahkan untuk kerumah Keenan, dia sebenar
Zio terdiam membeku, apakah dugaannya selama ini benar kalau sang Nyonya berselingkuh? tetapi meskipun begitu Zio mengangguk tidak bertanya lagi karena tidak sopan untuk menanyakannya, dia segera pamit keluar untuk memerintahkan seseorang untuk mengawasi Bella mulai sekarang.Keenan sendiri langsung masuk ke dalam kamar yang tersedia di ruang kerjanya, dia langsung merebahkan tubuhnya yang terasa begitu lelah.Baru saja akan memejamkan mata, ponselnya berdering. Keenan dengan malas mengambil di saku jasnya, matanya langsung berbinar ketika melihat panggilan video call dari Amanda.Tanpa pikir panjang Keenan langsung mengangkatnya."Enannnn." Suara tangisan Alvin langsung terdengar sambil menyebut namanya.Keenan tersenyum lebar, rasa lelahnya seketika langsung hilang melihat wajah Alvin yang sangat menggemaskan."Kenapa menangis, Sayang?" Dilihat dari layar, Alvin menangis di pangkuan Amanda, terlihat juga wajah Amanda yang sanga
"Alvin, om Keenan harus pulang Sayang. Nanti kita pasti bakal bertemu lagi kok Sayang," ucap seorang wanita dengan sangat lembut.Pria yang disebut Alvin itu menggeleng dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Ndak mau mommy, avin mau sama Enan." Seseorang yang disebut Alvin adalah anak dari Amanda.Amanda menghela nafas lelah, sudah satu jam Alvin merengek terus tidak ingin di tinggalkan oleh Keenan yang sudah harus pulang ke negaranya.Keenan yang menjadi tahanan sedari tadi, kini menunduk mensejajarkan tubuhnya dengan bocah kecil yang berusia dua tahun itu."Alvin, Om harus kerja dulu Sayang, nanti kalo ada waktu om pasti kesini lagi, oke." Keenan dengan lembut mengusap puncak kepala Alvin.Alvin menggeleng lagi. "Alvin ndak mau ditinggal Enan, Avin mau sama Enan." Alvin kini malah memeluk Keenan dengan erat.Amanda yang melihat itu menatap Keenan dengan merasa bersalah. Tak dipungkiri dia pun merasa bersedih Keenan akan kembali,
Satu bulan kemudian, kini hari- hari di lalui oleh Bella hanya dengan tangisan, air mata sudah menjadi temennya setiap saat, kehampaan dia rasakan selama satu bulan terakhir ini.Tadinya Bella menyangka kehamilannya ini membawa kehidupannya untuk jauh lebih bahagia lagi, tetapi ternyata itu salah besar, nyatanya semenjak kehamilan Bella hanya merasa kehampaan, kesedihan, dan kesepian.Keenan yang berjanji hanya akan dua minggu di Jerman, kini sampai satu bulan, belum pulang-pulang. Rasa cemas bertambah karena Keenan yang jarang memberinya kabar, bahkan Keenan mengabari Bella setelah satu minggu Keenan di sana, dan hal itu membuat Bella sangat frustasi.Setiap malam, dirinya terus berpikir apa yang membuat Keenan berubah dalam sekejap ini, pikirannya berbicara jika Keenan berubah dikarenakan kehamilannya, tetapi hatinya menolak pemikiran itu, karena dia tahu sang suami sangat menanti kehadiran buah hati mereka.Bella menatap perutnya yang belum terlihat besar, dia menatap sendu ke arah
Suara musik terdengar sangat keras, banyak sekali orang yang sedang berjoget tak tentu arah, pria dan wanita berciuman di mana saja, bahkan tak sedikit orang yang berhubungan badan, seolah-olah di tempat ini hanya ada mereka.Di sebuah meja paling pojok, terlihat sosok Keenan yang sedang mabuk di temani oleh sang sekertaris. Mulut Keenan terus meracau tidak jelas sedangkan Zio, dia memang tidak minum karena memang hanya menemani bosnya itu."Tuan, sebaik kita pulang, anda sudah mabuk berat." Zio sudah berulang kali menahan tangan Keenan yang terus meminum cairan keras itu."Diamlah!! aku tidak mabuk bodoh!" sentak Keenan, kemudian meminum kembali.Zio menatap sang Tuan dengan khawatir, dia sendiri tidak percaya dengan sosok Keenan yang sekarang. Semenjak pernikahan mereka, Zio baru kali ini lagi menemani Tuannya ketempat seperti ini, dan yang membuatnya tak menyangka lagi, Keenan bahkan berbohong kepada Nyonya Bella.Pagi tadi ketika Zio diperintahkan untuk kerumah Keenan, dia sebenar
"Apa maksud mu, Mas?" Bella terlihat binggung mendengar pertanyaan Keenan.Melihat raut wajah binggung Bella, Keenan langsung tersadar apa yang baru saja dia ucapkan."M-maksudku, ini bener punyamu?" Keenan terlihat gugup dan Bella menyadari itu."Iya, Mas. Ini punyaku." Bella menatap manik mata Keenan yang tidak mau bersitatap."Aku mengeceknya lima hari yang lalu, awalnya aku pun tak percaya, tapi aku mengeceknya berulangkali dan hasilnya sama," lanjutnya.Keenan menatap Bella, kemudian menghela napas panjang."Terima kasih, Sayang." Keenan langsung memeluk Bella erat, yang di balas tak kalah erat oleh Bella.Entah kenapa Bella malah menangis, raut wajah Keenan yang seperti meragukan kandungannya, terekam jelas di ingatan Bella.Menyadari Bella menangis, Keenan melerai pelukan mereka. "Kenapa menangis, hm?" Keenan menangkup wajah Bella dengan kedua tangan kekarnya.Bella menggeleng. "Ini tangisan bahagia, Mas. Kamu bahagia kan, Mas?"Keenan tidak langsung menjawab melainkan mengecup
Air mata tak bisa Bella tahan ketika melihat sebuah benda yang menunjukkan pengharapannya selama ini."Ini nyata? Aku hamil." Bella terlihat tidak percaya apa yang di lihatnya, tanpa sadar dia mengelus perutnya yang masih terlihat rata.Dia menangis dengan penuh bahagia, bola mata nya memandang haru ke arah tespact yang menunjukkan dua garis yang selalu di nantikan olehnya dan sang suami.Ketukan di pintu kamar, membuat Bella segera mengumpatkan tespect tersebut. dia dengan cepat membasuh wajahnya.Dengan mata yang masih terlihat sembab, karena menangis cukup lama di dalam sana. Bella segera keluar, membuka pintu kamar dengan cepat."Mas," sambut Bella dengan senyum penuh kebahagiaan.Pria yang di sebut suami Bella itu terlihat terkejut. "Sayang, kamu kenapa?" Keenan sosok suami Bella yang baru saja pulang dari kantor terlihat khawatir menatap Bella yang terlihat sembab.Bella menggeleng. "Aku nggak apa-apa, Mas. Tadi p