“Baru kali ini gue datang ke nikahan orang, yang anak – anaknya juga datang ke nikahan orang tuanya. Jadi setelah ini mereka kalau lihat album nikahan kalian, enggak akan ada drama anak – anak yang menangis karena tidak diundang ke nikahan orang tuanya, ha ha ha,” seloroh Mas Dhanis, membuat kami semua tertawa.=============================Aku tidak menyangka jika acara pernikahanku, akan dihadiri banyak orang penting di negeri ini, mungkin karena pekerjaan Mas Riza sebagai seorang pengacara sukses di Ibu Kota, sehingga memiliki channel dengan orang – orang penting. Pantas saja, Mas Riza memaksa untuk dekorasi acara kami, dibuat sebagus mungkin, menurutnya itu salah satu cara untuk menghargai para tamu undangan, yang akan datang ke pesta kami.Aku hanya menurut, karena bagaimanapun, aku harus menghormati keinginannya, terbukti, hari ini begitu meriah dan ramai, semua orang terlihat bahagia, kecuali mas Jazirah. Dirinya sempat hadir bersama keluarga besarnya, aku memang sengaja mengun
Kudengar tawanya menguar begitu kencang, salah satu kebiasaan Dhanis, dirinya selalu saja menertawakan jika aku sedang mengalami kesialan, apalagi hal tersebut karena ulahnya. Namun, aku bersyukur memiliki sahabat sepertinya, banyak sekali kebaikan yang dirinya lakukan kepadaku. Mungkin aku akan memberikan hadiah juga untuknya, misalnya memberikannya keponakan baru? Ya sepertinya itu ide yang bagus, kan?============ Niatku untuk melanjutkan ritual pengantin baru lagi-lagi harus tertunda, setelah kepergian Dhanis dengan tawa puasnya, aku berniat untuk melanjutkan aksi ku, namun tiba-tiba ke tiga anak-anak ku menyerbu masuk ke dalam kamar dan memaksaku juga Gianira, untuk menemani mereka makan di salah satu restoran cepat saji, yang menyediakan menu utama ayam goreng.Ternyata memang sesulit ini untuk ku dan Gianira memiliki waktu khusus berdua, karena sudah tentu ada anak-anak yang akan selalu menuntut kami untuk bisa menemani mereka.Aku hanya bisa membuang nafas kasar, rasanya has
Suasana semakin riuh, kulihat beberapa pegawai mencoba menenangkan pengunjung yang mulai grasak-grusuk dan tidak nyaman dengan keributan ini. Aku tersenyum puas, bisa memberikan pelajaran pada manusia-manusia sombong seperti mereka. Jangan mereka fikir aku takut dengan ancaman dan larangan mereka, sampai matipun aku tidak akan pernah berhenti mengambil hak ku yang Gianira ambil.================= Suasana semakin ribut, pelanggan rumah makan banyak yang memilih untuk meninggalkan warung makan milik Gianira. Aku tertawa puas, berhasil merusak citra baik rumah makan ini. Setidaknya setelah ini, pengunjung akan berfikir dua kali jika ingin makan di sini. “Cepat sediakan makanan dan minuman yang gue pesan, sekarang!” teriak ku lagi, setelah kulihat pengunjung terakhir meninggalkan warung.“Maaf, Pak, silahkan bapak pergi dari sini sebelum kami lapor polisi!” suara satpam lemah yang Gianira bayar untuk menjaga warungnya.“Kalau gue enggak mau, lu mau apa, hah?” “Baik kalau itu yang bapa
Aku senang, setidaknya Gianiraku sudah berhenti menangis dan mulai tersenyum. Kuhapus air matanya dengan sapu tangan yang selalu ada di saku celanaku. Mengecup sekilas pipi kanannya, kemudian membimbingnya untuk naik ke ruang tunggu khusus penumpang, karena pesawat kami akan segera take off.Yeah, Bali … we’re coming!! Tunggu aku dan Gianira-ku sampai sana, akan kubuat senyumnya semakin lebar dan menawan.=============== Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lima puluh lima menit, akhirnya aku dan Gianira mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali. Bandara ini terlihat begitu ramai, banyak sekali orang lalu lalang di sini dengan segala aktifitas mereka. Karena tidak perlu menunggu bagasi, aku dan Gianira bisa langsung melenggang keluar, mencari supir yang diperintahkan Dhanis untuk menjemput kami.Jarak tempuh dari Bandara ke Villa yang ada di resort tempat kami menginap sekitar dua belas kilometer, tidak begitu jauh sebenarnya. Namun, karena malam ini adalah malam pergantian tahun,
Kemudian Gianira membalasku hanya dengan sekali sentuhan, yang langsung membuat seluruh bulu roma kuberdiri. Dasar istri nakal, beraninya dia menyentuh bagian titik terlemahku yang bersembunyi di bawah sana.“Beraninya kamu, Sayang! Kamu sudah bangunin elang tidur, sekarang kamu harus tanggung jawab, berikan mangsa buat elangku makan! Huaawwwhh.” Aku berlari mengejar Gianira yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar, tawanya sangat keras, seakan begitu senang karena telah berhasil membuatku panas dingin karena sekali saja sentuhannya. Lihat saja, Sayang, siapa yang akan menang malam ini.=============== Aku terlambat karena Gianira telah masuk ke dalam kamar mandi lebih dulu. Tawanya masih terdengar, rupanya dia begitu bahagia karena telah membuatku tersiksa. Mengikuti feeling, segera kulepas seluruh pakaianku dan ikut masuk ke dalam kamar mandi. Gianira terkesiap, tawanya mendadak berhenti kala netra kami bertemu.Memutus jarak, kuraih tubuh setengah polos Gianira untuk masuk ke da
“Lagi mikiran apa, Gi?” tangan kekar Mas Riza membelit perutku dari belakang, meletakan wajahnya pada ceruk leherku.“Aku kangen anak-anak, Mas,” lirihku, mengusap wajahnya dengan lembut.“Tadikan sudah video call mereka? Insya Allah mereka baik-baik saja. Gimana kalau kita ulangin yang semalam lagi, yuk! Kita kasih oleh-oleh adik bayi buat mereka, pasti mereka akan senang, deh,” selorohnya, menenangkan dan menggodakan. Tangannya sudah menjelajah menelusuri bagian dalam tubuhku yang tertutup maxi dress.============= POV RizaAktifitasku dan Gianira harus terhenti di ronde ke dua karena suara ketukan dari pintu luar Villa. Menarik paksa milikku dari posisi nyaman yang teramat hangat. Gianira menahan tawa melihat wajahku yang cemberut karena belum tuntas menyelesaikan hajatku terhadapnya. Mengambil pakaian yang berserak di lantai dan memakainya, gegas aku berjalan keluar kamar, memeriksa siapa gerangan yang berani mengganggu aktifitas dewasaku pagi ini.Suara ketukan semakin keras te
“Gila, lu. Mandi sana!!” teriak Mas Riza, melempar bantal sofa yang berada di dekatnya.Aku hanya tertawa mendengar candaan mereka yang selalu menjurus ke pembahasan tidak senonoh. Ah, perasaan dulu saat bersama mas Jazirah, jangankan membicaran dengan orang lain, membahasnya setelah kami berhubungan badan saja rasanya sungkan. ===========Hari ini aku dan Mas Riza di ajak untuk berkunjung ke Villa yang ditempati oleh Bapak dan Ibu Dokter. Aku mengenal mereka hanya sekilas saja, belum begitu akrab sebenarnya. Mereka berdua teman kuliah Mas Riza, Mas Dhanis dan Tiara, sedangkan aku baru tiga kali saja bertemu dengan mereka.Kuakui Bu Dokter Safeea adalah wanita yang sempurna, cantik, cerdas, seorang dokter dan memiliki suami yang begitu mencintainya. Tidak heran jika sampai saat ini mantan suaminya masih saja mengganggu dan memintanya untuk kembali rujuk.Jika aku mengikuti kisahnya, sangat disayangkan seorang berpendidikan seperti Bu Dokter mau bertahan bersama mantan suaminya selama
“Beda, Bro, lu cemburu sama orang yang masih hidup. Gianira cemburu sama istri gue yang bahkan sudah meninggal hampir delapan tahun lalu,” sergahku, menyanggah pendapatnya.“Berarti lu enggak akan cemburu sama mantan suaminya Gianira?” pertanyaan Dhanis yang tiba-tiba membuatku terbelalak. “Maksud, lu?”“Balik aja posisinya, Bro, it easy, right?”============ Aku cukup tersinggung dengan yang Dhanis katakan, bagaimana dia bisa berfikir seperti itu. Aku dan Nirmala tidak mungkin kembali karena terpisahkan oleh kematian, sedangkan Gianira dan Jazirah bisa saja kembali bersatu, karena mereka berdua masih sama-sama ada di dunia ini.Lalu sekarang apa yang aku lakukan? Aku sudah minta maaf kepadanya, mengatakan jika Nirmala hanyalah masa laluku sedangkan dirinya adalah istriku sekarang, masa depanku, wanita yang kucintai dengan segenap hatiku.“Bro, wanita itu lembut perasaannya, dia mengutamakan hati dan perasaannya dibandingkan dengan logika. Nirmala memang sudah enggak ada, tetapi tet