Aku senang, setidaknya Gianiraku sudah berhenti menangis dan mulai tersenyum. Kuhapus air matanya dengan sapu tangan yang selalu ada di saku celanaku. Mengecup sekilas pipi kanannya, kemudian membimbingnya untuk naik ke ruang tunggu khusus penumpang, karena pesawat kami akan segera take off.Yeah, Bali … we’re coming!! Tunggu aku dan Gianira-ku sampai sana, akan kubuat senyumnya semakin lebar dan menawan.=============== Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lima puluh lima menit, akhirnya aku dan Gianira mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali. Bandara ini terlihat begitu ramai, banyak sekali orang lalu lalang di sini dengan segala aktifitas mereka. Karena tidak perlu menunggu bagasi, aku dan Gianira bisa langsung melenggang keluar, mencari supir yang diperintahkan Dhanis untuk menjemput kami.Jarak tempuh dari Bandara ke Villa yang ada di resort tempat kami menginap sekitar dua belas kilometer, tidak begitu jauh sebenarnya. Namun, karena malam ini adalah malam pergantian tahun,
Kemudian Gianira membalasku hanya dengan sekali sentuhan, yang langsung membuat seluruh bulu roma kuberdiri. Dasar istri nakal, beraninya dia menyentuh bagian titik terlemahku yang bersembunyi di bawah sana.“Beraninya kamu, Sayang! Kamu sudah bangunin elang tidur, sekarang kamu harus tanggung jawab, berikan mangsa buat elangku makan! Huaawwwhh.” Aku berlari mengejar Gianira yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar, tawanya sangat keras, seakan begitu senang karena telah berhasil membuatku panas dingin karena sekali saja sentuhannya. Lihat saja, Sayang, siapa yang akan menang malam ini.=============== Aku terlambat karena Gianira telah masuk ke dalam kamar mandi lebih dulu. Tawanya masih terdengar, rupanya dia begitu bahagia karena telah membuatku tersiksa. Mengikuti feeling, segera kulepas seluruh pakaianku dan ikut masuk ke dalam kamar mandi. Gianira terkesiap, tawanya mendadak berhenti kala netra kami bertemu.Memutus jarak, kuraih tubuh setengah polos Gianira untuk masuk ke da
“Lagi mikiran apa, Gi?” tangan kekar Mas Riza membelit perutku dari belakang, meletakan wajahnya pada ceruk leherku.“Aku kangen anak-anak, Mas,” lirihku, mengusap wajahnya dengan lembut.“Tadikan sudah video call mereka? Insya Allah mereka baik-baik saja. Gimana kalau kita ulangin yang semalam lagi, yuk! Kita kasih oleh-oleh adik bayi buat mereka, pasti mereka akan senang, deh,” selorohnya, menenangkan dan menggodakan. Tangannya sudah menjelajah menelusuri bagian dalam tubuhku yang tertutup maxi dress.============= POV RizaAktifitasku dan Gianira harus terhenti di ronde ke dua karena suara ketukan dari pintu luar Villa. Menarik paksa milikku dari posisi nyaman yang teramat hangat. Gianira menahan tawa melihat wajahku yang cemberut karena belum tuntas menyelesaikan hajatku terhadapnya. Mengambil pakaian yang berserak di lantai dan memakainya, gegas aku berjalan keluar kamar, memeriksa siapa gerangan yang berani mengganggu aktifitas dewasaku pagi ini.Suara ketukan semakin keras te
“Gila, lu. Mandi sana!!” teriak Mas Riza, melempar bantal sofa yang berada di dekatnya.Aku hanya tertawa mendengar candaan mereka yang selalu menjurus ke pembahasan tidak senonoh. Ah, perasaan dulu saat bersama mas Jazirah, jangankan membicaran dengan orang lain, membahasnya setelah kami berhubungan badan saja rasanya sungkan. ===========Hari ini aku dan Mas Riza di ajak untuk berkunjung ke Villa yang ditempati oleh Bapak dan Ibu Dokter. Aku mengenal mereka hanya sekilas saja, belum begitu akrab sebenarnya. Mereka berdua teman kuliah Mas Riza, Mas Dhanis dan Tiara, sedangkan aku baru tiga kali saja bertemu dengan mereka.Kuakui Bu Dokter Safeea adalah wanita yang sempurna, cantik, cerdas, seorang dokter dan memiliki suami yang begitu mencintainya. Tidak heran jika sampai saat ini mantan suaminya masih saja mengganggu dan memintanya untuk kembali rujuk.Jika aku mengikuti kisahnya, sangat disayangkan seorang berpendidikan seperti Bu Dokter mau bertahan bersama mantan suaminya selama
“Beda, Bro, lu cemburu sama orang yang masih hidup. Gianira cemburu sama istri gue yang bahkan sudah meninggal hampir delapan tahun lalu,” sergahku, menyanggah pendapatnya.“Berarti lu enggak akan cemburu sama mantan suaminya Gianira?” pertanyaan Dhanis yang tiba-tiba membuatku terbelalak. “Maksud, lu?”“Balik aja posisinya, Bro, it easy, right?”============ Aku cukup tersinggung dengan yang Dhanis katakan, bagaimana dia bisa berfikir seperti itu. Aku dan Nirmala tidak mungkin kembali karena terpisahkan oleh kematian, sedangkan Gianira dan Jazirah bisa saja kembali bersatu, karena mereka berdua masih sama-sama ada di dunia ini.Lalu sekarang apa yang aku lakukan? Aku sudah minta maaf kepadanya, mengatakan jika Nirmala hanyalah masa laluku sedangkan dirinya adalah istriku sekarang, masa depanku, wanita yang kucintai dengan segenap hatiku.“Bro, wanita itu lembut perasaannya, dia mengutamakan hati dan perasaannya dibandingkan dengan logika. Nirmala memang sudah enggak ada, tetapi tet
“Gi, tadi mandi besar, dong?” bisik Safeea di tengah-tengah obrolan kami. Aku yang saat ini sedang minum otomanis langsung tersedak karena pertanyaannya.“Ma-maksudnya?” tanyaku pura-pura tidak paham.“Kan tadi di gr3pe Mas Riza di Café, ha ha ha,” Sungguh, rasanya aku ini menghilang dari bumi saat ini juga. Ingatkan aku untuk membalas Mas Riza nanti karena telah berhasil membuatku kehilangan muka seperti ini.============== Aku cukup terkejut dengan menu makanan yang di hasilkan para suami, kufikir rasanya akan kacau, nyatanya semua masakan yang mereka buat sangat enak dan tanpa cela. Setelah kutelusuri, ternyata baik Pak Dokter maupun Mas Dhanis sama-sama terbiasa memasak karena pernah kos saat menempuh pendidikan.Lain hal dengan Mas Riza, dirinya sebenarnya cukup bisa memasak, hanya saja tidak terbiasa, istilahnya perlu di asah terus agar terbiasa dan menjadi pintar. Namun, jika urusan meracik minuman, dirinya tidak perlu diragukan lagi. Kami di rumah bahkan jarang sekali membel
"Mana ponsel kamu, Mas? Aku mau pinjam untuk telpon anak-anak,” ucap Gianira seraya menyeruput tehnya.“Handphonemu mana, Sayang?”“Lowbat, semalam lupa ku charger,”Tanpa bertanya lagi langsung saja kuserahkan ponselku kepada Gianira, kemudian melanjutkan makan dimsum yang masih panas ini.“Mas kok Harsa chat kamu, katanya semua beres? Memangnya ada apa?” pertanyaan Gianira membuatku tersedak dimsum yang sedang ku kunyah. Astaga!=========== Aku merutuki kebodohanku yang tidak memastikan dulu jika Harsa tidak akan mengirim pesan apapun lagi ke ponselku. Niatku untuk menyembunyikan masalah mengenai Jazirah nyatanya kini harus diketahui Gianira karena kecerobohanku sendiri.Awalnya aku ingin mencari alasan agar tidak membuat Gianira mengetahuinya, tetapi istriku bukan wanita bodoh. Kecerdasan pada Langit dan Bumi faktanya turun dari Gen nya, jadi bisa dipastikan Gianira tidak akan menyerah sebelum aku menjawab pertanyaannya secara logis, kan?Akhirnya mau tidak mau kujelaskan apa yang
“Ya, tentu. Tapi besok lusa. Jadi kita masih ada waktu tiga hari buat mesra-mesraan berdua,” Jangan tanya bagaimana bahagianya hatiku malam ini, mendapat janji untuk bertemu dengan anak-anak setelah tiga hari ini tidak bertemu dengan mereka semua. Tanpa aba-aba kurengkuh Mas Riza, menghadiahinya kecupan dalam di bibirnya dan tentu saja terus berlanjut hingga adegan dewasa.========= Jika kutau perihal mempertemukan Gianira dengan anak-anak kami dapat membuatnya seagresif ini kepadaku, tentu sudah kulakukan hal ini dari malam pertama kami tiba di Bali. Serangan Gianira malam ini kepadaku seakan membuat decak syukur dalam diriku tiada berhenti karena memilikinya.Bukan hanya karena pergulatan kami di ranjang, tetapi rasa bahagia Gianira karena tawaranku yang mengajak anak-anak dan ibuku menyusul ke sini menandakan cinta kasih Gianira untuk mereka bukanlah drama wanita belaka. Dia benar-benar tulus mencintai anak-anak dan keluargaku.Dua hari masa bebas bulan madu kami habiskan dengan