Arya terperangah, jantungnya berdegup kencang, seolah-olah ingin melompat keluar dari tubuhnya. Suara bisikan itu masih terdengar, meski semakin samar. "Kamu sudah tahu terlalu banyak, Arya..." Kata-kata itu berputar-putar di kepalanya, seakan terperangkap dalam lingkaran gelap yang semakin menjeratnya.
Pintu kamar yang tadi terbuka lebar kini terkunci rapat. Bahkan kunci yang semula ada di tangannya, yang dengan susah payah ia ambil dari meja resepsionis, entah bagaimana hilang begitu saja. Arya mencoba menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya, namun semakin dia mencoba, semakin ketakutan yang datang. Matanya terfokus pada bayangan samar di sudut kamar—sesuatu yang bergerak perlahan, mengarah ke arahnya. Arya memejamkan matanya, berharap itu hanya halusinasi. Tetapi saat dia membuka mata kembali, bayangan itu semakin mendekat. Suara langkah kaki terdengar di lantai kayu yang berderit, semakin nyata, semakin mendekat. Dia menoleh, mencari jalan keluar. Tidak ada. Dinding-dinding kamar itu terasa semakin sempit, seolah-olah mengepungnya dari segala sisi. Lampu kamar yang sebelumnya mati kini menyala dengan sendirinya, menyoroti ruangannya dengan cahaya yang terkesan kuning kotor, memberikan bayangan yang aneh pada setiap benda di dalamnya. Dan di tengah-tengah ruangan, tubuh wanita itu—tubuh yang terbaring kaku—terlihat lebih hidup dari sebelumnya, meski wajahnya masih pucat. "W-Who are you?" Arya mencoba berbicara, suara suaranya tercekat di tenggorokan. Wanita itu tidak menjawab, hanya menatapnya dengan mata yang kosong. Matanya seperti melirik ke dalam jiwa Arya, seolah ia bisa melihat setiap perasaan dan ketakutan yang ada di dalam diri Arya. Mata itu memancarkan kesedihan yang dalam, tetapi ada juga kegelapan yang menyelimutinya. Kegelapan yang mencekam. Tiba-tiba, tubuh wanita itu bergerak. Perlahan, tangan yang pucat itu terangkat, dan dengan gerakan yang sangat lambat, ia menunjuk ke dinding di belakang Arya. Rasa dingin menjalar di punggung Arya saat dia mengikuti arah tangan wanita itu. Di balik dinding yang tampak biasa itu, ada sesuatu yang tidak biasa. Seolah ada ruang tersembunyi di baliknya. Dengan rasa takut yang menguasai, Arya melangkah maju dan menyentuh dinding tersebut. Tidak ada yang terjadi pada awalnya, tetapi ketika tangannya menyentuh bagian tertentu, dinding itu bergerak. Perlahan, sebuah pintu kecil terbuka, mengungkapkan sebuah lorong gelap di baliknya. Lorong itu terasa sangat berbeda—tersembunyi, misterius, dan penuh dengan aura yang menakutkan. Arya tahu, dia harus masuk. Penasaran mengalahkan rasa takut yang mencekam di jantungnya. Ia melangkah dengan hati-hati, memasuki lorong itu. Suasana di dalam lorong terasa lebih gelap dari yang bisa dijelaskan kata-kata. Cahaya lampu yang samar hanya mengungkapkan sedikit bagian dari jalan sempit ini, sementara udara di sekitarnya semakin dingin, membuat Arya merasa seolah-olah dia sedang berjalan menuju kegelapan abadi. Langkah Arya terhenti ketika dia melihat sesuatu di ujung lorong. Sebuah pintu kayu yang sangat tua, dengan ukiran yang rumit dan hampir tak terbaca. Pintu itu tampaknya tidak pernah dibuka dalam waktu yang sangat lama, dengan debu menumpuk di sekitarnya dan sebuah bau lembap yang sangat kuat tercium dari balik pintu tersebut. Tanpa pikir panjang, Arya meraih gagang pintu itu dan memutar kunci yang ada di sana. Pintu itu terbuka perlahan, mengeluarkan suara berderit yang membuat jantungnya semakin berdebar. Di dalam ruangan itu, ia mendapati sebuah ruangan yang sangat berbeda—sebuah ruang kosong, yang hanya dipenuhi dengan benda-benda yang tampaknya sudah sangat tua. Di tengah ruangan, sebuah meja kayu besar terletak dengan rapi. Di atas meja itu terdapat sebuah benda yang menarik perhatian Arya—sebuah kotak kayu kecil yang terbuat dari bahan yang sangat halus, hampir seperti kayu jati, namun dengan ukiran yang rumit. Ukiran itu menggambarkan sebuah keluarga yang tengah berkumpul, namun wajah mereka tampak kabur, seolah-olah ada sesuatu yang disembunyikan di balik gambar tersebut. Dengan rasa penasaran yang semakin besar, Arya mendekati kotak tersebut dan membuka tutupnya. Di dalam kotak itu, terdapat sebuah buku kecil yang tampaknya sangat tua. Halamannya yang sudah kuning dan rapuh menunjukkan tulisan tangan yang hampir tak terbaca. Arya membuka halaman pertama dengan hati-hati, membaca kata-kata yang tertera di sana: "Ini adalah catatan terakhir dari keluarga yang pernah tinggal di sini. Kamar nomor 13 adalah tempat mereka tinggal. Tetapi mereka bukanlah orang biasa. Mereka adalah penjaga ruang, penjaga rahasia yang lebih dalam dari apa yang bisa dipahami oleh orang biasa. Jangan coba mengungkapnya, atau kamu akan menjadi bagian dari mereka selamanya." Saat membaca kata-kata itu, Arya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Suasana di sekitar ruangan semakin berat, dan dia merasa seolah ada banyak pasang mata yang mengawasinya. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar kembali, lebih keras dari sebelumnya. Arya berbalik dan mendapati bahwa pintu yang ia buka tadi sudah tertutup rapat, seolah tak pernah ada lorong yang mengarah ke sana. Ketika ia menoleh kembali ke meja, kotak kayu itu sudah hilang, dan buku yang ia pegang kini juga menghilang tanpa jejak. Hanya ada ruang kosong, yang semakin terasa semakin sempit. Dan di sudut ruangan, bayangan wanita itu muncul kembali, tetapi kali ini, ia tidak sendirian. Ada beberapa bayangan lain yang muncul di belakangnya, semuanya mengenakan pakaian yang tampaknya sudah usang dan tua. Wajah mereka kosong, tanpa ekspresi, namun aura dari setiap sosok itu mengandung kekuatan yang sangat gelap. Mereka mengelilingi Arya, dengan tatapan kosong yang menembus jiwanya. "Siapa mereka?" Arya berteriak, suara paniknya terdengar jelas di antara keheningan yang mencekam. Wanita itu membuka mulutnya, namun tidak ada suara yang keluar. Namun, tatapan matanya berkata lebih banyak daripada kata-kata yang tak terucapkan. Seolah-olah wanita itu sedang memberitahunya bahwa dia sudah memasuki sesuatu yang sangat berbahaya—sesuatu yang tidak bisa kembali lagi. Arya merasakan getaran aneh yang bergerak di dalam tubuhnya, seolah jiwanya mulai terikat dengan ruang itu, dengan kamar nomor 13 yang penuh dengan rahasia yang tak bisa dijelaskan. Ketika bayangan-bayangan itu semakin mendekat, Arya merasa seolah dunia mulai berputar. Suara bisikan itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas, lebih nyata. "Kamu sudah menjadi bagian dari kami, Arya. Tidak ada jalan keluar." Dan dengan itu, semua gelap.Arya merasakan dirinya terombang-ambing dalam kegelapan, seolah-olah seluruh dunia runtuh di sekelilingnya. Suara-suara itu, bisikan yang terdengar begitu jelas di telinganya, semakin menyatu dengan keheningan yang mencekam. Suasana di kamar itu terasa semakin berat, semakin pekat, seolah-olah ada kekuatan yang tidak terlihat mengikatnya, menariknya lebih dalam ke dalam kegelapan.Bayangan-bayangan yang muncul di sudut mata, dengan mata kosong dan wajah tanpa ekspresi, semakin mendekat. Arya bisa merasakan aura yang menekan dari setiap langkah mereka. Tubuhnya terasa lemas, seolah-olah tenaga dan nyawa perlahan-lahan diambil darinya. Kakinya hampir tidak mampu menopang tubuhnya, dan rasa ketakutan yang mendalam mulai merayap ke dalam dirinya, seakan menghancurkan segala bentuk harapan dan logika.Namun, di tengah kegelapan yang menakutkan itu, ada sebuah suara yang terdengar sangat jelas di dalam benaknya—sebuah suara yang asing, namun penuh dengan kekuatan. “Jangan biarkan mereka men
Di sebuah desa kecil, berdiri sebuah penginapan tua yang konon sudah berusia lebih dari seratus tahun. Penginapan itu hampir selalu sepi, jarang ada tamu yang datang. Namun, ada satu kamar yang paling ditakuti oleh semua orang di desa ituKamar Nomor 13.Cerita tentang kamar itu bermula puluhan tahun lalu, ketika seorang tamu ditemukan tewas dengan wajah penuh ketakutan di sana. Setelah kejadian itu, berbagai insiden aneh terus terjadi. Suara-suara aneh sering terdengar dari kamar tersebut, meski tak ada seorang pun di dalamnya. Cahaya dari dalam kamar sering berkedip-kedip tanpa sebab, dan ada pula yang mengaku melihat bayangan berjalan di balik tirai jendela.Suatu malam, seorang pemuda bernama Damar yang tidak percaya akan cerita-cerita mistis itu memutuskan untuk menyewa Kamar Nomor 13. Dia menganggap cerita tentang kamar itu hanyalah legenda desa yang dibesar-besarkan. Dengan tekad yang bulat, Damar masuk ke kamar tersebut tanpa rasa takut sedikit pun.Di dalam kamar, Damar meras
Bab 2: Terjebak dalam BayanganDamar berdiri terpaku di tengah kamar, tubuhnya kaku, mata tertuju pada cermin yang memantulkan bayangan mengerikan itu. Bayangan hitam dengan bentuk samar wanita berambut panjang terus menatapnya dari balik cermin. Sesaat ia berpikir untuk lari keluar, tapi sesuatu seolah menahannya di tempat. Udara di kamar itu terasa semakin dingin, menusuk tulang, membuat tubuhnya menggigil."Ini pasti hanya imajinasi," pikirnya, berusaha menguatkan hati. Namun, semakin lama ia berpikir demikian, semakin nyata sosok itu terlihat. Bayangan itu tersenyum tipis, memperlihatkan deretan gigi yang kelihatan tidak rata, membuat senyum itu tampak menakutkan.Damar menutup matanya, menarik napas dalam-dalam, berharap saat ia membuka matanya kembali, sosok itu sudah lenyap. Namun ketika ia kembali membuka mata, bayangan itu tak hanya masih ada, tetapi kini semakin dekat. Sosok itu muncul seolah berdiri di depannya, menatapnya dengan tatapan kosong, tanpa suara.Tiba-tiba, soso
Bab 3: Jalan Keluar yang TersembunyiDamar menatap perempuan itu, perasaan aneh antara iba dan ketakutan berkecamuk dalam hatinya. "Bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa membebaskanmu?" tanyanya dengan nada berbisik, meski tak ada orang lain di kamar itu selain mereka berdua.Perempuan itu menunduk, matanya tampak lelah seolah menahan beban selama bertahun-tahun. "Kamar ini... terkutuk. Mereka yang pernah berani melewatinya setelah tengah malam akan terperangkap dalam siklus kegelapan ini. Aku sudah mencoba segalanya, tapi tak ada yang berhasil. Satu-satunya jalan adalah mencari kunci dari sang penjaga.""Penjaga?" Damar mengernyit bingung. Kata-kata perempuan ini semakin membuatnya bingung dan cemas.Perempuan itu mengangguk. "Penjaga adalah roh yang menghuni tempat ini, menjaga setiap tamu yang masuk agar tak bisa keluar. Dia terikat oleh sumpah, menjebak setiap orang yang melanggar larangan. Namun, jika kita bisa menemukan ‘benda’ miliknya yang tersembunyi, kita mungkin bisa memata
Bab 4: Tamu Baru di Kamar Nomor 13Malam itu, penginapan Gading tampak sunyi seperti biasa. Hanya diterangi oleh lampu-lampu remang di lorong, penginapan itu seolah menyembunyikan misteri yang tak seorang pun ingin tahu. Wanita tua resepsionis itu duduk di meja depan, wajahnya tertutup bayangan, menanti dengan tenang kedatangan tamu-tamu berikutnya. Ia tampak seperti penjaga kesunyian penginapan itu, seolah menjadi saksi bagi semua cerita yang tertinggal di setiap kamar.Ketika jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, pintu depan terbuka, menimbulkan bunyi derit yang mengisi keheningan. Seorang pria muda berambut acak-acakan dan mengenakan jaket kulit hitam melangkah masuk. Raut wajahnya tampak lelah, namun tatapannya menunjukkan ketidakpedulian, seakan ia tidak memedulikan suasana aneh di sekitar penginapan itu.Wanita tua itu memandangnya dengan tatapan tajam, tetapi senyumnya samar dan penuh misteri. "Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan suara serak dan dingi
Bab 5: Tanda-Tanda yang TersisaBeberapa hari setelah malam mengerikan itu, kota kecil tempat penginapan Gading berada kembali tenang. Tak ada lagi desas-desus tentang penginapan berhantu di ujung kota, tak ada cerita tentang kamar Nomor 13 yang terkutuk. Namun, seolah tanpa jejak, penginapan itu benar-benar lenyap dari pandangan dan ingatan orang-orang, seakan tak pernah ada.Namun, bagi pria yang telah berhasil keluar dari penginapan itu, semuanya belum benar-benar berakhir. Namanya Ray, dan sejak kejadian malam itu, ia mulai merasa ada sesuatu yang tidak biasa dalam hidupnya. Setiap kali ia menatap bayangan di cermin, ia melihat sosoknya sendiri, tapi ada yang aneh: tatapan matanya terasa lebih dalam, seakan menyimpan kegelapan yang ia tak mengerti.Suatu malam, Ray duduk di apartemennya yang kecil dan sederhana, menatap cermin di kamar mandi. Saat ia merapikan rambutnya, ia melihat bayangan seseorang di sudut cermin—sesosok bayangan samar yang tampak familiar namun terasa asing. B
Malam itu, hujan turun dengan deras, suara rintiknya menyatu dengan desiran angin yang bertiup kencang di luar. Di dalam hotel tua yang semakin usang, ketegangan terasa semakin mencekam. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, suasana di dalam hotel tetap sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki yang berat di lorong yang gelap.Arya, yang sudah lama penasaran dengan kisah misterius Kamar Nomor 13, berdiri di depan pintu yang dimaksud. Setelah beberapa hari mengumpulkan informasi, ia akhirnya berhasil mengakses kunci kamar tersebut. Pintu itu tampak usang, dengan cat yang mulai mengelupas di beberapa bagian, seolah menandakan bahwa kamar itu telah lama ditinggalkan. Namun, di dalam dirinya, rasa penasaran mengalahkan ketakutan yang perlahan merayap di hatinya.Saat kunci diputar dan pintu terbuka, sebuah aroma lembap menyeruak ke hidungnya. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya samar dari lampu yang ada di luar. Tanpa pikir panjang, Arya melangkah masuk, mengedark
Arya merasakan dirinya terombang-ambing dalam kegelapan, seolah-olah seluruh dunia runtuh di sekelilingnya. Suara-suara itu, bisikan yang terdengar begitu jelas di telinganya, semakin menyatu dengan keheningan yang mencekam. Suasana di kamar itu terasa semakin berat, semakin pekat, seolah-olah ada kekuatan yang tidak terlihat mengikatnya, menariknya lebih dalam ke dalam kegelapan.Bayangan-bayangan yang muncul di sudut mata, dengan mata kosong dan wajah tanpa ekspresi, semakin mendekat. Arya bisa merasakan aura yang menekan dari setiap langkah mereka. Tubuhnya terasa lemas, seolah-olah tenaga dan nyawa perlahan-lahan diambil darinya. Kakinya hampir tidak mampu menopang tubuhnya, dan rasa ketakutan yang mendalam mulai merayap ke dalam dirinya, seakan menghancurkan segala bentuk harapan dan logika.Namun, di tengah kegelapan yang menakutkan itu, ada sebuah suara yang terdengar sangat jelas di dalam benaknya—sebuah suara yang asing, namun penuh dengan kekuatan. “Jangan biarkan mereka men
Arya terperangah, jantungnya berdegup kencang, seolah-olah ingin melompat keluar dari tubuhnya. Suara bisikan itu masih terdengar, meski semakin samar. "Kamu sudah tahu terlalu banyak, Arya..." Kata-kata itu berputar-putar di kepalanya, seakan terperangkap dalam lingkaran gelap yang semakin menjeratnya. Pintu kamar yang tadi terbuka lebar kini terkunci rapat. Bahkan kunci yang semula ada di tangannya, yang dengan susah payah ia ambil dari meja resepsionis, entah bagaimana hilang begitu saja. Arya mencoba menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya, namun semakin dia mencoba, semakin ketakutan yang datang. Matanya terfokus pada bayangan samar di sudut kamar—sesuatu yang bergerak perlahan, mengarah ke arahnya. Arya memejamkan matanya, berharap itu hanya halusinasi. Tetapi saat dia membuka mata kembali, bayangan itu semakin mendekat. Suara langkah kaki terdengar di lantai kayu yang berderit, semakin nyata, semakin mendekat. Dia menoleh, mencari jalan keluar. Tidak ada. Dinding
Malam itu, hujan turun dengan deras, suara rintiknya menyatu dengan desiran angin yang bertiup kencang di luar. Di dalam hotel tua yang semakin usang, ketegangan terasa semakin mencekam. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, suasana di dalam hotel tetap sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki yang berat di lorong yang gelap.Arya, yang sudah lama penasaran dengan kisah misterius Kamar Nomor 13, berdiri di depan pintu yang dimaksud. Setelah beberapa hari mengumpulkan informasi, ia akhirnya berhasil mengakses kunci kamar tersebut. Pintu itu tampak usang, dengan cat yang mulai mengelupas di beberapa bagian, seolah menandakan bahwa kamar itu telah lama ditinggalkan. Namun, di dalam dirinya, rasa penasaran mengalahkan ketakutan yang perlahan merayap di hatinya.Saat kunci diputar dan pintu terbuka, sebuah aroma lembap menyeruak ke hidungnya. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya samar dari lampu yang ada di luar. Tanpa pikir panjang, Arya melangkah masuk, mengedark
Bab 5: Tanda-Tanda yang TersisaBeberapa hari setelah malam mengerikan itu, kota kecil tempat penginapan Gading berada kembali tenang. Tak ada lagi desas-desus tentang penginapan berhantu di ujung kota, tak ada cerita tentang kamar Nomor 13 yang terkutuk. Namun, seolah tanpa jejak, penginapan itu benar-benar lenyap dari pandangan dan ingatan orang-orang, seakan tak pernah ada.Namun, bagi pria yang telah berhasil keluar dari penginapan itu, semuanya belum benar-benar berakhir. Namanya Ray, dan sejak kejadian malam itu, ia mulai merasa ada sesuatu yang tidak biasa dalam hidupnya. Setiap kali ia menatap bayangan di cermin, ia melihat sosoknya sendiri, tapi ada yang aneh: tatapan matanya terasa lebih dalam, seakan menyimpan kegelapan yang ia tak mengerti.Suatu malam, Ray duduk di apartemennya yang kecil dan sederhana, menatap cermin di kamar mandi. Saat ia merapikan rambutnya, ia melihat bayangan seseorang di sudut cermin—sesosok bayangan samar yang tampak familiar namun terasa asing. B
Bab 4: Tamu Baru di Kamar Nomor 13Malam itu, penginapan Gading tampak sunyi seperti biasa. Hanya diterangi oleh lampu-lampu remang di lorong, penginapan itu seolah menyembunyikan misteri yang tak seorang pun ingin tahu. Wanita tua resepsionis itu duduk di meja depan, wajahnya tertutup bayangan, menanti dengan tenang kedatangan tamu-tamu berikutnya. Ia tampak seperti penjaga kesunyian penginapan itu, seolah menjadi saksi bagi semua cerita yang tertinggal di setiap kamar.Ketika jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, pintu depan terbuka, menimbulkan bunyi derit yang mengisi keheningan. Seorang pria muda berambut acak-acakan dan mengenakan jaket kulit hitam melangkah masuk. Raut wajahnya tampak lelah, namun tatapannya menunjukkan ketidakpedulian, seakan ia tidak memedulikan suasana aneh di sekitar penginapan itu.Wanita tua itu memandangnya dengan tatapan tajam, tetapi senyumnya samar dan penuh misteri. "Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan suara serak dan dingi
Bab 3: Jalan Keluar yang TersembunyiDamar menatap perempuan itu, perasaan aneh antara iba dan ketakutan berkecamuk dalam hatinya. "Bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa membebaskanmu?" tanyanya dengan nada berbisik, meski tak ada orang lain di kamar itu selain mereka berdua.Perempuan itu menunduk, matanya tampak lelah seolah menahan beban selama bertahun-tahun. "Kamar ini... terkutuk. Mereka yang pernah berani melewatinya setelah tengah malam akan terperangkap dalam siklus kegelapan ini. Aku sudah mencoba segalanya, tapi tak ada yang berhasil. Satu-satunya jalan adalah mencari kunci dari sang penjaga.""Penjaga?" Damar mengernyit bingung. Kata-kata perempuan ini semakin membuatnya bingung dan cemas.Perempuan itu mengangguk. "Penjaga adalah roh yang menghuni tempat ini, menjaga setiap tamu yang masuk agar tak bisa keluar. Dia terikat oleh sumpah, menjebak setiap orang yang melanggar larangan. Namun, jika kita bisa menemukan ‘benda’ miliknya yang tersembunyi, kita mungkin bisa memata
Bab 2: Terjebak dalam BayanganDamar berdiri terpaku di tengah kamar, tubuhnya kaku, mata tertuju pada cermin yang memantulkan bayangan mengerikan itu. Bayangan hitam dengan bentuk samar wanita berambut panjang terus menatapnya dari balik cermin. Sesaat ia berpikir untuk lari keluar, tapi sesuatu seolah menahannya di tempat. Udara di kamar itu terasa semakin dingin, menusuk tulang, membuat tubuhnya menggigil."Ini pasti hanya imajinasi," pikirnya, berusaha menguatkan hati. Namun, semakin lama ia berpikir demikian, semakin nyata sosok itu terlihat. Bayangan itu tersenyum tipis, memperlihatkan deretan gigi yang kelihatan tidak rata, membuat senyum itu tampak menakutkan.Damar menutup matanya, menarik napas dalam-dalam, berharap saat ia membuka matanya kembali, sosok itu sudah lenyap. Namun ketika ia kembali membuka mata, bayangan itu tak hanya masih ada, tetapi kini semakin dekat. Sosok itu muncul seolah berdiri di depannya, menatapnya dengan tatapan kosong, tanpa suara.Tiba-tiba, soso
Di sebuah desa kecil, berdiri sebuah penginapan tua yang konon sudah berusia lebih dari seratus tahun. Penginapan itu hampir selalu sepi, jarang ada tamu yang datang. Namun, ada satu kamar yang paling ditakuti oleh semua orang di desa ituKamar Nomor 13.Cerita tentang kamar itu bermula puluhan tahun lalu, ketika seorang tamu ditemukan tewas dengan wajah penuh ketakutan di sana. Setelah kejadian itu, berbagai insiden aneh terus terjadi. Suara-suara aneh sering terdengar dari kamar tersebut, meski tak ada seorang pun di dalamnya. Cahaya dari dalam kamar sering berkedip-kedip tanpa sebab, dan ada pula yang mengaku melihat bayangan berjalan di balik tirai jendela.Suatu malam, seorang pemuda bernama Damar yang tidak percaya akan cerita-cerita mistis itu memutuskan untuk menyewa Kamar Nomor 13. Dia menganggap cerita tentang kamar itu hanyalah legenda desa yang dibesar-besarkan. Dengan tekad yang bulat, Damar masuk ke kamar tersebut tanpa rasa takut sedikit pun.Di dalam kamar, Damar meras