Biasanya jika di sabtu pagi seperti ini Kama akan mengajak Kalila jalan di taman komplek perumahannya, sekalian untuk berolahraga bersama.
Namun tadi pagi saat ia bergerak untuk menghampiri rumah Kama pria itu nampak sudah rapih dan ingin pergi.
Saat Kalila ingin bertanya, rupanya Kama lebih dulu memberitahunya bahwa pria itu akan pergi dengan Clara untuk menonton di bioskop.
Kalila hanya bisa memberinya senyum dan semangatnya untuk Kama. Dan dia harus berjalan-jalan sendiri di taman tanpa seorang Kama yang biasanya menemani dia.
Puas memutari taman, Kalila duduk di kursi taman yang tersedia, ia membuka ponselnya demi melihat Kama yang memberinya pesan bahwa pria itu sudah bersama Clara saat ini.
Mengetikkan balasan yang membuatnya tak enak hati, setelahnya Kalila kembali menyimpan ponselnya untuk kembali berjalan pulang.
Di tengah jalan Kalila yang hampir mencapai rumahnya mengerutkan alisnya karena melihat sosok Fian yang tengah berbincang dengan Ibunya di depan pagar.
Saat langkahnya makin mendekat dia bisa mendengar apa yang mereka katakan. "Nah itu orangnya sudah pulang, kalau begitu tante tinggal ya Fian" Fian tersenyum dan mengangguk "iya tante, terimakasih" Ibu Lisa tersenyum dan kembali masuk ke rumah meninggalkan anak dan teman Kalila itu di depan pagar rumahnya.
Kalila yang tak mengerti hanya tersenyum dan melangkah makin dekat dengan sosok Fian.
"Kak Fian?"
Fian tersenyum dan melambaikan tangannya pada Kalila. "Hai Kal" Kalila memberikan senyuman tipisnya. "Kakak, mencari aku? kenapa?" Fian mengusap tangannya canggung dan hal itu terekam di pandangan Kalila.
"Maaf aku tak memberimu pesan lebih dulu Kal, aku lansung datang untuk menemuimu"
Kalila tersenyum dan mengangguk "tidak apa Kak, ada apa ya?"
"Aku mau ajak kamu jalan Kal, boleh?"
Kalila sedikit terpaku sejenak sebelum gadis itu tersenyum tipis dan mengangguk "Aku siap-siap dulu ya Kak, masuk dulu Kak, Kakak tunggu di dalam saja" Fian mengangguk dan mengikuti langkah Kalila untuk masuk ke dalam rumah gadis itu.
**
"Aku pikir kamu juga mengajak Kalila Kam" Kama mengusap tengkuknya dan menggeleng "Bukankah kamu berjanji untuk membuka hati untukku? Jika setiap aku mengajakmu jalan, kamu pasti memintaku mengajak Kalila. Aku tak mau fokusmu terbagi dari aku Ra, kalau seperti itu kamu pasti akan sulit dan memakan waktu lama untukmu membalas perasaanku"
Clara tersenyum tipis dan mengusap tangan Kama. "Maaf ya, aku memang tidak peka. Aku hanya senang mengenal Kalila sebagai temanku. Baiklah hari ini aku hanya akan fokus padamu"
Kama tersenyum dan mengusap kepala Clara yang memberinya tatapan tenang dengan senyum tipis yang tersungging di bibirnya.
"Kalau begitu kita jalan lagi" Kama menggandeng tangan Clara dan dibawanya gadis itu kembali memutari Mall yang tengah mereka kunjungi. Kama tak mau menyia-nyiakan waktunya bersama seorang gadis yang ditaksirnya semenjak dia melihat Clara memasuki kelasnya dan menjadi murid baru.
Dia bertekad akan menahklukkan hati Clara yang semula ia pikir begitu mudah, namun kenyataan yang tengah ia alami Clara begitu sulit terbuka untuknya.
Kama dan Clara menghabiskan waktu berdua dengan menonton film dan berbelanja pakaian yang Clara sukai. Setelah puas mengitari Mall dan telah memasuki makan siang, Kama mengajak Clara untuk beristirahat dan makan di sebuah restoran jepang.
"Kama, boleh aku bertanya"
Kama mengangguk dan meletakkan sumpit yang ia genggam di atas meja. "Tanyalah" Carla menatap kedua mata Kama dengan begitu intens "Apa yang membuatmu suka padaku? selain bentuk fisikku apa yang membuatmu tertarik"
"Karena kamu ceria dan aku terpesona saat melihatmu yang tak pernah berhenti mengumbar senyummu itu pada siapapun"
Clara tersenyum dan mendengus pelan. "Hanya itu?" Kama berpikir sejenak sebelum anggukan pria itu beri, "Karena itu aku ingin mengenalmu lebih jauh dan juga aku mau mengembangkan perasaan ini padamu Ra, baru kamu yang sanggup menggetarkan sudut hatiku, lagipula rasa suka itu tak perlu dipertanyakan, karena rasa itu tulus datang dari hati"
Clara mengangguk dan membenarkan apa yang Kama katakan, sebelum gadis itu mendesah pelan dan membuang pandangnya sebentar sebelum kembali menatap Kama. "kamu tidak takut aku akan mengecewakanmu?"
Kama menggeleng dengan begitu yakin "Aku tidak takut, karena aku yakin kamu tidak akan melakukannya jika aku berhasil membuatmu jatuh cinta padaku" Clara terkekeh pelan dan menggeleng "kamu yakin sekali ya"
Kama ikut tertawa kecil dan mengangguk "tentu aku harus yakin, jika tidak aku tak mungkin berada di sini agar terus memberimu keyakinan dengan perasaanku" Kama tersenyum dan mengambil tangan Clara yang ada di atas meja untuk ia genggam.
"Lanjutkan makanmu" Kama menyuruh Clara untuk menghabiskan makanannya dan diikuti dirinnya yang memakan makanannya.
**
"Kita mau kemana?" Kalila bertanya saat sudah hampir satu jam dirinya dan Fian hanya duduk di atas motor yang laki-laki itu kendarai. "Aku mau mengajakmu ke tempatku Kal"
Kalila tak lagi bertanya kemana tepatnya Fian membawanya dia hanya diam dan membiarkan pria itu menjalankan kendaraan yang sedang ia tumpangi tersebut.
Tak lama, motor yang Fian kemudikan berbelok di sebuah rumah kecil yang halaman depannya ditumbuhi rumput hijau pendek. Saat Kalila melihatnya dia begitu terpukau karena betapa sejuk dan damainya rumah kecil dengan halaman luas tersebut.
"Ini rumah Kak Fian?" Kalila bertanya pada Fian yang tengah melepas helmnya dan pria itu memberi ia senyum sebelum gelengan kepalanya yang menjawab tanyanya tadi. "Ini rumah Nenek, namun beliau sudah tiada. Aku biasanya pergi ke sini jika ingin menyendiri"
Kalila mengangguk mengerti dan melihat sekitarnya, di sini semua rumah tetangganya berjarak sangat jauh hingga suasana sekitar mereka mencipta hening yang mampu menenangkan hati jika tengah ingin sendiri.
"Lalu Kakak kenapa membawaku kemari??"
Fian tersenyum dan menarik tangan Kalila, membuat tubuh gadis itu menegang dan menahan dirinya agar tak melepaskan genggaman tangan Fian yang membuat hatinya tak tenang. "Aku mau menunjukan sesuatu hal yang indah"
Fian membawa Kalila masuk ke dalam rumah tersebut dan melewati berbagai ruangannya, namun jika dilihat dari depan rumah itu begitu kecil saat Kalila sudah berada di dalam dia dibuaa terkesan karena benda-benda dan parabotan yang ada membuat rumah kecil tersebut nampak seperti rumah jaman dahulu.
Hingga langkah mereka terhenti di sebuah pintu yang ada di depannya. Fian harus mengambil kunci yang ada di atas pintu tersebut untuk membukanya.
"Kamu siap untuk melihatnya Kal?"
Kalila mengangguk kuat "Iya"
Fian membuka pintu di hadapannya dan menyingkir untuk menunjukkannya pada Kalila yang kini kedua matanya membesar karena melihat pemandangan di hadapannya. Sebuah danau kecil yang di kelilingi oleh rumput hijau dan beberapa tanaman hias yang membantu mengindahkan danau tersebut.
Juga sebuah kursi panjang yang telah disediakan untuk menikmati suasana tenang yang ada di sana. Bahkan terdapat sebuah ayunan yang sudah terlihat lama namun terawat yang Kalila yakini ulah Fian yang menjaga dan merawatnya.
Gadis itu menatap Fian sejenak dengan senyum yang terpatri di bibirnya "Ini sungguh indah, aku boleh masuk ke sana?"
Fian tertawa kecil dan mengangguk "Tentu saja, aku mengundangmu untuk pergi ke sana" Kalila yang sudah mendapatkan izin melangkahkan kakinya untuk melangkah lebih jauh ke dalam. Dia begitu terpesona pada View yang ditunjukkan.
"Kak ini semua milikmu?"
Fian menggeleng pelan "lebih tepatnya, semua ini milik Kakek dan Nenekku" Fian menarik tangan Kalila agar mereka duduk di sebuah kursi panjang yang berhadapan lansung dengan danau di hadapannya.
"Kamu tau, Kakekku begitu tergila-gila pada Nenek. Dia bahkan mewujudkan impian Nenek yang ingin memiliki danau pribadi dan halaman rumah yang begitu luas. Lalu Kakek membeli rumah ini. Demi Nenek bahagia, dan Kakek mewujudkan impiannya lalu memberi kejutan ini untuk Nenek"
Kalila begitu terharu mendengar cerita Fian tentang Kakek dan Neneknya. Fian menerawang melalui pandangannya dan kemudian tatapan pria itu beralih pada Kalila. "Saat Kakek menunjukan ini semua, Nenek lansung meminta Kakek untuk tinggal di rumah ini karena dia ingin setiap hari melihat danau tersebut. Kakek menyanggupinya, Kakek begitu mencintai Nenek karena itulah dia selalu menuruti kemauannya."
Fian menatap Kalila yang masih memperhatikannya dengan seksama dengan binaran mata yang bersinar karena begitu tersentuh dengan kisah yang Fian ceritakan. "Tapi sayangnya, belum lama mereka tinggal di rumah ini, Kakek mengalami kecelakaan saat akan pulang ke rumah ini menemui Nenek yang sudah tinggal di sini. Nenek terpukul dan setelah kepergian Kakek dia selalu murung tak jarang selalu melamun di kursi ini. Dia hanya mampu bertahan selama satu tahun sebelum kemudian menyusul Kakek karena sakit"
Fian tersenyum sedih namun dia bangga pada Nenek serta Kakeknya yang memiliki cinta begitu setia terhadap pasangannya. "Apa kamu merindukan mereka Kak?" Fian mengangguk pelan lalu menggeleng "Aku rindu saat mereka tak malu menunjukan sikap perhatian yang mereka miliki dimanapun mereka berada, namun aku juga senang karena kini Kakek sudah tak sendiri lagi di atas sana, Nenek sudah menemaninya. Apa kamu tau Kal, Kakek dan Nenekku itu sudah berhubungan semenjak mereka bersekolah di SMA."
Fian menghembuskan napasnya perlahan dan menatap langit dengan senyum yang terpatri di bibirnya "Aku ingin sekali kisah cintaku sama indahnya dengan apa yang dialami Kakek dan Nenekku" Lalu pria itu beralih menatap Kalila yang memberinya sorot bingung serta senyum tipisnya untuk Fian.
"Cinta yang setia, cinta yang saling melengkapi, cinta yang saling membutuhkan, dan cinta yang selalu memberi bahagia, susah senang bersama hingga ajal menjemput"
Kalila mengangguk diapun sama, kemudian pandangannya ia arahkan ke danau dan melihat pantulan sinar matahari yang berkilau di terpa air danau membuat bibirnya tak henti menyunggingkan senyum manisnya.
"Apa kita bisa seperti kisah cinta Kakek dan Nenekku Kal?"
Kedua mata Kalila membulat dan sontak dia menatap Fian dengan pandangan terkejutnya, dia begitu terkejut hingga mencipta gelagatnya yang terlihat salah tingkah karena gugup. "Santai Kalila, aku hanya bercanda" Fian tertawa dan mengusap pelan rambut gadis iitu.
"Tapi aku tak bohong jika aku berharap itu kamu, tidak apa kan aku memiliki harapan itu?"
Kalila terpaku sejenak sebelum dia tersenyum tanpa mengangguki perkataan Fian, dia tak bisa, karena hatinya hanya menginginkan Kama seorang, sahabatnya yang tak pernah menyadari perasaannya dan mungkin tak akan pernah memiliki perasaan yang sama terhadapnya.
"Terimakasih Kal" Terimakasih sudah hadir di hidupku dan memberikanku perasaan cinta yang sebelumnya tak pernah aku rasa ...
Kalila mengangkat alisnya bingung tak mengerti akan ungkapan terimakasih yang Fian beri untuknya. "Untuk apa? Memang aku melakukan apa?" Kalila nampak bingung dan kebingungannya makin bertambah karena Fian tak mau memberitahunya maksud dari ungkapan terimakasih itu.
Fian hanya tersenyum dan menggeleng "kamu lapar? Cari makan yuk, nanti kita bisa melihat tempat ini lagi, kamu bebas mengunjunginya Kal. Asal kamu tau hanya kamu yang baru ku ajak ke tampat ini"
Tubuh Kalila menegang tak percaya dibuatnya dan Fian hanya tertawa menanggapi sikap Kalila tersebut. "Ayo" Fian menarik tangan Kalila dan kembali dibawa gadis itu pergi untuk mencari makan karena sejak pagi tadi keduanya sama-sama belum sarapan.
Satu hari ini Fian mengajak Kalila terus berputar menggunakan sepeda motornya dan laki-laki itu berharap sedikit saja Kalila mau menerima kehadirannya di hati gadis itu. Kalila yang juga berusaha mencoba mencari rasa nyaman saat dekat dengan Kakak kelasnya itu begitu sulit menemukan bahkan ia masih sempat memikirkan Kama dan merindukan sahabatnya yang entah sedang apa, karena laki-laki itu yang tak mengiriminya pesan.
Tapi Kalila tau bahwa di sana Kama juga tengah bahagia dengan Clara dia tak boleh terus memikirkan Kama, karena dia yakin pria itu juga pasti sedang tak memikirkannya.
Akhirnya setelah jam menunjukan pukul 5 sore Fian baru mengantar Kalila pulang dan hampir memasuki pukul 6 saat Kalila tiba di rumah. Tanpa kedua orang itu sadari, Kama memperhatikan bagaimana Fian yang menghentikan kendaraannya di depan rumah Kaila sampai gadis itu turun dan menyerahkan helmnya pada Fian.
"Kalau begitu aku pulang ya, ingat! Aku masih menunggu balasan perasaanmu Kal" Fian mengacak pelan rambut Kalila yang hanya tersenyum dan melambaikan tangannya pada Fian kemudian pria itu menjalankan kembali kendaraaan roda duanya.
Sepeninggal Fian, Kalila akan masuk kembali ke dalam rumah jika saja suara Kama tak mengagetinya dan hampir membuat ia menjerit terkejut. Pandangan kesal Kalila beri untuk Kama yang ada di balkon kamarnya tengah bertopang dada dan menatap dia dengan pandangan datar.
"Habis kencan?"
Kalila yang sudah menormalkan detak jantungnya menggeleng dan membuka pagar rumahnya "baru pendekatan!" Kalila menjawab kesal pada Kama, pria itu yang masih mempertahankan wajah datarnya melompat turun menggunakan celah dinding yang bisa digapai kakinya membuat Kalila menjerit histeris karena melihat Kama layaknya atlit Parkour.
"Kamu suka sama dia Kal? Sepertinya kalian makin dekat" Kama nampak santai setelah membuat jantung Kalila berdebar atas aksi gila yang dilakukan sahabatnya tersebut. "Ya, sama sepertimu, bukankah hubunganmu dengan Clara juga makin dekat? aku tidak mau kalah dari kamu! aku juga akan mencari kekasih agar bisa menyamai dirimu"
Kama menajamkan pandangannya dan tak setuju pada apa yang Kalila katakan "Kamu mencari kekasih hanya agar menyamaiku? Kal lebih baik jangan"
Kalila yang sudah kesal karena mengingat kedekatan Kama dengan Clara kini makin tersulut api emosi karena Kama yang begitu mudah melarangnya namun dia tak bisa melakukan hal tersebut pada Kama.
"Kenapa? Tentu bukan itu tujuan utamaku! aku hanya berpikir kita kini sudah sama-sama dewasa Kama, persahabatan kita pasti akan terkikis jika kita sudah punya kekasih bukan? dan kamu pun mulai melupakanku semenjak dekat dengan Clara, kamu mengabaikanku dan memilih dekat dengan gadis itu. Kamu tau hanya kamu teman yang aku miliki jika kamu pergi dan memilih bersama Clara aku pasti sendiri Kama, jadi aku mencari orang lain yang bisa menggantikanmu-"
"Aku tidak pergi Kalila! aku masih berada di sisimu dan itu akan terus berlansung selamanya, kamu sahabat baikku dan fakta itu tak akan pernah bisa terganggu walau masing-masing dari kita memiliki kekasih. Kamu tetap orang yang pentin di hidupku Kal, aku tidak mungkin bisa melupakanmu, hanya saja belakangan ini aku memang sedang sibuk dengan Clara karena gadis itu yang tak pernah bisa membalas perhatian yang aku beri"
Kama mendesah pelan dan menggenggam kedua tangan Kalia "Maaf jika aku mengabaikanmu, aku janji hubungan kita akan berubah menjadi lebih baik lagi nanti Kal. Semoga Clara dapat segera membalas perasaanku"
Kalila menggigit bibirnya dan menahan desakan air maya yang ingin turun dari kedua matanya. Dengan keberaniannya dia memeluk Kama yang tersenyum dan membalas pelukan Kalila dengan erat.
Kalila menangis tanpa suara dalam dekapan Kama, meminta pada tuhan agar Kama mencintainya saja dan jangan wanita lain. Dia sudah merasakan rasa sesaknya ketika Kama yang biasanya bersikap dingin pada perempuan kini mulai membuang raut dingin itu ketika bersama dengan Clara.
Bolehkah Kalila egois karena hanya menginginkan Kama untuk dirinya sendiri?
TBC....
"Hai Kal"Kalila yang tengah memijat bahunya yang pegal karena semalam tak dapat tertidur dengan nyenyak itu menolehkan kepalanya dan melihat sosok Clara yang tersenyum dan berjalan cepat menghampirinya."Clara" Kalila tersenyum menyambut Clara yang sudah berjalan bersisian dengannya. "Wajahmu pucat, kamu sakit?"Clara menyentuh wajah Kalila sehingga gadis itu memundurkan tubuhnya karena kaget atas tingkah Clara yang tiba-tiba dan wajah Clara yang berubah khawatir."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kelelahan"Clara nampak tak mengurangi gurat khawatir di wajahnya dan itu sedikit mengganggu Kalila yang mencoba mengacuhkannya."Mau aku antar ke uks? Kamu istirahat di sana saja"Kalila menggeleng dengan senyum tipis di bibir, dia tak mau melewatkan pelajaran di kelas. "Tidak perlu Ra, aku baik""Kalau begitu biar aku temani ke kelasnya"Clara menautkan kedua jemari mereka dan menggandeng lengan Kalila, mengantar Kalila samp
Kalila memakan coklat yang seharusnya diberikan untuk Kama, namun karena dia yang sedang merasa marah dan sedih jadilah dia memakan coklat tersebut sembari menikmati pemandangan lapangan sekolahnya yang dipenuhi anak laki-laki yang bermain bola. "Aku tau kamu akan kesini" Kalila menoleh dan mendengus melihat Kama yang datang dan berdiri di sampingnya. "Kamu gak paham ya sama apa yang aku omongin? aku lagi mau sendiri!" Kama berdecih pelan dan melihat Kalila yang membuka bungkusan coklat di tangannya gadis itu kembali makan tanpa menghiraukan Kama yang masih memperhatikannya. "Aku paham, maka dari itu aku datang ke sini" Kalila melirik Kama dengan pandangan kesalnya sebelum gadis itu mencubit kesal tangan Kama "kamu memang Kama!" Kama tertawa pelan dan mengangguk kuat "ya, itulah aku" Kalila mencibirkan bibirnya dan membuang pandang dari Kama. "Kamu masih sedih? Sudahlah itu bukan salahmu" Kalila mendengus pelan da
Sepanjang perjalanan pulang, Kalila memeluk erat perut Kama dan menyandarkan tubuhnya pada Kama, kepalanya mulai pening dan tubuhnya yang masih mengigil akibat angin dingin yang menerpa.Setibanya di rumah Kalila, Kama dengan perlahan membantu Kalila turun dan mengangkat gadis itu yang kedua kakinya mulai melemas. "Kama, Kalila kenapa?" Ibu Lisa, orangtua Kalila datang saat Kama masuk memanggilnya. "Kedinginan Tante" Ibu Lisa mengikuti Kama yang berjalan menuju kamar Kalila dan meletakkan gadis itu dengan perlahan di atas ranjang."Tubuhnya mulai demam Tan, maaf ya Kama buat Kalila sakit" Kama menatap Ibu Lisa yang tersenyum dan menggeleng pelan "tidak apa Kama, bukan salah kamu. Terimakasih ya sudah mengantar Kalila"Kama mengangguk dan tatapannya kembali pada Kalila yang kedua matanya sudah terpejam. "Bajunya tolong diganti ya Tan, sama nanti batnya suruh diminum" Ibu Lia tertawa pelan dan mengangguk, dia begitu senang mendengar perhatian yan
"Susah Kak, buat menghapus seseorang yang udah mengakar kuat di hati tuh! Meski aku mau ngelupain Kama tetap aja aku gak akan bisa, dia selalu ada buat aku"Kalila menendang kerikil kecil yang ada di dekat kakinya, dan ucapannya itu dijawab dengan kekehan Fian yang duduk di sebelahnya. "Kalau begitu kamu harus kuatin lagi hatimu" Kalila mengangguk dan mengiyakan perkataan Fian."Terkadang aku suka berpikir, jika memang tak bisa menjadi kekasih Kama cukup menjadi sahabat baiknya saja sudah cukup. Tapi tetap saja menyiksa jika melihatnya yang bersenang-senang dengan wanita lainnya.""Sepertinya perasaan yang aku punya untukmu masih kalah dengan perasaan yang kamu punya untuk Kama"Kalila melirik Fian dengan tatapan bersalahnya, "Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk-""Hei kenapa meminta maaf? Karena kamu lebih menyukai Kama dibanding aku? Sudahlah Kal, perasaan orang itu tak bisa dipaksakan untuk terjatuh pada siapa, jika memang yang kamu cintai itu K
Jika menjadi sahabatmu saja menurutmu sudah cukup bagaimana dengan rasa yang aku punya ini?Aku mencintaimu, dan tanpa aku sadari bahwa perasaan asing ini sudah menguasai hati. *** Gadis kecil itu menatap sedih pada permen kapas yang baru ia beli kini sudah berpindah tangan kepada seorang pria yang usianya 2 tahun di atasnya. Ia hanya dapat menahan tangis karna tak dapat mempertahankan permen miliknya yang tengah pria itu nikmati. "Hei bocah kecil! belikan aku permen lagi, ini saja tidak cukup untukku!" Pria berbadan besar itu menatap gadis kecil tadi yang kini wajahnya sudah memerah akibat marah dan takut. "Kalila, tidak punya uang lagi" ia mencicit pelan dan pria berbadan besar itu nampak tak percaya dan ia merogoh saku jaket yang Kalila kenakan. Walau gadis itu sudah berontak sekuat tenaga namun sayang tenaga yang ia punya tak sebanding dengannya. "In
Kama menghalau sesuatu yang membuat hidungnya kesulitan bernapas, dia baru saja terlelap dini hari tadi karena terlalu asik bermain game online di ponselnya dan, entah pukul berapa saat ini karena Kama yang belum membuka kedua matanya. Kama harus merasakan seseorang yang menutup hidungnya sembari membisikkan namanya di telingnya. "Kama.... Kama... Kama, kamu mati kah?" Kama mengenali suara itu, dengan wajah mengantuknya ia membuka mata dan mendorong tubuh Kalila, sang pelaku yang mengganggu tidur nyenyaknya, dia kembali memiringkan badannya membelakangi Kalila agar ia bisa kembali terlelap lagi. "Awhh! Kama! kamu dorongnenenaku! Bangun ih! ayo sekolah, aku gak mau berangkat sendiri!" Di belakang tubuhnya Kalila menggerutu kesal sembari mengusap dadanya yang tak sengaja di dorong oleh Kama, setiap hari, Kalila itu terus membangunkan Kama untuk berangkat sekolah bersama. Karena mereka yang bertetangga dan
Benar kata orang, tidak mungkin di dalam persahabatan antar lawan jenis salah satunya tidak menyimpan rasa, karena kali ini Kalila jujur bahwa ia menyukai Kama dan menatapnya sebagai laki-laki yang ditaksirnya bukan lagi sebagai seorang sahabat yang memberi ia rasa nyaman. ** Kalila mendesahkan napasnya yang begitu terasa berat, ia memandang foto dirinya dan Kama yang di ambil saat mereka kecil dulu, tersenyum karena massa-masa itu begitu menyenangkan dimana Kama yang selalu melindunginya dan menjaganya. Tersenyum pada sebuah fotonya yang tengah digendong oleh Kama saat mereka pulang sekolah dulu, foto ini tak sengaja di ambil oleh Ayahnya saat melihat ia dan Kama pulang bersama waku itu. Pikiran Kalila kembali mengingat kejadian di balik foto tersebut. "Kenapa kamu makan?!" Kalila mengerjap polos menatap Kama yang berjalan ke arahnya. Wajah pria itu nampak kesal melihat Kalila yang memakan es
Karena Kama yang melakukan hukuman Kalila, ia jadi lebih telat masuk ke kelas, untunglah hukuman yang guru piket beri hanya haruspush upsebanyak 25 kali, Kama sudah biasa berolahraga dan jika hanya disuruh push up ia begitu mudah menjalaninya.Saat kakinya menginjak lantai tiga gedung sekolah kehadiran Clara yang tengah mengamati kamera di tangannya membuat fokus Kama jadi buyar, "Clara?" Kama memanggil gadis itu dan Clara yang terkejut melihat Kama, dia menurunkan kamera di tangannya dan berusaha menyembunyikannya."Mau kemana?"Kama melirik kamera yang ada di tangan Clara namun gadis itu hanya menunjukan benda itu sekejap sebelum ia sembunyikan di balik tubuhnya "Ini kamera milik anak-anakCinema ,Aku sedang mempelajarinya dan berpikir bahwaekskultersebut akan cocok denganku"Kama mengangguk dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya "kalau g
"Susah Kak, buat menghapus seseorang yang udah mengakar kuat di hati tuh! Meski aku mau ngelupain Kama tetap aja aku gak akan bisa, dia selalu ada buat aku"Kalila menendang kerikil kecil yang ada di dekat kakinya, dan ucapannya itu dijawab dengan kekehan Fian yang duduk di sebelahnya. "Kalau begitu kamu harus kuatin lagi hatimu" Kalila mengangguk dan mengiyakan perkataan Fian."Terkadang aku suka berpikir, jika memang tak bisa menjadi kekasih Kama cukup menjadi sahabat baiknya saja sudah cukup. Tapi tetap saja menyiksa jika melihatnya yang bersenang-senang dengan wanita lainnya.""Sepertinya perasaan yang aku punya untukmu masih kalah dengan perasaan yang kamu punya untuk Kama"Kalila melirik Fian dengan tatapan bersalahnya, "Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk-""Hei kenapa meminta maaf? Karena kamu lebih menyukai Kama dibanding aku? Sudahlah Kal, perasaan orang itu tak bisa dipaksakan untuk terjatuh pada siapa, jika memang yang kamu cintai itu K
Sepanjang perjalanan pulang, Kalila memeluk erat perut Kama dan menyandarkan tubuhnya pada Kama, kepalanya mulai pening dan tubuhnya yang masih mengigil akibat angin dingin yang menerpa.Setibanya di rumah Kalila, Kama dengan perlahan membantu Kalila turun dan mengangkat gadis itu yang kedua kakinya mulai melemas. "Kama, Kalila kenapa?" Ibu Lisa, orangtua Kalila datang saat Kama masuk memanggilnya. "Kedinginan Tante" Ibu Lisa mengikuti Kama yang berjalan menuju kamar Kalila dan meletakkan gadis itu dengan perlahan di atas ranjang."Tubuhnya mulai demam Tan, maaf ya Kama buat Kalila sakit" Kama menatap Ibu Lisa yang tersenyum dan menggeleng pelan "tidak apa Kama, bukan salah kamu. Terimakasih ya sudah mengantar Kalila"Kama mengangguk dan tatapannya kembali pada Kalila yang kedua matanya sudah terpejam. "Bajunya tolong diganti ya Tan, sama nanti batnya suruh diminum" Ibu Lia tertawa pelan dan mengangguk, dia begitu senang mendengar perhatian yan
Kalila memakan coklat yang seharusnya diberikan untuk Kama, namun karena dia yang sedang merasa marah dan sedih jadilah dia memakan coklat tersebut sembari menikmati pemandangan lapangan sekolahnya yang dipenuhi anak laki-laki yang bermain bola. "Aku tau kamu akan kesini" Kalila menoleh dan mendengus melihat Kama yang datang dan berdiri di sampingnya. "Kamu gak paham ya sama apa yang aku omongin? aku lagi mau sendiri!" Kama berdecih pelan dan melihat Kalila yang membuka bungkusan coklat di tangannya gadis itu kembali makan tanpa menghiraukan Kama yang masih memperhatikannya. "Aku paham, maka dari itu aku datang ke sini" Kalila melirik Kama dengan pandangan kesalnya sebelum gadis itu mencubit kesal tangan Kama "kamu memang Kama!" Kama tertawa pelan dan mengangguk kuat "ya, itulah aku" Kalila mencibirkan bibirnya dan membuang pandang dari Kama. "Kamu masih sedih? Sudahlah itu bukan salahmu" Kalila mendengus pelan da
"Hai Kal"Kalila yang tengah memijat bahunya yang pegal karena semalam tak dapat tertidur dengan nyenyak itu menolehkan kepalanya dan melihat sosok Clara yang tersenyum dan berjalan cepat menghampirinya."Clara" Kalila tersenyum menyambut Clara yang sudah berjalan bersisian dengannya. "Wajahmu pucat, kamu sakit?"Clara menyentuh wajah Kalila sehingga gadis itu memundurkan tubuhnya karena kaget atas tingkah Clara yang tiba-tiba dan wajah Clara yang berubah khawatir."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kelelahan"Clara nampak tak mengurangi gurat khawatir di wajahnya dan itu sedikit mengganggu Kalila yang mencoba mengacuhkannya."Mau aku antar ke uks? Kamu istirahat di sana saja"Kalila menggeleng dengan senyum tipis di bibir, dia tak mau melewatkan pelajaran di kelas. "Tidak perlu Ra, aku baik""Kalau begitu biar aku temani ke kelasnya"Clara menautkan kedua jemari mereka dan menggandeng lengan Kalila, mengantar Kalila samp
Biasanya jika di sabtu pagi seperti ini Kama akan mengajak Kalila jalan di taman komplek perumahannya, sekalian untuk berolahraga bersama.Namun tadi pagi saat ia bergerak untuk menghampiri rumah Kama pria itu nampak sudah rapih dan ingin pergi.Saat Kalila ingin bertanya, rupanya Kama lebih dulu memberitahunya bahwa pria itu akan pergi dengan Clara untuk menonton di bioskop.Kalila hanya bisa memberinya senyum dan semangatnya untuk Kama. Dan dia harus berjalan-jalan sendiri di taman tanpa seorang Kama yang biasanya menemani dia.Puas memutari taman, Kalila duduk di kursi taman yang tersedia, ia membuka ponselnya demi melihat Kama yang memberinya pesan bahwa pria itu sudah bersama Clara saat ini.Mengetikkan balasan yang membuatnya tak enak hati, setelahnya Kalila kembali menyimpan ponselnya untuk kembali berjalan pulang.Di tengah jalan Kalila yang hampir mencapai rumahnya mengerutkan alisnya karena melihat sosok Fian yang tengah berbincang
"Stop!" Carla menahan dada Kama yang hampir menyentuh tubuhnya. Kedua matanya menatap pada mata Kama yang hanya berjarak 5 senti dari wajahnya tersebut. Kama memejamkan matanya dan menghela napas sebelum ia mundurkan lagi tubuhnya untuk bersandar di kursi kemudi mobil. "Tidak ada Kama, aku sama sekali tak berdebar dengan apa yang kamu lakukan" Kama mengusap wajahnya dan menatap Carla yang memberikan ia senyum manisnya. "Lalu aku harus mulai dari mana dulu? Kamu melarang aku untuk menciummu" Tadi Kama meminta pada Carla untuk dapat mencipta debar di hati Carla, Kama meminta izin untuk mencium Carla dan awalnya Carla mengizinkannya namun saat wajah mereka suah dekat Carla menghentikannya dan berkata bahwa dia tak merasakan apapun. Padahal bibir mereka belum bertemu dan Carla sudah menolaknya. "Aku tidak tau Kama, harusnya kamu pikirkan itu sendiri, kan kamu yang mau berjuang untuk mengambil hatiku" Carla tersenyum melihat
"Melamun"Kalila begitu terkejut saat merasakan dingin di salah satu pipinya dan pelaku yang membuatnya terkejut itu hanya tertawa pelan dan mengambil duduk di sampingnya. "Kak Fian?"Fian, pria itu hanya tersenyum dan memberikan minuman kaleng untuk Kalila yang duduk sendiri di bawah pohon jauh dari gedung sekolahnya. Tadi dia sedang melintas dan melihat Kalila yang tengah sendiri dengan cepat Fian mengambil minuman kaleng divending machineminuman yang tersedia di sekolahnya untuk diberikan pada Kalila."Terimakasih Kak" Kalila tersenyum tipis, menerima pemberian kakak kelasnya itu dengan sedikit perasaan gugupnya, karena mengingat perkataan Fian tempo hari."Kenapa tidak dengan sahabatmu itu?"Kalila menolehkan kepalanya pada kakak kelasnya yang kini sudah mengambil duduk di sebelahnya. "Kama?" Fian mengangguk dan meneguk minuman di tangannya. Kalila memberinya senyum tipis sebelum ia buang pandangannya "Aku sedang menghindar
Kalila begitu terkejut saat membuka pintu kamar mandinya dan melihat Kama yang tengah duduk di atas ranjangnya. Untungnya ia membawa pakaian gantinya ke dalam kamar mandi saat ia membersihkan diri tadi. "Kama?! Bagaimana jika aku hanya keluar menggunakan handuk?!" Kalila berdecak kesal dan mengabaikan raut wajah Kama yang begitu terlihat sedikit keras. "Mau apa? Tak biasanya kamu mau masuk ke dalam kamarku?" Mencoba mengabaikan kehadiran Kama dan juga raut wajah pria itu, Kalila memilih berjalan ke meja riasnya sembari menghandukkan rambutnya yang masih basah. "Aku khawatir" Ucap Kama dibarengi dengan desah lelahnya, raut yang semula datar itu menghilang dan digantikan dengan wajahnya yang nampak merasa bersalah. "Kalila maaf" Kama turun dari atas ranjang dan berjalan mendekat pada tubuh Kalila yang memperhatikan wajah Kama dari kaca riasnya, melihat pria itu yang mengeluarkan raut menyesal untuknya membuat Kalila tersentuh dan detak jantungny
Karena Kama yang melakukan hukuman Kalila, ia jadi lebih telat masuk ke kelas, untunglah hukuman yang guru piket beri hanya haruspush upsebanyak 25 kali, Kama sudah biasa berolahraga dan jika hanya disuruh push up ia begitu mudah menjalaninya.Saat kakinya menginjak lantai tiga gedung sekolah kehadiran Clara yang tengah mengamati kamera di tangannya membuat fokus Kama jadi buyar, "Clara?" Kama memanggil gadis itu dan Clara yang terkejut melihat Kama, dia menurunkan kamera di tangannya dan berusaha menyembunyikannya."Mau kemana?"Kama melirik kamera yang ada di tangan Clara namun gadis itu hanya menunjukan benda itu sekejap sebelum ia sembunyikan di balik tubuhnya "Ini kamera milik anak-anakCinema ,Aku sedang mempelajarinya dan berpikir bahwaekskultersebut akan cocok denganku"Kama mengangguk dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya "kalau g