"Stop!"
Carla menahan dada Kama yang hampir menyentuh tubuhnya. Kedua matanya menatap pada mata Kama yang hanya berjarak 5 senti dari wajahnya tersebut.
Kama memejamkan matanya dan menghela napas sebelum ia mundurkan lagi tubuhnya untuk bersandar di kursi kemudi mobil.
"Tidak ada Kama, aku sama sekali tak berdebar dengan apa yang kamu lakukan"
Kama mengusap wajahnya dan menatap Carla yang memberikan ia senyum manisnya. "Lalu aku harus mulai dari mana dulu? Kamu melarang aku untuk menciummu"
Tadi Kama meminta pada Carla untuk dapat mencipta debar di hati Carla, Kama meminta izin untuk mencium Carla dan awalnya Carla mengizinkannya namun saat wajah mereka suah dekat Carla menghentikannya dan berkata bahwa dia tak merasakan apapun.
Padahal bibir mereka belum bertemu dan Carla sudah menolaknya.
"Aku tidak tau Kama, harusnya kamu pikirkan itu sendiri, kan kamu yang mau berjuang untuk mengambil hatiku"
Carla tersenyum melihat wajah frustasi Kama, gadis itu mencondongkan wajahnya ke depan dan mencium cepat hidung Kama membuat wajah pria itu memerah.
Carla juga tertawa pelan karenanya, sebelum dia pergi dari mobil Kama yang sudah terparkir di halaman rumahnya dia sempat mencubit gemas pipi Kama yang memerah.
Di dalam mobil Kama nampak menjerit senang dengan senyuman yang terus terukir di bibirnya. Menatap punggung Carla yang menjauh dari mobilnya sebelum ia nyalakan mesin mobilnya dan menjalankan kendaraan beroda empat itu pergi dari kediaman Clara.
Kama mengambil ponselnya dan menghubungi Kalila.
"Halo Kal? Kamu dimana?"
"Lagi temenin kak Fian beli makan"
"Di mana?! Aku jemput sekarang"
Kama mematikan panggilannya saat Kalila sudah memberitahu restoran mana yang tengah gadis itu kunjungi.
**
Sedangkan Kalila yang panggilannya sudah dimatikan oleh Kama berkerut bingung karena ia pikir Kama akan sangat lama untuk mengantar Clara mengingat pria itu juga tengah mengambil hati Clara.
Fian yang melihat Kalila menatap ponselnya itu menghampiri sembari membawa dua bungkus makanan yang baru saja dibelinya. "Siapa yang menelepon?" Kalila mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis sembari menunjukan ponselnya "Kama"
Laki-laki itu ber-ohh ringan sembari memberi satu bungkus makanan yang diberinya untuk Kalila membuat gadis itu menolak halus pemberian Fian, dia merasa merepotkan jika Fian mentraktirnya.
"Tidak apa Kalila, kamu harus mencoba makanan ini, karena ini adalah favoritku"
Akhirnya karena tak bisa menolak paksaan Fian, Kalila menerimanya dengan tak enak hati, "Yuk, lanjut pulang" Fian menaiki motornya dan sudah memasang helm di kepalanya namun Kalila masih berdiri di sampingnya dengan mengulun bungkusan plastik di tangannya.
"Kak, Kakak pulang aja duluan, Kama mau ke sini soalnya, dia mau jemput aku"
Fian nampak diam sejenak sebelum ia mendesah dan membuka helmnya menaruhnya di pangkuannya. "Baiklah, aku juga akan menunggunya bersamamu di sini"
Kalila menggeleng "Tidak perlu Kak, aku bisa menunggunya sendiri, Kakak lansung pulang aja gapapa. Dan terimakasih untuk makanannya nanti pasti aku makan"
Fian mendesah pelan dan mengangguk kemudian kembali mengenakan helmnya "kalau begitu aku pulang ya Kal, kamu hati-hati" Sekali lagi, Fian mengusap lembut kepala Kalila membuat tubuh gadis itu menegang tak karuan.
Kalila mengerjap pelan sebelum membuang kecanggungannya dengan memberi senyum pada Fian "Kakak yang hati-hati" Fian mengangguk dan melambaikan tangannya pada Kalila sebelum pria itu benar-benar pergi meninggalkanya.
Kalila mendesahkan napasnya pelan dan mencari kursi untuknya mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, namun saat dia bersiap duduk sebuah mobil berhenti tepat di depannya dan sosok Kama keluar dengan wajah cerianya menghampiri Kalila.
Gadis itu tau ada sebuah hal yang menyenangkan terjadi pada Kama sehingga pria itu terlihat begitu ceria namun sayangnya jika hal menyenangkan yang Kama maksud berhubungan dengan Clara nampaknya kesenangan itu tak akan turut ia rasakan.
"Kal, aku mau bercerita"
Kalila mengangkat alisnya dengan senyum tipis yang tersungging di wajahnya "Cerita apa?" Kama tersenyum lebar dan menarik Kalila untuk masuk ke dalam mobilnya "Masuklah dulu, akan aku ceritakan di jalan"
Mereka sudah duduk di dalam mobil dengan Kama yang mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan normal. Kalila dapat mencium parfum Clara yang begitu kuat menempel di dalam mobil Kama. "Kamu hanya mengantar Clara tadi? tidak pergi kemana-mana lagi?"
Kama menggeleng "dia tidak mau ku ajak pergi ke manapun" Kama memelankan laju kendaraannya hingga ia memberhentikan laju mobilnya di tepi jalan. "Tapi Kal, tadi aku mau membuat hati Clara berdebar saat menyadari kehadiranku di dekatnya namun tetap saja gadis itu tak bisa. Lalu aku mempunyai cara untuk membuat jantungnya berdebar keras jika aku melakukan sentuhan fisik... tapi dia tetap tak menunjukan gelagat tersipu atau wajah malu-malunya"
Kama mendesah pelan dan Kalila mencengkram dadanya yang berdenyut nyeri sentuhan fisik ... "M-memang sentuhan fisik apa yang kamu lakukan?" Kama menoleh pada Kalila dan menatap gadis itu penuh kelembutan sebelum tubuh pria itu dicondongkan ke arah Kalila. Gadis itu yang mengetahui tubuh Kama mendekat padanya membuat napasnya tersentak dan jantungnya berdebar begitu kuat.
"Ka-Kama, kamu mau a-apa?" Kama masih mendekat hingga ia terpojok di kaca mobil dan saat wajah mereka mulai berjarak lima senti Kama menatap bibir Kalila membuat wajah Kalila memerah. Saat sedikit lagi bibir mereka bersentuhan Kama tertawa tepat di depan wajahnya dan laki-laki itu kembali pada posisinya semula.
"Reaksimu begitu lucu Kal, astaga wajahmu bahkan memerah" Kama terpingkal hingga memegang perutnya sedangkan Kalila yang merasa dirinya telah dihempas dan dijatuhkan kembali ke atas tanah setelah diterbangkan, membuang pandang karena tingkah Kama yang sudah membuatnya malu karena salah sangka.
"Maaf Kal, aku tidak bermaksud menciummu" Kama berucap masih diselingi tawanya dan hal tersebut membuat Kalila sedikit geram.
"Aku melakukan hal tersebut pada Clara" setelah tawanya mereda, Kama berucap yang kata-katanya kembali membuat tubuh Kalila menegang "Tapi sayangnya dia tak merasakan apapun, dia bahkan masih menatapku dengan datar, padahal aku ingin dia bereaksi sama seperti kamu Kal, kamu benar-benar alami" Kama terkekeh saat mengatakan kalimat terakhirnya.
Kalila berdecak sebal dan melipat tangannya di dada dengan pandangan yang ia buang ke jalanan. "Tapi Kal, aku serius. Ingat kan tentang kita siang tadi? Aku membutuhkan bantuanmu"
"Bantuan apa?"
Kalila bertanya dengan nada sinisnya, dan Kama memaklumi karena mungkin Kalila kesal tengan tingkahnya tadi. "Bantu aku buat dekat dengan Clara"
Kalila membulatkan matanya dan menatap Kama dengan pandangan terkejut "Kenapa aku?" Terlihat sekali di wajahnya jika Kalila nampak begitu keberatan, ya tentu dia keberatan, membantu seseorang yang dia cinta untuk dapat dekat dengan gadis pilihan Kama.
"Tolong lah Kal, kamu tau bukan aku tidak pernah dekat dengan wanita sebelum ini, sebagai sahabat yang baik kamu harusnya mau menolongku"
Kalila menatap Kama dengan sinis "Tidak pernah dekat dengan wanita? lalu kamu pikir aku ini laki-laki?!" Kalila kembali bersidekap sembari menatap marah pada Kama yang tersenyum menatapnya "Kamu berbeda Kal, kita kan sudah dekat sejak kita kecil dulu" Kalila perlahan mulai mendesahkan napas beratnya.
"Baiklah"
Kama memekik senang dan memiringkan duduknya untuk fokus memandang Kalila di sampingnya "Kamu serius kan Kal? Astaga kamu memang benar-benar sahabatku, kamu harus membantuku untuk tau apa yang para wanita sukai dan tidak"
Kama mengacak rambut Kalila dengan gemas sebelum pria itu berputar untuk kembali melajukan kendaraannya. Tak taukah Kama, perbuatannya kembali mencipta debar gila di jantung Kalila.
Jika tadi Fian juga mengacak rambutnya namun sungguh rasanya berbada saat Kama yang melakukannya. Karena jika Kama yang melakukannya bukan hanya jantungnya yang berdebar namun hatinya pun turut merasakannya.
**
Malamnya Kama mengajak Kalila untuk datang ke kamarnya, dan di sinilah gadis itu berada duduk di atas ranjang sembari memeluk guling Kama, dia begitu menyukai aroma tubuh Kama yang tertempel di bantal guling tersebut, dia tau bantal ini yang dipeluk Kama tiap malamnya."Jadi bagaimana cara membuat wanita itu tersipu"
Kama datang setelah meletakan camilan di atas meja yang ada di kamarnya dan mengambil satu bungkusan snack yang disukai Kalila untuk ia berikan pada gadis itu. "Kamu harus melakukan apa yang Carla sukai, bersikap manis padanya, jika wanita diperlakukan seperti itu, pasti akan luluh"
Kama mengangguk dan duduk di pinggir ranjang sembari menatap Kalila yang bersandar pada kepala ranjang dan tengah menikmati snack yang ia beri tadi. "Aku tidak tau apa yang Carla sukai" Kalila menatap Kama sejenak "kalau aku? kamu tau apa yang aku suka?" tanpa sadar kalimat tersebut meluncur mulus di bibirnya membuat keadaan menjadi hening dan Kalila memaki bibirnya yang berbicara tanpa ada rem yang menghalangi.
Namun untungnya Kama hanya tertawa dan mengangguk kuat "tentu aku tau, kamu lebih menyukai makan-makan dibanding jalan-jalan, kamu menyukai es krim vanilla, kamu tak suka coklat dan lebih memilih stroberi, kamu tak suka olahraga berat, kamu lebih suka makan makanan ringan dibanding makanan berat, dan... kamu suka aku"
Jantung Kalila berdebar, napasnya juga ikut memburu. Mendengar apa yang Kama katakan di akhir kalimatnya membuat ia salah tingkah dan ia takut jika Kama mengetahui perasaannya ini. Mendengar suara tawa yang Kama keluarkan membuat Kalila menatap tajam pada Kama.
"Kenapa wajahmu harus serius sekali sih Kal, kamu kan memang menyukaiku. Jika tidak, kita tak mungkin bisa menjadi sahabat hingga selama ini" Kalila menyunggingkan senyum tipisnya dan mengerjap pelan. "Lalu kamu? kamu juga menyukaiku?"
Kama mengangguk kuat. Lagi, Kalila merasakan ribuan sayap kupu-kupu yang mengepak di dalam perutnya hingga membuatnya merasakan perasaan geli itu. "Aku suka kamu karena kamu sahabatku, orang yang selalu berada di sisiku saat aku senang maupun sedih"
Ahh yaa, memang Kalila berharap Kama mengatakan apa?
"Baiklah, kita kembali pada topik awal, jika kalian hanya berdua, ingat hanya kalian berdua!!" Kalila tentu tak mau melihat Kama yang tengah bermanis-manis pada Carla. "Pegang tangannya, dan usap punggung tangannya menggunakan ibu jarimu, biasanya wanita akan melunakkan perasaannya-"
Kalila menghentikan ucapannya saat merasakan tangan kirinya yang ia letakkan di samping tubuhnya digenggam Kama dan diperlakukan seperti ucapannya barusan, membuat ia berdehem dengan wajahnya yang perlahan merona.
"Jika aku cium seperti ini bagaimana?" napas kalila makin memburu hebat, dan dia menarik tangannya saat bibir Kama telah mendarat di punggung tangannya "Tidak!! Jangan lakukan itu!"
Kama berkerut kening tak mengerti, "bukankah para wanita suka jika kami para pria mencium tangan kalian seperti itu?" Kalila terpaku sejenak sebelum anggukan pelannya ia beri. "Ya memang!, tapi jika Carla juga memiliki rasa yang sama padamu, jika tidak kamu akan dianggap terlalu agresif dan dia justru muak"
Kama membuka bibirnya dan mengangguk dia setuju dengan apa yang Kalila katakan, sejujurnya bukan itu yang Kalila khawatirkan, dia hanya merasa cemburu jika Kama sampai mencium gadis lain seperti itu.
"Lalu apalagi? katakan semua supaya aku paham"
Kalila tersenyum dan mendekatkan tubuhnya pada Kama, memandang wajah sahabatnya itu dengan kedua mata yang bersinar menyorot rasa kagum dan cinta yang ia miliki untuk Kama. Lalu saat Kama tengah fokus menatap wajah Kalila, gadis itu mendorong wajah Kama menggunakan telapak tangannya dan membuat pria itu terjatuh ke atas ranjang dan Kalila bangkit dari ranjang dengan tawanya yang berderai begitu puas telah mengerjai Kama.
"Kalila!! Astaga aku sudah sangat fokus memperhatikanmu!"
Kalila menjulurkan lidahnya pada Kama yang berada di seberang ranjang, dia kemudian memekik saat Kama meloncat ke atas ranjang dan menarik tangannya agar kembali naik ke atas ranjang. Kama yang kesal memeluk erat tubuh Kalila lalu ia gelitik gadis di dekapannya hingga menjeritkan kata ampun.
Setelah keduanya kelelahan, mereka sama-sama terbaring di atas ranjang dengan kedua kaki yang menjuntai di lantai kamar Kama, Kalila menolehkan kepalannya pada wajah Kama yang masih mengatur napasnya "kelakuanmu selalu sama dari dulu, jika mau membalasku pasti akan mengurungku dalam pelukanmu dulu!"
Kama terkekeh pelan "Karena jika aku melakukan itu kamu tidak akan bisa bebas bergerak dalam rengkuhanku!" Kalila mencibir pelan dan bangkit dari posisi tidurnya untuk duduk lalu menatap jam yang terletak di atas tv berlayar datar yang sudah menunjukan pukul 9 malam.
"Aku pulang ya Kam, udah malam"
Kama bangkit dan mengatur rambut Kalila yang berantakan membuat tubuh Kalila terpaku atas tindakan manis yang Kama lakukan "jika orangtuaku atau orangtuamu melihat rambutmu yang acak-acak seperti ini keluar dari kamarku mereka akan berburuk sangka." setelah menyampirkan anak rambut Kalila ke belakang telinga gadis itu, Kama memandang wajah Kalila dengan begitu dekat.
Kalila heran sekali dengan Kama yang amat suka mebuat jantungnya berdebar tak karuan. Kalila mendorong kening Kama menggunakan telapak tangannya dan segera bangkit menjauhkan jaraknya dari Kama dan menormalkan detak jantungnya.
"Mereka tidak akan berpikir macam-macam! kamu aja yang ngarang!"
Kalila berjalan pergi dari kamar Kama dan menutup pintu kamar itu setelah dia berada di luar, menyandarkan tubuhnya dengan desah napas yang ia atur senormal mungkin. Kalila melirik sebentar pada pintu kamar Kama sebelum dia pergi, ia tersenyum tipis lalu bergerak melangkah meninggalkan kediaman Kama.
TBC...
Biasanya jika di sabtu pagi seperti ini Kama akan mengajak Kalila jalan di taman komplek perumahannya, sekalian untuk berolahraga bersama.Namun tadi pagi saat ia bergerak untuk menghampiri rumah Kama pria itu nampak sudah rapih dan ingin pergi.Saat Kalila ingin bertanya, rupanya Kama lebih dulu memberitahunya bahwa pria itu akan pergi dengan Clara untuk menonton di bioskop.Kalila hanya bisa memberinya senyum dan semangatnya untuk Kama. Dan dia harus berjalan-jalan sendiri di taman tanpa seorang Kama yang biasanya menemani dia.Puas memutari taman, Kalila duduk di kursi taman yang tersedia, ia membuka ponselnya demi melihat Kama yang memberinya pesan bahwa pria itu sudah bersama Clara saat ini.Mengetikkan balasan yang membuatnya tak enak hati, setelahnya Kalila kembali menyimpan ponselnya untuk kembali berjalan pulang.Di tengah jalan Kalila yang hampir mencapai rumahnya mengerutkan alisnya karena melihat sosok Fian yang tengah berbincang
"Hai Kal"Kalila yang tengah memijat bahunya yang pegal karena semalam tak dapat tertidur dengan nyenyak itu menolehkan kepalanya dan melihat sosok Clara yang tersenyum dan berjalan cepat menghampirinya."Clara" Kalila tersenyum menyambut Clara yang sudah berjalan bersisian dengannya. "Wajahmu pucat, kamu sakit?"Clara menyentuh wajah Kalila sehingga gadis itu memundurkan tubuhnya karena kaget atas tingkah Clara yang tiba-tiba dan wajah Clara yang berubah khawatir."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kelelahan"Clara nampak tak mengurangi gurat khawatir di wajahnya dan itu sedikit mengganggu Kalila yang mencoba mengacuhkannya."Mau aku antar ke uks? Kamu istirahat di sana saja"Kalila menggeleng dengan senyum tipis di bibir, dia tak mau melewatkan pelajaran di kelas. "Tidak perlu Ra, aku baik""Kalau begitu biar aku temani ke kelasnya"Clara menautkan kedua jemari mereka dan menggandeng lengan Kalila, mengantar Kalila samp
Kalila memakan coklat yang seharusnya diberikan untuk Kama, namun karena dia yang sedang merasa marah dan sedih jadilah dia memakan coklat tersebut sembari menikmati pemandangan lapangan sekolahnya yang dipenuhi anak laki-laki yang bermain bola. "Aku tau kamu akan kesini" Kalila menoleh dan mendengus melihat Kama yang datang dan berdiri di sampingnya. "Kamu gak paham ya sama apa yang aku omongin? aku lagi mau sendiri!" Kama berdecih pelan dan melihat Kalila yang membuka bungkusan coklat di tangannya gadis itu kembali makan tanpa menghiraukan Kama yang masih memperhatikannya. "Aku paham, maka dari itu aku datang ke sini" Kalila melirik Kama dengan pandangan kesalnya sebelum gadis itu mencubit kesal tangan Kama "kamu memang Kama!" Kama tertawa pelan dan mengangguk kuat "ya, itulah aku" Kalila mencibirkan bibirnya dan membuang pandang dari Kama. "Kamu masih sedih? Sudahlah itu bukan salahmu" Kalila mendengus pelan da
Sepanjang perjalanan pulang, Kalila memeluk erat perut Kama dan menyandarkan tubuhnya pada Kama, kepalanya mulai pening dan tubuhnya yang masih mengigil akibat angin dingin yang menerpa.Setibanya di rumah Kalila, Kama dengan perlahan membantu Kalila turun dan mengangkat gadis itu yang kedua kakinya mulai melemas. "Kama, Kalila kenapa?" Ibu Lisa, orangtua Kalila datang saat Kama masuk memanggilnya. "Kedinginan Tante" Ibu Lisa mengikuti Kama yang berjalan menuju kamar Kalila dan meletakkan gadis itu dengan perlahan di atas ranjang."Tubuhnya mulai demam Tan, maaf ya Kama buat Kalila sakit" Kama menatap Ibu Lisa yang tersenyum dan menggeleng pelan "tidak apa Kama, bukan salah kamu. Terimakasih ya sudah mengantar Kalila"Kama mengangguk dan tatapannya kembali pada Kalila yang kedua matanya sudah terpejam. "Bajunya tolong diganti ya Tan, sama nanti batnya suruh diminum" Ibu Lia tertawa pelan dan mengangguk, dia begitu senang mendengar perhatian yan
"Susah Kak, buat menghapus seseorang yang udah mengakar kuat di hati tuh! Meski aku mau ngelupain Kama tetap aja aku gak akan bisa, dia selalu ada buat aku"Kalila menendang kerikil kecil yang ada di dekat kakinya, dan ucapannya itu dijawab dengan kekehan Fian yang duduk di sebelahnya. "Kalau begitu kamu harus kuatin lagi hatimu" Kalila mengangguk dan mengiyakan perkataan Fian."Terkadang aku suka berpikir, jika memang tak bisa menjadi kekasih Kama cukup menjadi sahabat baiknya saja sudah cukup. Tapi tetap saja menyiksa jika melihatnya yang bersenang-senang dengan wanita lainnya.""Sepertinya perasaan yang aku punya untukmu masih kalah dengan perasaan yang kamu punya untuk Kama"Kalila melirik Fian dengan tatapan bersalahnya, "Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk-""Hei kenapa meminta maaf? Karena kamu lebih menyukai Kama dibanding aku? Sudahlah Kal, perasaan orang itu tak bisa dipaksakan untuk terjatuh pada siapa, jika memang yang kamu cintai itu K
Jika menjadi sahabatmu saja menurutmu sudah cukup bagaimana dengan rasa yang aku punya ini?Aku mencintaimu, dan tanpa aku sadari bahwa perasaan asing ini sudah menguasai hati. *** Gadis kecil itu menatap sedih pada permen kapas yang baru ia beli kini sudah berpindah tangan kepada seorang pria yang usianya 2 tahun di atasnya. Ia hanya dapat menahan tangis karna tak dapat mempertahankan permen miliknya yang tengah pria itu nikmati. "Hei bocah kecil! belikan aku permen lagi, ini saja tidak cukup untukku!" Pria berbadan besar itu menatap gadis kecil tadi yang kini wajahnya sudah memerah akibat marah dan takut. "Kalila, tidak punya uang lagi" ia mencicit pelan dan pria berbadan besar itu nampak tak percaya dan ia merogoh saku jaket yang Kalila kenakan. Walau gadis itu sudah berontak sekuat tenaga namun sayang tenaga yang ia punya tak sebanding dengannya. "In
Kama menghalau sesuatu yang membuat hidungnya kesulitan bernapas, dia baru saja terlelap dini hari tadi karena terlalu asik bermain game online di ponselnya dan, entah pukul berapa saat ini karena Kama yang belum membuka kedua matanya. Kama harus merasakan seseorang yang menutup hidungnya sembari membisikkan namanya di telingnya. "Kama.... Kama... Kama, kamu mati kah?" Kama mengenali suara itu, dengan wajah mengantuknya ia membuka mata dan mendorong tubuh Kalila, sang pelaku yang mengganggu tidur nyenyaknya, dia kembali memiringkan badannya membelakangi Kalila agar ia bisa kembali terlelap lagi. "Awhh! Kama! kamu dorongnenenaku! Bangun ih! ayo sekolah, aku gak mau berangkat sendiri!" Di belakang tubuhnya Kalila menggerutu kesal sembari mengusap dadanya yang tak sengaja di dorong oleh Kama, setiap hari, Kalila itu terus membangunkan Kama untuk berangkat sekolah bersama. Karena mereka yang bertetangga dan
Benar kata orang, tidak mungkin di dalam persahabatan antar lawan jenis salah satunya tidak menyimpan rasa, karena kali ini Kalila jujur bahwa ia menyukai Kama dan menatapnya sebagai laki-laki yang ditaksirnya bukan lagi sebagai seorang sahabat yang memberi ia rasa nyaman. ** Kalila mendesahkan napasnya yang begitu terasa berat, ia memandang foto dirinya dan Kama yang di ambil saat mereka kecil dulu, tersenyum karena massa-masa itu begitu menyenangkan dimana Kama yang selalu melindunginya dan menjaganya. Tersenyum pada sebuah fotonya yang tengah digendong oleh Kama saat mereka pulang sekolah dulu, foto ini tak sengaja di ambil oleh Ayahnya saat melihat ia dan Kama pulang bersama waku itu. Pikiran Kalila kembali mengingat kejadian di balik foto tersebut. "Kenapa kamu makan?!" Kalila mengerjap polos menatap Kama yang berjalan ke arahnya. Wajah pria itu nampak kesal melihat Kalila yang memakan es
"Susah Kak, buat menghapus seseorang yang udah mengakar kuat di hati tuh! Meski aku mau ngelupain Kama tetap aja aku gak akan bisa, dia selalu ada buat aku"Kalila menendang kerikil kecil yang ada di dekat kakinya, dan ucapannya itu dijawab dengan kekehan Fian yang duduk di sebelahnya. "Kalau begitu kamu harus kuatin lagi hatimu" Kalila mengangguk dan mengiyakan perkataan Fian."Terkadang aku suka berpikir, jika memang tak bisa menjadi kekasih Kama cukup menjadi sahabat baiknya saja sudah cukup. Tapi tetap saja menyiksa jika melihatnya yang bersenang-senang dengan wanita lainnya.""Sepertinya perasaan yang aku punya untukmu masih kalah dengan perasaan yang kamu punya untuk Kama"Kalila melirik Fian dengan tatapan bersalahnya, "Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk-""Hei kenapa meminta maaf? Karena kamu lebih menyukai Kama dibanding aku? Sudahlah Kal, perasaan orang itu tak bisa dipaksakan untuk terjatuh pada siapa, jika memang yang kamu cintai itu K
Sepanjang perjalanan pulang, Kalila memeluk erat perut Kama dan menyandarkan tubuhnya pada Kama, kepalanya mulai pening dan tubuhnya yang masih mengigil akibat angin dingin yang menerpa.Setibanya di rumah Kalila, Kama dengan perlahan membantu Kalila turun dan mengangkat gadis itu yang kedua kakinya mulai melemas. "Kama, Kalila kenapa?" Ibu Lisa, orangtua Kalila datang saat Kama masuk memanggilnya. "Kedinginan Tante" Ibu Lisa mengikuti Kama yang berjalan menuju kamar Kalila dan meletakkan gadis itu dengan perlahan di atas ranjang."Tubuhnya mulai demam Tan, maaf ya Kama buat Kalila sakit" Kama menatap Ibu Lisa yang tersenyum dan menggeleng pelan "tidak apa Kama, bukan salah kamu. Terimakasih ya sudah mengantar Kalila"Kama mengangguk dan tatapannya kembali pada Kalila yang kedua matanya sudah terpejam. "Bajunya tolong diganti ya Tan, sama nanti batnya suruh diminum" Ibu Lia tertawa pelan dan mengangguk, dia begitu senang mendengar perhatian yan
Kalila memakan coklat yang seharusnya diberikan untuk Kama, namun karena dia yang sedang merasa marah dan sedih jadilah dia memakan coklat tersebut sembari menikmati pemandangan lapangan sekolahnya yang dipenuhi anak laki-laki yang bermain bola. "Aku tau kamu akan kesini" Kalila menoleh dan mendengus melihat Kama yang datang dan berdiri di sampingnya. "Kamu gak paham ya sama apa yang aku omongin? aku lagi mau sendiri!" Kama berdecih pelan dan melihat Kalila yang membuka bungkusan coklat di tangannya gadis itu kembali makan tanpa menghiraukan Kama yang masih memperhatikannya. "Aku paham, maka dari itu aku datang ke sini" Kalila melirik Kama dengan pandangan kesalnya sebelum gadis itu mencubit kesal tangan Kama "kamu memang Kama!" Kama tertawa pelan dan mengangguk kuat "ya, itulah aku" Kalila mencibirkan bibirnya dan membuang pandang dari Kama. "Kamu masih sedih? Sudahlah itu bukan salahmu" Kalila mendengus pelan da
"Hai Kal"Kalila yang tengah memijat bahunya yang pegal karena semalam tak dapat tertidur dengan nyenyak itu menolehkan kepalanya dan melihat sosok Clara yang tersenyum dan berjalan cepat menghampirinya."Clara" Kalila tersenyum menyambut Clara yang sudah berjalan bersisian dengannya. "Wajahmu pucat, kamu sakit?"Clara menyentuh wajah Kalila sehingga gadis itu memundurkan tubuhnya karena kaget atas tingkah Clara yang tiba-tiba dan wajah Clara yang berubah khawatir."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kelelahan"Clara nampak tak mengurangi gurat khawatir di wajahnya dan itu sedikit mengganggu Kalila yang mencoba mengacuhkannya."Mau aku antar ke uks? Kamu istirahat di sana saja"Kalila menggeleng dengan senyum tipis di bibir, dia tak mau melewatkan pelajaran di kelas. "Tidak perlu Ra, aku baik""Kalau begitu biar aku temani ke kelasnya"Clara menautkan kedua jemari mereka dan menggandeng lengan Kalila, mengantar Kalila samp
Biasanya jika di sabtu pagi seperti ini Kama akan mengajak Kalila jalan di taman komplek perumahannya, sekalian untuk berolahraga bersama.Namun tadi pagi saat ia bergerak untuk menghampiri rumah Kama pria itu nampak sudah rapih dan ingin pergi.Saat Kalila ingin bertanya, rupanya Kama lebih dulu memberitahunya bahwa pria itu akan pergi dengan Clara untuk menonton di bioskop.Kalila hanya bisa memberinya senyum dan semangatnya untuk Kama. Dan dia harus berjalan-jalan sendiri di taman tanpa seorang Kama yang biasanya menemani dia.Puas memutari taman, Kalila duduk di kursi taman yang tersedia, ia membuka ponselnya demi melihat Kama yang memberinya pesan bahwa pria itu sudah bersama Clara saat ini.Mengetikkan balasan yang membuatnya tak enak hati, setelahnya Kalila kembali menyimpan ponselnya untuk kembali berjalan pulang.Di tengah jalan Kalila yang hampir mencapai rumahnya mengerutkan alisnya karena melihat sosok Fian yang tengah berbincang
"Stop!" Carla menahan dada Kama yang hampir menyentuh tubuhnya. Kedua matanya menatap pada mata Kama yang hanya berjarak 5 senti dari wajahnya tersebut. Kama memejamkan matanya dan menghela napas sebelum ia mundurkan lagi tubuhnya untuk bersandar di kursi kemudi mobil. "Tidak ada Kama, aku sama sekali tak berdebar dengan apa yang kamu lakukan" Kama mengusap wajahnya dan menatap Carla yang memberikan ia senyum manisnya. "Lalu aku harus mulai dari mana dulu? Kamu melarang aku untuk menciummu" Tadi Kama meminta pada Carla untuk dapat mencipta debar di hati Carla, Kama meminta izin untuk mencium Carla dan awalnya Carla mengizinkannya namun saat wajah mereka suah dekat Carla menghentikannya dan berkata bahwa dia tak merasakan apapun. Padahal bibir mereka belum bertemu dan Carla sudah menolaknya. "Aku tidak tau Kama, harusnya kamu pikirkan itu sendiri, kan kamu yang mau berjuang untuk mengambil hatiku" Carla tersenyum melihat
"Melamun"Kalila begitu terkejut saat merasakan dingin di salah satu pipinya dan pelaku yang membuatnya terkejut itu hanya tertawa pelan dan mengambil duduk di sampingnya. "Kak Fian?"Fian, pria itu hanya tersenyum dan memberikan minuman kaleng untuk Kalila yang duduk sendiri di bawah pohon jauh dari gedung sekolahnya. Tadi dia sedang melintas dan melihat Kalila yang tengah sendiri dengan cepat Fian mengambil minuman kaleng divending machineminuman yang tersedia di sekolahnya untuk diberikan pada Kalila."Terimakasih Kak" Kalila tersenyum tipis, menerima pemberian kakak kelasnya itu dengan sedikit perasaan gugupnya, karena mengingat perkataan Fian tempo hari."Kenapa tidak dengan sahabatmu itu?"Kalila menolehkan kepalanya pada kakak kelasnya yang kini sudah mengambil duduk di sebelahnya. "Kama?" Fian mengangguk dan meneguk minuman di tangannya. Kalila memberinya senyum tipis sebelum ia buang pandangannya "Aku sedang menghindar
Kalila begitu terkejut saat membuka pintu kamar mandinya dan melihat Kama yang tengah duduk di atas ranjangnya. Untungnya ia membawa pakaian gantinya ke dalam kamar mandi saat ia membersihkan diri tadi. "Kama?! Bagaimana jika aku hanya keluar menggunakan handuk?!" Kalila berdecak kesal dan mengabaikan raut wajah Kama yang begitu terlihat sedikit keras. "Mau apa? Tak biasanya kamu mau masuk ke dalam kamarku?" Mencoba mengabaikan kehadiran Kama dan juga raut wajah pria itu, Kalila memilih berjalan ke meja riasnya sembari menghandukkan rambutnya yang masih basah. "Aku khawatir" Ucap Kama dibarengi dengan desah lelahnya, raut yang semula datar itu menghilang dan digantikan dengan wajahnya yang nampak merasa bersalah. "Kalila maaf" Kama turun dari atas ranjang dan berjalan mendekat pada tubuh Kalila yang memperhatikan wajah Kama dari kaca riasnya, melihat pria itu yang mengeluarkan raut menyesal untuknya membuat Kalila tersentuh dan detak jantungny
Karena Kama yang melakukan hukuman Kalila, ia jadi lebih telat masuk ke kelas, untunglah hukuman yang guru piket beri hanya haruspush upsebanyak 25 kali, Kama sudah biasa berolahraga dan jika hanya disuruh push up ia begitu mudah menjalaninya.Saat kakinya menginjak lantai tiga gedung sekolah kehadiran Clara yang tengah mengamati kamera di tangannya membuat fokus Kama jadi buyar, "Clara?" Kama memanggil gadis itu dan Clara yang terkejut melihat Kama, dia menurunkan kamera di tangannya dan berusaha menyembunyikannya."Mau kemana?"Kama melirik kamera yang ada di tangan Clara namun gadis itu hanya menunjukan benda itu sekejap sebelum ia sembunyikan di balik tubuhnya "Ini kamera milik anak-anakCinema ,Aku sedang mempelajarinya dan berpikir bahwaekskultersebut akan cocok denganku"Kama mengangguk dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya "kalau g