"Susah Kak, buat menghapus seseorang yang udah mengakar kuat di hati tuh! Meski aku mau ngelupain Kama tetap aja aku gak akan bisa, dia selalu ada buat aku"
Kalila menendang kerikil kecil yang ada di dekat kakinya, dan ucapannya itu dijawab dengan kekehan Fian yang duduk di sebelahnya. "Kalau begitu kamu harus kuatin lagi hatimu" Kalila mengangguk dan mengiyakan perkataan Fian.
"Terkadang aku suka berpikir, jika memang tak bisa menjadi kekasih Kama cukup menjadi sahabat baiknya saja sudah cukup. Tapi tetap saja menyiksa jika melihatnya yang bersenang-senang dengan wanita lainnya."
"Sepertinya perasaan yang aku punya untukmu masih kalah dengan perasaan yang kamu punya untuk Kama"
Kalila melirik Fian dengan tatapan bersalahnya, "Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk-"
"Hei kenapa meminta maaf? Karena kamu lebih menyukai Kama dibanding aku? Sudahlah Kal, perasaan orang itu tak bisa dipaksakan untuk terjatuh pada siapa, jika memang yang kamu cintai itu K
Jika menjadi sahabatmu saja menurutmu sudah cukup bagaimana dengan rasa yang aku punya ini?Aku mencintaimu, dan tanpa aku sadari bahwa perasaan asing ini sudah menguasai hati. *** Gadis kecil itu menatap sedih pada permen kapas yang baru ia beli kini sudah berpindah tangan kepada seorang pria yang usianya 2 tahun di atasnya. Ia hanya dapat menahan tangis karna tak dapat mempertahankan permen miliknya yang tengah pria itu nikmati. "Hei bocah kecil! belikan aku permen lagi, ini saja tidak cukup untukku!" Pria berbadan besar itu menatap gadis kecil tadi yang kini wajahnya sudah memerah akibat marah dan takut. "Kalila, tidak punya uang lagi" ia mencicit pelan dan pria berbadan besar itu nampak tak percaya dan ia merogoh saku jaket yang Kalila kenakan. Walau gadis itu sudah berontak sekuat tenaga namun sayang tenaga yang ia punya tak sebanding dengannya. "In
Kama menghalau sesuatu yang membuat hidungnya kesulitan bernapas, dia baru saja terlelap dini hari tadi karena terlalu asik bermain game online di ponselnya dan, entah pukul berapa saat ini karena Kama yang belum membuka kedua matanya. Kama harus merasakan seseorang yang menutup hidungnya sembari membisikkan namanya di telingnya. "Kama.... Kama... Kama, kamu mati kah?" Kama mengenali suara itu, dengan wajah mengantuknya ia membuka mata dan mendorong tubuh Kalila, sang pelaku yang mengganggu tidur nyenyaknya, dia kembali memiringkan badannya membelakangi Kalila agar ia bisa kembali terlelap lagi. "Awhh! Kama! kamu dorongnenenaku! Bangun ih! ayo sekolah, aku gak mau berangkat sendiri!" Di belakang tubuhnya Kalila menggerutu kesal sembari mengusap dadanya yang tak sengaja di dorong oleh Kama, setiap hari, Kalila itu terus membangunkan Kama untuk berangkat sekolah bersama. Karena mereka yang bertetangga dan
Benar kata orang, tidak mungkin di dalam persahabatan antar lawan jenis salah satunya tidak menyimpan rasa, karena kali ini Kalila jujur bahwa ia menyukai Kama dan menatapnya sebagai laki-laki yang ditaksirnya bukan lagi sebagai seorang sahabat yang memberi ia rasa nyaman. ** Kalila mendesahkan napasnya yang begitu terasa berat, ia memandang foto dirinya dan Kama yang di ambil saat mereka kecil dulu, tersenyum karena massa-masa itu begitu menyenangkan dimana Kama yang selalu melindunginya dan menjaganya. Tersenyum pada sebuah fotonya yang tengah digendong oleh Kama saat mereka pulang sekolah dulu, foto ini tak sengaja di ambil oleh Ayahnya saat melihat ia dan Kama pulang bersama waku itu. Pikiran Kalila kembali mengingat kejadian di balik foto tersebut. "Kenapa kamu makan?!" Kalila mengerjap polos menatap Kama yang berjalan ke arahnya. Wajah pria itu nampak kesal melihat Kalila yang memakan es
Karena Kama yang melakukan hukuman Kalila, ia jadi lebih telat masuk ke kelas, untunglah hukuman yang guru piket beri hanya haruspush upsebanyak 25 kali, Kama sudah biasa berolahraga dan jika hanya disuruh push up ia begitu mudah menjalaninya.Saat kakinya menginjak lantai tiga gedung sekolah kehadiran Clara yang tengah mengamati kamera di tangannya membuat fokus Kama jadi buyar, "Clara?" Kama memanggil gadis itu dan Clara yang terkejut melihat Kama, dia menurunkan kamera di tangannya dan berusaha menyembunyikannya."Mau kemana?"Kama melirik kamera yang ada di tangan Clara namun gadis itu hanya menunjukan benda itu sekejap sebelum ia sembunyikan di balik tubuhnya "Ini kamera milik anak-anakCinema ,Aku sedang mempelajarinya dan berpikir bahwaekskultersebut akan cocok denganku"Kama mengangguk dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya "kalau g
Kalila begitu terkejut saat membuka pintu kamar mandinya dan melihat Kama yang tengah duduk di atas ranjangnya. Untungnya ia membawa pakaian gantinya ke dalam kamar mandi saat ia membersihkan diri tadi. "Kama?! Bagaimana jika aku hanya keluar menggunakan handuk?!" Kalila berdecak kesal dan mengabaikan raut wajah Kama yang begitu terlihat sedikit keras. "Mau apa? Tak biasanya kamu mau masuk ke dalam kamarku?" Mencoba mengabaikan kehadiran Kama dan juga raut wajah pria itu, Kalila memilih berjalan ke meja riasnya sembari menghandukkan rambutnya yang masih basah. "Aku khawatir" Ucap Kama dibarengi dengan desah lelahnya, raut yang semula datar itu menghilang dan digantikan dengan wajahnya yang nampak merasa bersalah. "Kalila maaf" Kama turun dari atas ranjang dan berjalan mendekat pada tubuh Kalila yang memperhatikan wajah Kama dari kaca riasnya, melihat pria itu yang mengeluarkan raut menyesal untuknya membuat Kalila tersentuh dan detak jantungny
"Melamun"Kalila begitu terkejut saat merasakan dingin di salah satu pipinya dan pelaku yang membuatnya terkejut itu hanya tertawa pelan dan mengambil duduk di sampingnya. "Kak Fian?"Fian, pria itu hanya tersenyum dan memberikan minuman kaleng untuk Kalila yang duduk sendiri di bawah pohon jauh dari gedung sekolahnya. Tadi dia sedang melintas dan melihat Kalila yang tengah sendiri dengan cepat Fian mengambil minuman kaleng divending machineminuman yang tersedia di sekolahnya untuk diberikan pada Kalila."Terimakasih Kak" Kalila tersenyum tipis, menerima pemberian kakak kelasnya itu dengan sedikit perasaan gugupnya, karena mengingat perkataan Fian tempo hari."Kenapa tidak dengan sahabatmu itu?"Kalila menolehkan kepalanya pada kakak kelasnya yang kini sudah mengambil duduk di sebelahnya. "Kama?" Fian mengangguk dan meneguk minuman di tangannya. Kalila memberinya senyum tipis sebelum ia buang pandangannya "Aku sedang menghindar
"Stop!" Carla menahan dada Kama yang hampir menyentuh tubuhnya. Kedua matanya menatap pada mata Kama yang hanya berjarak 5 senti dari wajahnya tersebut. Kama memejamkan matanya dan menghela napas sebelum ia mundurkan lagi tubuhnya untuk bersandar di kursi kemudi mobil. "Tidak ada Kama, aku sama sekali tak berdebar dengan apa yang kamu lakukan" Kama mengusap wajahnya dan menatap Carla yang memberikan ia senyum manisnya. "Lalu aku harus mulai dari mana dulu? Kamu melarang aku untuk menciummu" Tadi Kama meminta pada Carla untuk dapat mencipta debar di hati Carla, Kama meminta izin untuk mencium Carla dan awalnya Carla mengizinkannya namun saat wajah mereka suah dekat Carla menghentikannya dan berkata bahwa dia tak merasakan apapun. Padahal bibir mereka belum bertemu dan Carla sudah menolaknya. "Aku tidak tau Kama, harusnya kamu pikirkan itu sendiri, kan kamu yang mau berjuang untuk mengambil hatiku" Carla tersenyum melihat
Biasanya jika di sabtu pagi seperti ini Kama akan mengajak Kalila jalan di taman komplek perumahannya, sekalian untuk berolahraga bersama.Namun tadi pagi saat ia bergerak untuk menghampiri rumah Kama pria itu nampak sudah rapih dan ingin pergi.Saat Kalila ingin bertanya, rupanya Kama lebih dulu memberitahunya bahwa pria itu akan pergi dengan Clara untuk menonton di bioskop.Kalila hanya bisa memberinya senyum dan semangatnya untuk Kama. Dan dia harus berjalan-jalan sendiri di taman tanpa seorang Kama yang biasanya menemani dia.Puas memutari taman, Kalila duduk di kursi taman yang tersedia, ia membuka ponselnya demi melihat Kama yang memberinya pesan bahwa pria itu sudah bersama Clara saat ini.Mengetikkan balasan yang membuatnya tak enak hati, setelahnya Kalila kembali menyimpan ponselnya untuk kembali berjalan pulang.Di tengah jalan Kalila yang hampir mencapai rumahnya mengerutkan alisnya karena melihat sosok Fian yang tengah berbincang
"Susah Kak, buat menghapus seseorang yang udah mengakar kuat di hati tuh! Meski aku mau ngelupain Kama tetap aja aku gak akan bisa, dia selalu ada buat aku"Kalila menendang kerikil kecil yang ada di dekat kakinya, dan ucapannya itu dijawab dengan kekehan Fian yang duduk di sebelahnya. "Kalau begitu kamu harus kuatin lagi hatimu" Kalila mengangguk dan mengiyakan perkataan Fian."Terkadang aku suka berpikir, jika memang tak bisa menjadi kekasih Kama cukup menjadi sahabat baiknya saja sudah cukup. Tapi tetap saja menyiksa jika melihatnya yang bersenang-senang dengan wanita lainnya.""Sepertinya perasaan yang aku punya untukmu masih kalah dengan perasaan yang kamu punya untuk Kama"Kalila melirik Fian dengan tatapan bersalahnya, "Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk-""Hei kenapa meminta maaf? Karena kamu lebih menyukai Kama dibanding aku? Sudahlah Kal, perasaan orang itu tak bisa dipaksakan untuk terjatuh pada siapa, jika memang yang kamu cintai itu K
Sepanjang perjalanan pulang, Kalila memeluk erat perut Kama dan menyandarkan tubuhnya pada Kama, kepalanya mulai pening dan tubuhnya yang masih mengigil akibat angin dingin yang menerpa.Setibanya di rumah Kalila, Kama dengan perlahan membantu Kalila turun dan mengangkat gadis itu yang kedua kakinya mulai melemas. "Kama, Kalila kenapa?" Ibu Lisa, orangtua Kalila datang saat Kama masuk memanggilnya. "Kedinginan Tante" Ibu Lisa mengikuti Kama yang berjalan menuju kamar Kalila dan meletakkan gadis itu dengan perlahan di atas ranjang."Tubuhnya mulai demam Tan, maaf ya Kama buat Kalila sakit" Kama menatap Ibu Lisa yang tersenyum dan menggeleng pelan "tidak apa Kama, bukan salah kamu. Terimakasih ya sudah mengantar Kalila"Kama mengangguk dan tatapannya kembali pada Kalila yang kedua matanya sudah terpejam. "Bajunya tolong diganti ya Tan, sama nanti batnya suruh diminum" Ibu Lia tertawa pelan dan mengangguk, dia begitu senang mendengar perhatian yan
Kalila memakan coklat yang seharusnya diberikan untuk Kama, namun karena dia yang sedang merasa marah dan sedih jadilah dia memakan coklat tersebut sembari menikmati pemandangan lapangan sekolahnya yang dipenuhi anak laki-laki yang bermain bola. "Aku tau kamu akan kesini" Kalila menoleh dan mendengus melihat Kama yang datang dan berdiri di sampingnya. "Kamu gak paham ya sama apa yang aku omongin? aku lagi mau sendiri!" Kama berdecih pelan dan melihat Kalila yang membuka bungkusan coklat di tangannya gadis itu kembali makan tanpa menghiraukan Kama yang masih memperhatikannya. "Aku paham, maka dari itu aku datang ke sini" Kalila melirik Kama dengan pandangan kesalnya sebelum gadis itu mencubit kesal tangan Kama "kamu memang Kama!" Kama tertawa pelan dan mengangguk kuat "ya, itulah aku" Kalila mencibirkan bibirnya dan membuang pandang dari Kama. "Kamu masih sedih? Sudahlah itu bukan salahmu" Kalila mendengus pelan da
"Hai Kal"Kalila yang tengah memijat bahunya yang pegal karena semalam tak dapat tertidur dengan nyenyak itu menolehkan kepalanya dan melihat sosok Clara yang tersenyum dan berjalan cepat menghampirinya."Clara" Kalila tersenyum menyambut Clara yang sudah berjalan bersisian dengannya. "Wajahmu pucat, kamu sakit?"Clara menyentuh wajah Kalila sehingga gadis itu memundurkan tubuhnya karena kaget atas tingkah Clara yang tiba-tiba dan wajah Clara yang berubah khawatir."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kelelahan"Clara nampak tak mengurangi gurat khawatir di wajahnya dan itu sedikit mengganggu Kalila yang mencoba mengacuhkannya."Mau aku antar ke uks? Kamu istirahat di sana saja"Kalila menggeleng dengan senyum tipis di bibir, dia tak mau melewatkan pelajaran di kelas. "Tidak perlu Ra, aku baik""Kalau begitu biar aku temani ke kelasnya"Clara menautkan kedua jemari mereka dan menggandeng lengan Kalila, mengantar Kalila samp
Biasanya jika di sabtu pagi seperti ini Kama akan mengajak Kalila jalan di taman komplek perumahannya, sekalian untuk berolahraga bersama.Namun tadi pagi saat ia bergerak untuk menghampiri rumah Kama pria itu nampak sudah rapih dan ingin pergi.Saat Kalila ingin bertanya, rupanya Kama lebih dulu memberitahunya bahwa pria itu akan pergi dengan Clara untuk menonton di bioskop.Kalila hanya bisa memberinya senyum dan semangatnya untuk Kama. Dan dia harus berjalan-jalan sendiri di taman tanpa seorang Kama yang biasanya menemani dia.Puas memutari taman, Kalila duduk di kursi taman yang tersedia, ia membuka ponselnya demi melihat Kama yang memberinya pesan bahwa pria itu sudah bersama Clara saat ini.Mengetikkan balasan yang membuatnya tak enak hati, setelahnya Kalila kembali menyimpan ponselnya untuk kembali berjalan pulang.Di tengah jalan Kalila yang hampir mencapai rumahnya mengerutkan alisnya karena melihat sosok Fian yang tengah berbincang
"Stop!" Carla menahan dada Kama yang hampir menyentuh tubuhnya. Kedua matanya menatap pada mata Kama yang hanya berjarak 5 senti dari wajahnya tersebut. Kama memejamkan matanya dan menghela napas sebelum ia mundurkan lagi tubuhnya untuk bersandar di kursi kemudi mobil. "Tidak ada Kama, aku sama sekali tak berdebar dengan apa yang kamu lakukan" Kama mengusap wajahnya dan menatap Carla yang memberikan ia senyum manisnya. "Lalu aku harus mulai dari mana dulu? Kamu melarang aku untuk menciummu" Tadi Kama meminta pada Carla untuk dapat mencipta debar di hati Carla, Kama meminta izin untuk mencium Carla dan awalnya Carla mengizinkannya namun saat wajah mereka suah dekat Carla menghentikannya dan berkata bahwa dia tak merasakan apapun. Padahal bibir mereka belum bertemu dan Carla sudah menolaknya. "Aku tidak tau Kama, harusnya kamu pikirkan itu sendiri, kan kamu yang mau berjuang untuk mengambil hatiku" Carla tersenyum melihat
"Melamun"Kalila begitu terkejut saat merasakan dingin di salah satu pipinya dan pelaku yang membuatnya terkejut itu hanya tertawa pelan dan mengambil duduk di sampingnya. "Kak Fian?"Fian, pria itu hanya tersenyum dan memberikan minuman kaleng untuk Kalila yang duduk sendiri di bawah pohon jauh dari gedung sekolahnya. Tadi dia sedang melintas dan melihat Kalila yang tengah sendiri dengan cepat Fian mengambil minuman kaleng divending machineminuman yang tersedia di sekolahnya untuk diberikan pada Kalila."Terimakasih Kak" Kalila tersenyum tipis, menerima pemberian kakak kelasnya itu dengan sedikit perasaan gugupnya, karena mengingat perkataan Fian tempo hari."Kenapa tidak dengan sahabatmu itu?"Kalila menolehkan kepalanya pada kakak kelasnya yang kini sudah mengambil duduk di sebelahnya. "Kama?" Fian mengangguk dan meneguk minuman di tangannya. Kalila memberinya senyum tipis sebelum ia buang pandangannya "Aku sedang menghindar
Kalila begitu terkejut saat membuka pintu kamar mandinya dan melihat Kama yang tengah duduk di atas ranjangnya. Untungnya ia membawa pakaian gantinya ke dalam kamar mandi saat ia membersihkan diri tadi. "Kama?! Bagaimana jika aku hanya keluar menggunakan handuk?!" Kalila berdecak kesal dan mengabaikan raut wajah Kama yang begitu terlihat sedikit keras. "Mau apa? Tak biasanya kamu mau masuk ke dalam kamarku?" Mencoba mengabaikan kehadiran Kama dan juga raut wajah pria itu, Kalila memilih berjalan ke meja riasnya sembari menghandukkan rambutnya yang masih basah. "Aku khawatir" Ucap Kama dibarengi dengan desah lelahnya, raut yang semula datar itu menghilang dan digantikan dengan wajahnya yang nampak merasa bersalah. "Kalila maaf" Kama turun dari atas ranjang dan berjalan mendekat pada tubuh Kalila yang memperhatikan wajah Kama dari kaca riasnya, melihat pria itu yang mengeluarkan raut menyesal untuknya membuat Kalila tersentuh dan detak jantungny
Karena Kama yang melakukan hukuman Kalila, ia jadi lebih telat masuk ke kelas, untunglah hukuman yang guru piket beri hanya haruspush upsebanyak 25 kali, Kama sudah biasa berolahraga dan jika hanya disuruh push up ia begitu mudah menjalaninya.Saat kakinya menginjak lantai tiga gedung sekolah kehadiran Clara yang tengah mengamati kamera di tangannya membuat fokus Kama jadi buyar, "Clara?" Kama memanggil gadis itu dan Clara yang terkejut melihat Kama, dia menurunkan kamera di tangannya dan berusaha menyembunyikannya."Mau kemana?"Kama melirik kamera yang ada di tangan Clara namun gadis itu hanya menunjukan benda itu sekejap sebelum ia sembunyikan di balik tubuhnya "Ini kamera milik anak-anakCinema ,Aku sedang mempelajarinya dan berpikir bahwaekskultersebut akan cocok denganku"Kama mengangguk dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya "kalau g