Home / Romansa / Kalau Cinta Jangan Gengsi / Tawaran Menggiurkan

Share

Kalau Cinta Jangan Gengsi
Kalau Cinta Jangan Gengsi
Author: Kardinah

Tawaran Menggiurkan

Author: Kardinah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bulan melempar segepok uang di hadapan Langit.

“Aku mau menyewamu menjadi kekasihku malam ini.”

Langit mendongakkan kepalanya, menghembuskan nafasnya kesal. Dia merasa terhina dengan perlakuan Bulan padanya.

“Kamu bisa nggak, sih, menghargai orang lain, jangan mentang-mentang aku menyewakan jasa kekasih pura-pura, kamu bisa bersikap semaumu. Aku nggak mau!”

“Aku sudah menghargaimu, lihat uang di depanmu. Jadi ini kurang? Berapa lagi yang kamu minta dariku!”

Bulan masih saja bersikap arogan, bukannya membujuk Langit agar mau menerima tawarannya, dia malah makin menyulut emosi Langit. Langit hendak beranjak dari duduknya. Namun Bulan menarik lengannya.

“Mau ke mana, jadi pacarku semalam saja.”

“Enggak! Jangan gila, Bulan.”

“Dari dulu aku memang gila, Langit.”

Langit berjalan meninggalkan Bulan yang tampak kesal, tapi, Bulan tak bisa begitu saja membiarkan lelaki itu pergi saat ini. Dia butuh Langit untuk membantunya menolak perjodohan konyol yang di lakukan orang tuanya. Bulan mengambil uang miliknya dan mengejar Langit yang berjalan menuju mobilnya.

“Langit tunggu!”

Langit menulikan telinganya, acuh tak acuh, masuk ke dalam mobilnya. Bulan yang menggantungkan nasibnya pada lelaki itu tentu saja tak mau kehilangan kesempatan. Tak peduli Langit yang kesal dengannya, tak peduli langit runtuh dan menimpanya, dia harus bisa berhasil membujuk Langit. Dengan tak tahu malu Bulan masuk ke dalam mobil Langit dan duduk di sebelahnya.

“Turun!”

“Enggak! Please, Langit aku butuh bantuanmu, malam ini saja. Aku tahu kamu biasa melakukannya.”

Bulan menatap Langit dengan tatapan memohon. Sayangnya itu masih saja tak berhasil membuat luluh Langit.

“Haruskah aku menendang mu keluar dari mobilku!’

“Aku perempuan lho, kamu laki-laki, bukan? Yakin mau menendang ku keluar? Ayolah, bantu aku Langit. Malam ini saja, promise,” bujuk Bulan dengan mengangkat kedua jarinya tanda dia tak akan mengingkari kata-katanya.

Langit menghela nafas, selama ini dia tak mau menerima job dari temannya sendiri, sebab tak mau melibatkan perasaan. Bagaimanapun juga dia manusia biasa, dia tak mau jatuh cinta pada salah satu pelanggannya.

“Bukankah kamu tahu aturan yang sudah aku tetapkan. Aku tidak mau, kamu cari orang lain saja!”

“Enggak! Aku maunya kamu, berapa pun aku akan membayarmu, please, malam ini saja,” rengeknya sembari mengedip-ngedipkan kedua matanya, menampilkan wajah paling menyedihkan yang dia bisa.

Dalam hati, Bulan berdoa pada semesta, dramanya berhasil kali ini.

“Aku akan membayarmu dua kali lipat, tolong aku, langit, hidup dan matiku ada di tanganmu.”

Masih dengan dramanya, Bulan berpura-pura mengusap air mata yang tak menetes sedikit pun.

“Akhiri dramamu, baiklah aku akan membantumu, hanya malam ini, aku nggak mau terlibat denganmu.”

Bagai mendapat durian runtuh, senyum yang tadi menghilang kini tampak merekah, mengembang sempurna dengan lesung pipi di kedua pipinya.

“Ok, malam ini saja, aku janji. Aku tahu kamu takut jatuh cinta padaku, iya, kan?”

“Tutup mulutmu! Atau aku akan berubah pikiran dan membatalkan kesepakatan kita!”

Bulan menutup mulutnya, mengatupkan jari telunjuk dan ibu jarinya, menariknya dari kiri ke kanan.

Mobil mulai melaju menuju ke rumah Bulan. Sepanjang perjalanan mereka berdua saling terdiam, Bulan sibuk dengan pikirannya sendiri, begitu juga dengan Langit yang sedikit menyesal menerima permintaan bodoh Bulan padanya. Dia sudah melanggar aturan yang sudah dia tetapkan sendiri.

Tak butuh waktu lama, mobil yang mereka tumpangi kini sudah berada di halaman rumah milik orang tua Bulan.

Sejujurnya ada perasaan bersalah yang mendera Langit, sebab dia mengenal orang tua Bulan. Entah dosa apa yang sudah dia lakukan di masa lalu, dia takut menjadi durhaka. Tiba-tiba saja dia membayangkan Malin Kundang yang dikutuk oleh ibunya. Namun, dengan cepat Langit segera menepiskannya saat Bulan memanggil namanya dan menyuruhnya turun.

“Langit, ayo turun! Jangan coba-coba mundur dari apa yang sudah kita sepakati!”

“Sial!” umpat Langit kesal.

Maju kena mundur pun kena. Posisinya benar-benar tak menguntungkan. Langit turun dari mobil dan mengekori langkah Bulan masuk ke dalam rumahnya.

Mama Bulan menyambut keduanya, mempersilahkan Langit duduk bersama mereka di meja makan.

“Sejak kapan kalian berpacaran?”

“Sejak hari ini, Tante,” ucap Langit keceplosan.

Bulan menginjak kaki Langit yang berada di bawah meja.

Rasa sakit yang dirasakannya membuatnya tersadar kalau jawaban yang barusan dia berikan membuat mama Bulan menatapnya tajam.

“Langit bercanda, Ma.”

Langit cengengesan, dia meralat ucapannya dengan cepat, tak mau Mama Bulan curiga padanya.

“Sudah cukup lama, Tante, terakhir saya kemari waktu itu.”

Mama Bulan mengangguk-angguk, seolah mencoba mempercayai kalimat yang barusan terlontar dari mulut Langit

“Kalau begitu, besok kalian menikah!”

“Apa!” seru mereka berdua berbarengan.

Bak petir yang menggelegar di malam bulan purnama, kalimat itu membuat keduanya saling menatap satu sama lain. Langit tercekat, dia berusaha meminta penjelasan pada Bulan lewat tatapannya. Bukankah Bulan mengatakan hanya semalam saja, tapi, kenapa malah jadi menikah?

Bulan berusaha menguasai keterkejutannya, dia tak mau mamanya curiga.

“Ma, tapi kami masih muda, banyak hal yang masih ingin kami lakukan, bukankah begitu Langit?”

“Hem.. iya, Tante, rasanya terlalu cepat kalau kami harus menikah saat ini. Di saat kami berdua sedang sibuk-sibuknya mengejar karier.”

Mama Bulan menatap keduanya saling bergantian, dia curiga pada putrinya, bisa saja Bulan yang cerdik itu membohonginya agar tidak menikah dengan lelaki pilihannya.

Langit yang merasa terintimidasi pun menarik-narik rok yang dikenakan Bulan. Bulan sendiri yang masih syok dengan perintah mamanya menepis tangan Langit dengan kasar. Dia sendiri kesal, tadinya dia pikir, dengan membawa Langit ke rumah dan mengenalkannya sebagai kekasihnya semuanya akan berakhir dengan mudah. Perjodohan yang akan dilakukan orang tuanya pun batal, sebab dia sudah punya kekasih. Namun, pada kenyataannya ekspektasinya tak seindah realita. Dia malah masuk ke dalam jurang yang lebih dalam dengan membawa Langit datang ke rumahnya.

“Ma, bukankah Mama sudah mengatakan pada Bulan, kalau Bulan membawa kekasih datang kemari, memperkenalkannya pada Mama, maka perjodohan yang akan kalian lakukan otomatis batal. Tapi kenapa Mama tetap memintaku menikah.”

“Kalau memang Langit sungguh-sungguh kekasihmu, seharusnya kamu tak menolak menikah dengannya.”

Skak mat, Bulan lupa memperhitungkannya, mamanya memang tak mudah untuk dibohongi. Bulan dan Langit saling memandang, sementara mama Bulan tersenyum tipis menatap mereka berdua yang tak bisa menyembunyikan kebingungannya.

“Ma, kami butuh waktu untuk membicarakannya, beri kami waktu lagi untuk memikirkannya,” bujuk Bulan pada mamanya.

Bulan berharap dengan meminta kelonggaran waktu, lambat laun mamanya akan lupa dengan keinginannya.

“Mama, kan, tahu, menikah itu nggak gampang, Bulan nggak bisa masak, nggak bisa bersih-bersih. Mama sendiri yang mengatakan pada Bulan, jadi perempuan selain bisa cari duit, harus pintar di dapur dan di kasur.”

“Nggak usah banyak alasan Bulan. Menikahlah dengan Langit. Mama setuju kalau kamu menikah dengan Langit. Langit, besok bawa orang tuamu kemari, Mama ingin bertemu dengan mereka.”

“Ma!”

Related chapters

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Penolakan Langit

    Sekeras apa pun Bulan berusaha. Mamanya tetap pada keinginannya. Ingin mereka berdua menikah. Mama Bulan memiliki pertimbangan bahwa selama mengenal Langit, lelaki itu cukup baik. Mereka berdua keluar dari rumah dengan langkah gontai. Keduanya duduk di teras memikirkan langkah selanjutnya. “Kamu gila, bukankah kamu bilang padaku, hanya malam ini saja. Tapi kenapa Mamamu malah menyuruh kita menikah!” “Aku mana tahu kalau bakalan begini, Langit. Sudahlah, menikah saja denganku, aku pasti membayarmu berkali-kali lipat.” “Aku belum gila, Bulan. Menikah denganmu, dunia kiamat pun aku nggak akan melakukannya.” Bulan yang mendengar ucapan Langit barusan pun kesal, dia marah, merasa bahwa Langit sudah menghinanya. Tak mau kalah dengan Langit, Bulan pun membalasnya. Sembari mendorong dada Langit, dia pun berkata pada lelaki itu, “Kamu pikir aku mau menikahimu! Jangan bangga dulu, aku hanya membayarmu sesuai dengan pekerjaan yang kamu lakukan!” Bulan sungguh frustrasi dibuatnya, satu si

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Mendadak Menikah

    Bagaikan mimpi, kini keduanya sudah sah menjadi pasangan suami istri. Mama bulan memeluk mereka berdua bergantian. Rona bahagia tak bisa ditutupinya sama sekali. “Akhirnya anak Mama satu-satunya menikah. Malam ini kalian harus membuatkan cucu untuk Mama.” “Ma, malu, Ma!” “Kenapa harus malu, kalian sudah sah menjadi suami istri. Mama akan tetap mengawasi kalian. Biar Mama yakin kalau kamu benar-benar melakukan malam pertama dengan suamimu. ” Mama Bulan mengarahkan jari telunjuk dan tengahnya ke arah putrinya lalu ke arah matanya sendiri. Pertanda Bulan dan Langit tak akan bisa lolos dari pengawasannya. Mama Bulan pun menyuruh keduanya naik ke kamar Bulan. Walaupun tak ada perayaan apapun, tetap saja Mama Bulan tahu kalau keduanya cukup lelah, sehingga menyuruh mereka beristirahat. “Jangan coba-coba membohongi Mama, Mama sudah memasang CCTV di kamarmu.” “Apa! Mama mau menonton kami live streaming, Ma, jangan lupa ada UU pornografi. Mama! Apa perlu Bulan mengantarkan Mama periksa?

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Malam Pertama

    Langit mengekori Mama mertuanya keluar dari kamar. Sampai di depan pintu, Mama mertuanya tiba-tiba berhenti dan berkata, “Tidak jadi, kamu tidur saja. Awas kalau Mama dengar kalian ribut. Kalian akan menerima akibatnya. Bulan, dia suamimu, jadi layani dia dengan baik.” “Tapi, Ma.” “Mama nggak mau dengar alasan darimu lagi. Langit, nikmati malam pertamamu, buat dia tak berkutik dan kelelahan. Kalau dia macam-macam, katakan pada Mama.” Langit tersenyum dan mengangguk, saat mertuanya menutup pintu dia tak sanggup lagi menahan tawanya. Langit tertawa terbahak-bahak. Bulan yang kesal melemparkan bantal ke arah Langit. Namun, Langit berhasil menangkapnya, hal itu membuat Bulan makin kesal. Bibirnya mengerucut, dengan wajah merah padam. “Jangan marah, marah bisa membuatmu cepat tua dan makin kurus. Segini saja kamu rata apalagi kalau kurus. Aku tak bisa membayangkannya.” “Dasar omes, pikiranmu nggak jauh-jauh dari sana!” Bulan menendang lelaki yang sudah menjadi suaminya itu. Langit y

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Mine

    Langit mengejar Bulan, sayangnya dia berhasil masuk lebih dulu ke dalam lift. “Sial.” Gagal sudah rencana Langit membalas perlakuan Bulan padanya. Sampai di ruangannya, Langit melempar tasnya sembarangan. Atasannya itu yang tak lain dan tak bukan adalah istrinya, meminta semua orang pergi ke ruang meeting. Entah apa yang akan dilakukannya pagi ini, hal gila apalagi yang akan dia minta dari anggota lainnya. “Bisa nggak, kamu itu datang lebih awal, sama seperti yang lainnya,” ucap Bulan pada Langit. “Baik, Bu.” Langit tak ingin berdebat dengan Bulan di depan orang banyak, tak mau mereka curiga pada mereka berdua. Meeting yang berakhir pada pukul sepuluh itu membuat banyak orang termasuk Langit, pusing sendiri. Mereka memang sedang menangani banyak klien dengan macam-macam masalah. Namun tak seharusnya Bulan meminta mereka menyelesaikannya dalam waktu yang singkat. “Konyol,” ucap Langit sembari berjalan menuju ruangannya. Langit tak menyadari kehadiran Bulan yang berjalan di bela

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Salah Tingkah

    Langit menatap bulan penuh selidik, “Kamu sedang cemburu denganku?”“Ish, ge-er, jangan terlalu percaya diri.”“Lalu kenapa mengataiku seperti itu barusan.”“Memang ada kalimatku yang menyebut namamu? Nggak, kan?”Langit menghela nafas, istri jadi-jadiannya itu memang suka sekali menyulut pertengkaran antara mereka. Walaupun dibayar dengan nilai yang tak biasa, tetap saja dia jengkel. Dia merasa tak dihargai sama sekali. Bulan tetap sama, baginya uang bisa membungkam siapa saja yang membantahnya. Perlahan Langit mendekati Bulan, berusaha mengikis jarak yang tercipta antara mereka meski dipisahkan sebuah meja kerja di depan Bulan. Namun, setidaknya Langit bisa melihat dengan jelas wajah ayu milik istrinya yang tampak serius membaca berkas di hadapannya.“Cantik, tapi sayang....”Bulan mendongakkan kepalanya, manik matanya menatap lekat ke arah suaminya.“Apa? Mau mengataiku apa? Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak mencampuradukkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi.”

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Karma Dibayar Kontan

    Matahari mulai tergelincir ke arah barat, senja yang indah pun mulai menyapa. Jam dinding menunjukkan waktu di mana jam kerja mereka berakhir.Setelah perdebatan sengit yang terjadi beberapa jam yang lalu keduanya tampak acuh tak acuh.Bulan memilih pulang lebih dulu. Baru saja dia keluar dari ruangannya, ponselnya bergetar, mamanya mengirimkan pesan yang menyuruhnya untuk pulang bersama Langit. “Argh, sial, bagaimana aku bisa lupa kalau dia suamiku sekarang. Damn it!”Bulan memutar tubuhnya, dia mendorong pintu ruangan Langit.“Langit, ayo pulang!”“Nggak, aku masih ada urusan setelah ini.”“Mama menyuruh kita pulang bersama.”“Bilang saja pada Mama kalau aku sibuk. Aku mau ketemu calon pacarku yang baru.”“Gila ya, kamu. Bukankah kita baru saja menikah, dan kamu mau bekerja begitu lagi. Bagaimana kalau Mama tahu, bisa nggak sih kamu menahannya sebentar. Apa masih kurang uang yang kamu terima dariku?”Langit mengendikan bahunya, dan mulai merapikan barang-barangnya. Saat h

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Saling Menggoda

    “Ah, lupakan aku mau masuk ke kamar.”Bulan mengelak, dia mengalihkan perhatian mereka. Langit yang masih penasaran mengekori istrinya hingga masuk ke kamar. “Jadi kecurigaanku benar? Kamu mengambil keuntungan dariku?”“Enggak, aku nggak melakukan apa pun. Coba ingat-ingat kembali, bukankah tadi pagi aku yang menendangmu hingga terjatuh. So, you know what i mean.”Langit tampak berpikir, dia mengingat dengan jelas kejadian tadi pagi. Kalau dipikir-pikir memang tak mungkin Bulan melakukan sesuatu padanya. Mengingat gadis itu memperlakukannya dengan kasar.Dari pada lelah berpikir tentang hal yang tidak penting, lebih baik dia membersih diri sebelum Bulan masuk lebih dulu ke kamar mandi.Sayangnya, baru saja dia hendak meraih handle pintu, suara Bulan menyapa telinganya.“Langit, aku dulu.”“Tadi pagi kamu sudah duluan, kan, sekarang giliranku,” protes Langit, “Daripada kita ribut terus bagaimana kalau kita mandinya bareng. Lebih adil, kan?”Bulan tersenyum mencurigakan, dia

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Unboxing

    Bulan diam saja, dia tampak berpikir siapa yang mamanya temui malam ini.Dia yang melamun tak sadar kalau tangannya menggenggam tangan langit di dalam box pop corn.“Ini tanganku, bukan pop corn.”“Oh, sorry.”“Tumben lembut.”“Sudahlah jangan menyulut pertengkaran, kamu nggak ingat pesan Mama mertuamu tadi? Ngit, Kira-kira surprise Mama apa, ya? Apa mungkin kita mengenalnya?” “Kamu pikir aku cenayang, aku mana tahu, dia mama mertuaku, tapi dia ibumu, seharusnya kamu lebih tahu dari aku.”Bulan menaikkan kedua alisnya, lalu acuh tak acuh. Kembali menyeruput cola dan melanjutkan menonton film yang tersaji di hadapan mereka. Dia tak mau menerka-nerka lebih dalam lagi, tapi perasaannya mengatakan bahwa dia tahu siapa yang mamanya temui.“Ngit, pulang, aku bosan.”“Sebentar lagi, aku masih menunggu adegan unboxing.”“Sialan!” seru Bulan melempar pop corn yang hendak masuk ke mulutnya.Mau tak mau Bulan mengikuti arah pandangan Langit. Bulan memutar bola matanya malas. Melirik

Latest chapter

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   I Love You

    Langit mendengarkan suara di seberang sana. Namun, tak butuh waktu lama, dia mengakhiri panggilan dari Baby.“Tumben?”Langit cengengesan, dia tak mau kehilangan momen bersama istrinya. Biar saja Baby marah dengannya. Kali ini dia tak mau menyesal lagi. Di saat dia sudah tahu pasti perasaan istrinya. Di tambah lagi Bulan datang jauh-jauh ke Korea hanya untuk memintanya tetap menjadi suaminya. Suaminya sebenarnya, bukan suami yang hanya tertulis di atas kertas.“Aku ingin waktu berhenti sejenak. Menikmati apa yang terjadi hari ini. Even itu hanya sebuah ekspektasi yang tidak mungkin terjadi.”“Ini bukan ekspektasi, Langit. Aku ada di depanmu. Kamu bahkan bisa menyentuhku, melakukan apa saja yng kamu inginkan dariku.”Langit tertawa dia memeluk istrinya lagi, menidurkannya kembali di sisnya sembari menaikkan selimut hingga menutupi kedua tubuh mereka berdua. Langit tak bisa tidur meski langit masih menggelap. Matahari seakan enggan menampakkan wajahnya, matahari tak ingin menggangg

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Touchdown Korea

    Kini Bulan sudah duduk di dalam pesawat yang sebentar lagi take off. Dia meremas kedua telapak tangannya yang sedikit berkeringat. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia pergi ke Korea, tapi entah kenapa perasaannya menjadi gugup. Dia memiliki banyak ketakutan tersendiri. Takut misinya akan gagal kali ini dan pulang dalam keadaan terluka. Walaupun sudah membulatkan tekadnya tetap saja dia hanyalah manusia biasa.Perjalanan tujuh jam dua puluh delapan menit akhirnya berhasil dia lewati tanpa kendala apapun. Pesawat mendarat dengan sempurna. Bulan keluar dari imigrasi dan langsung menuju hotel yang sudah dia booking sebelumnya.“Seoul, im in love,” gumannya sembari menuju taksi yang akan mengantarkannya ke tempat dia akan beristirahat.Sampai di hotel dan check ini, Bulan mengirimkan pesan pada suaminya. Waktu seolah berputar terlalu lambat. Hamir sepuluh menit berlau dan suaminya masih belum membaca pesan yang dikirimkannya. Entah apa yang sedang dia lakukan sekarang. Mungkinkah sua

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Menepati Janji

    Bulan ingin sekali pergi menjenguk mertuanya, dia sendiri masih bingung kenapa Ibu Langit bisa sampai masuk ICU.Bulan ingin bertanya pada Langit tapi dia berusaha menahan jarinya untuk tak mengirimkan pesan pada suaminya.“Nanti malam sepulang kerja bagaimana?”Bulan bertanya pada Mine, sebab dia yang tahu di mana ibu mertuanya di rawat. Lagi pula selama Langit pergi dia selalu kesepian di rumah. Rumahnya kosong. Mamanya belum pulang dari Jepang, sedangkan Mine sekarang sudah memiliki kekasih yang tiap malam selalu datang ke apartemennya.“Boleh, tapi aku tak bisa menemanimu lama-lama. Aku ada janji kencan malam ini.”Bulan melemparkan map ke arah sahabatnya. Mine tertawa, dia berhasil menghindar dan menangkap map milik Bulan lalu meletakkannya kembali ke atas meja.“Aku kembali dulu ke ruanganku, nanti aku kemari, aku ada janji dengan klien. Oiya, kalau aku jadi kamu aku akan menyusul suamimu dan membawanya pulang bersamamu. Cinta itu tak memandang gender, mau siapa pun yang m

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Alasan Langit

    “Good morning. Semangat, Bulan, dunia masih berputar meski tak ada Langit di sisimu. Ada langit lain yang selalu mengayomi kamu.”“Sial.”Bulan mengumpat kesal.Mine terkekeh, dia bukannya menghibur Bulan yang sedang patah hati, tapi malah menggodanya terus-menerus.“Kenapa tak membalas pesan darinya?”Bulan menghela nafas, dia teringat terakhir kali melihat Langit saat senja di tepi pantai. Dia sadar betul bahwa Langit memiliki perasaan yang sama dengannya, tapi kenapa lelaki itu mau menerima begitu saja permintaan Baby padanya. Berapa banyak uang yang Baby bakar untuknya?“Malas, untuk apa dia berbasa-basi nggak jelas, padahal dia sedang sibuk menyuapi dan meninabobokan bayinya.”Mine tak mampu menahan tawanya, dia tertawa terbahak-bahak. Di saat kesal begitu, amarah Bulan malah membuatnya tertawa terpingkal. Bulan mendesah melihat sahabatnya cukup terlihat puas dan bahagia dengan kalimatnya barusan.“Bagus, lanjutkan saja kebahagiaanmu menertawai penderitaanku. Kamu mema

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Pengkhianatan

    Selesai makan, mereka berdua berbincang santai setelah sejak tadi berada pada kecanggungan yang hakiki. Setelah beberapa menit berlalu, Langit membuka suara kembali. “Ayo, aku akan mengajakmu ke suatu tempat.” “Ke mana?” “Nanti kamu juga akan tahu.” Mereka berdua bangkit dari duduknya dan melangkah keluar. Menggunakan mobil Langit keduanya kini sudah berada di kemacetan yang cukup panjang. Bulan menghela nafas, dia memandang keluar jendela, menatap masa depannya yang masih tampak buram. Sesekali Langit melirik istrinya yang beberapa kali terlihat menghela nafas. Seolah sedang berusaha melepaskan beban hidup yang cukup berat yang sedang dipikulnya. “Ada yang kamu pikirkan?” tanya Langit memecah keheningan di antara mereka. Bulan menggeleng pelan. Tepat di lampu merah mereka berhenti, Langit menatap lamat-lamat wajah cantik istrinya. Selama beberapa tahun terakhir, dia mengagumi perempuan itu. Dan pada akhirnya dia bisa dipersatukan oleh keadaan. Perempuan keras k

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Keinginan Terakhir

    Setelah malam itu entah kenapa keduanya menjaga jarak, bahkan sudah beberapa malam langit memilih tidur di sofa meski tersiksa. sementara bulan tidur sendirian di ranjang dengan kebisuannya.Walau keduanya sama-sama tak nyaman, tak ada satu pun dari mereka yang mengubah keadaan. Langit apatis dan Bulan yang egois membuat keadaan semakin sulit.Tepat di hari yang sudah ditunggu Langit. Hari ini adalah hari kepergiannya ke Korea bersama Baby. Mungkin semuanya memang harus berjalan seperti yang takdir inginkan. Sekuat apapun Langit menunjukkan perasaannya, si keras kepala itu masih saja tak peka.“Aku pergi hari ini,” pamit Langit pada istrinya yang masih mengenakan bathrobe miliknya seraya memencet tombol remote bergantian.Ada sesak merundung dadanya tapi dia berusaha keras mengalihkannya.“Aku tak perlu mengantarkan kamu ke bandara, kan?”Langit menggeleng pelan, dia duduk menyandarkan punggungnya pada sofa yang didudukinya. Memandang ke arah istrinya yang baru saja selesai

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Kecupan Langit

    Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Bulan meminta maaf pada dirinya sendiri. Dia sudah menyakiti tubuhnya yang senantiasa menemaninya setiap hari.Hampir tengah malam saat dia mematikan komputer miliknya. Baru saja pintu lift terbuka, suaminya sudah berdiri di dalam sana.“Aku pikir kamu nggak pulang. Makanya aku menyusulmu ke sini.”“Aku mau pulang sekarang.”Bulan masuk ke dalam lift yang sama dengan suaminya. Mereka berdua mengatupkan bibirnya rapat. Hening, hanya ada suara helaan nafas mereka berdua. Langit memberi waktu pada Bulan menikmati kediamannya.“Naik mobilku, kamu pasti lelah, biar aku yang menyetir.”“Aku nggak capek, tenang saja, naik mobil masing-masing saja.”Bulan membantah, dengan langkah lebarnya dia berhasil mendahului Langit dan langsung masuk ke dalam mobil miliknya. Dia menghidupkan audio, memutar lagu kesukaannya, sesekali dia ikut bernyanyi melampiaskan emosinya yang sudah sejak pagi tak tersalurkan. Saat berhenti di lampu merah dia memandangi s

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Realita Bukan Expectasi

    Bulan masih menyibukkan dirinya, seperti ucapannya sebelumnya, dia sama sekali tak ingin ikut bergabung dengan Mine dan Langit yang sekarang sedang makan malam. Walaupun Mine membujuknya dengan seribu cara, tetap saja Bulan tak berminat ikut dengan mereka. Rasanya dia terlalu kecewa dengan Langit hingga ingin sekali menjauh. Ponsel di sampingnya bergetar menampilkan gelembung chat dari suaminya dan Mine. Mereka kompak sekali bertanya pada Bulan. Bulan hanya membacanya sekilas tanpa mau membalasnya. Dia memegangi perutnya yang mulai keroncongan. Cacing-cacing di perutnya sudah meminta haknya. “Mau sampai kapan kamu begini, Bulan?” Langit sudah berdiri di depan pintu. Bulan menatapnya sekilas lalu berusaha menyibukkan dirinya kembali. Membiarkan Langit masuk ke dalam ruangannya. “Kenapa tak membalas pesanku? Ayo, makan dulu.” Langit menyiapkan makan malam untuk istrinya. Membuka paperbag yang dibawanya. “Kamu boleh marah denganku, tapi jangan menyiksa dirimu sendi

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Bukan Milikku

    Langit melewati Bulan begitu saja, pikirnya itu lebih baik. Mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuknya memberi jarak antara keduanya. Langit berpikir dengan begitu dia akan lebih tenang meninggalkan Bulan selama dia pergi ke Korea. Mungkin dengan memberi jarak, perempuan itu menjadi lebih tahu sisi hatinya, bagaimana keinginannya. “Kamu lihat, kan?” “Tentu saja aku melihatnya. Kamu pikir aku buta.” Bulan menghela nafas mendengar ucapan Mine. Mine menatap sahabatnya dengan tatapan penuh selidik. Melihat kelakuan sahabatnya, Bulan pun merasa jengah. “Katakan cepat!” Mine terkekeh geli, Bulan dengan cepat mengerti dengan bahasa isyarat yang diberikan padanya lewat tatapannya. “Aku tak tahu alasan pastinya, kenapa tiba-tiba dia menerima ajakan gadis bermuka dua pergi ke Korea. Dan aku juga tak ingin bertanya tentang alasannya. Titik, jangan lagi kamu sematkan koma di akhir kalimatku.” Mine mendesah pelan, mau sampai kapan keduanya salah paham terus mener

DMCA.com Protection Status