Share

Malam Pertama

Author: Kardinah
last update Last Updated: 2024-03-26 22:53:24

Langit mengekori Mama mertuanya keluar dari kamar. Sampai di depan pintu, Mama mertuanya tiba-tiba berhenti dan berkata, “Tidak jadi, kamu tidur saja. Awas kalau Mama dengar kalian ribut. Kalian akan menerima akibatnya. Bulan, dia suamimu, jadi layani dia dengan baik.”

“Tapi, Ma.”

“Mama nggak mau dengar alasan darimu lagi. Langit, nikmati malam pertamamu, buat dia tak berkutik dan kelelahan. Kalau dia macam-macam, katakan pada Mama.”

Langit tersenyum dan mengangguk, saat mertuanya menutup pintu dia tak sanggup lagi menahan tawanya. Langit tertawa terbahak-bahak.

Bulan yang kesal melemparkan bantal ke arah Langit. Namun, Langit berhasil menangkapnya, hal itu membuat Bulan makin kesal. Bibirnya mengerucut, dengan wajah merah padam.

“Jangan marah, marah bisa membuatmu cepat tua dan makin kurus. Segini saja kamu rata apalagi kalau kurus. Aku tak bisa membayangkannya.”

“Dasar omes, pikiranmu nggak jauh-jauh dari sana!”

Bulan menendang lelaki yang sudah menjadi suaminya itu. Langit yang tak siap dengan gerakan Bulan hampir saja jatuh terjerembap.

“Ma...!” seru Langit.

“Tutup mulutmu, Langit!”

“Kamu mau aku memanggil Mamamu, ini malam pertama kita dan kamu berani melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Kamu lupa apa yang barusan Mama katakan.”

“I don’t care!”

“Ya, sudah kalau begitu besok kita cerai.”

Dengan cepat Bulan menghampiri Langit dan menutup kembali mulut lelaki itu dengan telapak tangannya.

Bulan menggeram, “Jangan sembarangan bicara kamu. Kamu mau kita berdua mati bersama!”

Langit menggelengkan kepalanya, Bulan melepaskan telapak tangan yang menutup mulut suaminya.

“Kamu saja yang mati, aku enggak mau. Aku masih mau mengencani gadis-gadis cantik di luar sana.”

Langit menghela nafas, bukan nikah seperti ini yang dia mau, tapi, apa daya penyesalan tiada guna. Hanya karena uang, serta rasa kasihan membuatnya terjebak bersama Bulan dengan kegilaannya.

“Sudahlah aku capek, aku mau tidur, berdebat denganmu makin membuatku menggila. Sana tidur di sofa!”

“Maaa..!”

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Bulan menarik Langit dan membuatnya tidur di samping Bulan.

“Jangan macam-macam denganku, kamu nggak boleh melewati batas yang sudah aku buat.”

“Dih, siapa juga yang mau sama kamu, aku nggak bakalan melewati batas, aku nggak tertarik, kamu rata dari atas sampai ke bawah.”

Bulan tak memedulikan ocehannya, rasa kantuk yang mulai datang menyerangnya membuatnya membelakangi Langit, matanya mulai terpejam, tak butuh waktu lama Bulan sudah berada di alam mimpi.

Sama halnya dengan Bulan, Langit yang kelelahan pun tertidur pulas, keduanya tak sadar saling memeluk, melewati batas yang sudah mereka sepakati.

Langit fajar menjingga indah, malam pun mulai tersingkirkan, lama kelamaan, mentari menampakkan cahayanya. Sinarnya yang hangat menerobos masuk ke dalam kamar Bulan.

Perlahan-lahan Bulan membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah kakinya yang sedang berada di atas pinggang Langit.

“Sial!”

Dengan hati-hati dia menurunkan kakinya yang sudah lancang melewati batas dan melingkar pada tubuh Langit. Dia tak mau kalau sampai Langit tahu apa yang sudah dilakukannya.

Dalam hati dia terus saja berdoa semoga Langit tak bangun.

“Ya, Tuhan, bantu aku kali ini.”

Baru saja dia mengatakan itu, tubuh Langit tiba-tiba saja bergerak, refleks Bulan pun menendang Langit hingga jatuh ke lantai.

“Apa-apaan kamu!” serunya kesal sembari mengucek matanya yang masih sedikit memejam.

“Kamu sudah melewati garis yang aku buat.”

“Apa kamu yakin dengan ucapanmu barusan?”

“Whatever, aku mau mandi, aku tak mau terlambat bekerja gara-gara meladeni kamu.”

Langit yang sudah tak bisa menahan keinginan buang air, pun berlari lebih dulu masuk ke kamar mandi. Bulan yang tak mau kalah pun menarik baju yang dikenakan Langit.

“Aku dulu, Langit.”

“Aku dulu, aku lelaki, Bulan.”

“Memangnya kenapa kalau kamu lelaki, aku dulu yang mandi.”

“Lihat ini, lihat, aku harus segera ke kamar mandi.”

Langit memperlihatkan bagian yang seharusnya tak Bulan lihat.

“Langit...t, brengsek! Dasar omes!”

Bulan melepas tarikan pada baju Langit membiarkannya masuk ke dalam kamar mandi lebih dulu.

Langit yang tak mau kalah pun berteriak dari dalam.

“Kamu yang pikiran kotor, sedewasa ini masih belum mengerti juga. Laki-laki kalau pagi hari itu on, bodoh!

“Siapa yang bodoh!”

“Kamu yang bodoh!”

Bulan yang makin kesal pun menggedor-gedor pintu kamar mandi, tak dipedulikannya jika mamanya mampu mendengar keributan mereka berdua. Syukur-syukur kalau sampai mamanya marah dan meminta mereka bercerai, bukankah itu sebuah keberuntungan.

Hampir lima belas menit Langit berada di dalam kamar mandi dan masih belum juga keluar. Bulan yang sejak tadi sudah menunggu, memilih keluar dari kamar dan mengadu pada mamanya,

“Mama, aku mau mandi,’ sungutnya kesal.”

“Sudah selesai malam pertama kalian. Mama dengar ramai sekali, memang semenarik itu, ya, Langit.”

Bulan mengerucutkan bibirnya, mamanya malah membuatnya makin kesal. Dia pun berlalu pergi dari hadapan mamanya.

“Mama kepo!”

Bulan kembali memutar tubuhnya dan masuk ke kamarnya kembali. Dilihatnya Langit yang sudah mengenakan kemeja dan celana bahannya.

“Brengsek!”

“Begini-begini kamu yang memintaku jadi suamimu. Kamu lupa ingatan.”

“Rasanya aku pengen hilang ingatan dan menendangmu dari sini. Kalau tahu begini aku nggak bakalan meminta bantuanmu.”

“Ya, sudah ayo, cerai,” tantang Langit.

Bulan melengos, dia melenggang masuk ke kamar mandi. Dia harus bekerja hari ini setelah kemarin mengambil cuti.

Keduanya kini sudah duduk di mobil masing-masing, mereka yang sama-sama kesal memilih tidak sarapan. Walaupun mama Bulan sudah memaksa tetap saja keduanya menolak.

Mobil mereka beriringan menuju kantor. Jalanan yang cukup ramai, membuat keduanya terjebak di traffic light. Mobil Langit yang kebetulan berada di belakang mobil Bulan pun mengklakson Bulan agar segera maju.

Bulan melirik spion. Langit hari ini sungguh membuatnya naik darah dan bertingkah.

Bulan pun membalas klakson Langit. Langit tersenyum simpul, dia berhasil memprovokasi Bulan, mengganggu perempuan itu memang cukup menyenangkan.

“Argh, Langit, jangan teruskan kegilaanmu,” gumamnya pada dirinya sendiri.

Namun, dia masih saja tersenyum-senyum sendiri saat mengingat perdebatan mereka tadi pagi. Hidupnya yang bisanya monoton sekaan lebih seru dari biasanya.

Kini merek berdua sudah sampai di kantor. Saat Bulan keluar dari mobil yang sudah diparkirnya dia menghampiri langit dan mengancamnya.

“Awas saja jika sampai ada yang tahu kalau aku dan kamu menikah. Tamat riwayatmu. Aku akan membuka kedokmu selama ini.”

“Kamu mengancamku!”

“Menurutmu?”

“Katakan saja pada mereka kalau aku memiliki pekerjaan sampingan menjual jasa menjadi pacar pura-pura, aku yakin mereka pasti berbaris menyewaku. Secara nggak langsung kamu membantuku promosi.”

Langit bukannya takut, dia malah menantang Bulan. Langit tersenyum mengejek ke arah Bulan. Sejauh ini memang hanya beberapa dari teman mereka di kantor yang tahu tentang pacar sewaan yang dilakukan Langit.

Bulan meremat pahanya sendiri, melampiaskan kekesalannya, tapi seketika itu juga dia mendekati Langit dan menginjak kakinya dengan hells tujuh senti yang dipakainya, lalu segera berlari menjauh sembari menjulurkan lidahnya.

“Aduh, damn it! Bulaaan....!”

Related chapters

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Mine

    Langit mengejar Bulan, sayangnya dia berhasil masuk lebih dulu ke dalam lift. “Sial.” Gagal sudah rencana Langit membalas perlakuan Bulan padanya. Sampai di ruangannya, Langit melempar tasnya sembarangan. Atasannya itu yang tak lain dan tak bukan adalah istrinya, meminta semua orang pergi ke ruang meeting. Entah apa yang akan dilakukannya pagi ini, hal gila apalagi yang akan dia minta dari anggota lainnya. “Bisa nggak, kamu itu datang lebih awal, sama seperti yang lainnya,” ucap Bulan pada Langit. “Baik, Bu.” Langit tak ingin berdebat dengan Bulan di depan orang banyak, tak mau mereka curiga pada mereka berdua. Meeting yang berakhir pada pukul sepuluh itu membuat banyak orang termasuk Langit, pusing sendiri. Mereka memang sedang menangani banyak klien dengan macam-macam masalah. Namun tak seharusnya Bulan meminta mereka menyelesaikannya dalam waktu yang singkat. “Konyol,” ucap Langit sembari berjalan menuju ruangannya. Langit tak menyadari kehadiran Bulan yang berjalan di bela

    Last Updated : 2024-03-26
  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Salah Tingkah

    Langit menatap bulan penuh selidik, “Kamu sedang cemburu denganku?”“Ish, ge-er, jangan terlalu percaya diri.”“Lalu kenapa mengataiku seperti itu barusan.”“Memang ada kalimatku yang menyebut namamu? Nggak, kan?”Langit menghela nafas, istri jadi-jadiannya itu memang suka sekali menyulut pertengkaran antara mereka. Walaupun dibayar dengan nilai yang tak biasa, tetap saja dia jengkel. Dia merasa tak dihargai sama sekali. Bulan tetap sama, baginya uang bisa membungkam siapa saja yang membantahnya. Perlahan Langit mendekati Bulan, berusaha mengikis jarak yang tercipta antara mereka meski dipisahkan sebuah meja kerja di depan Bulan. Namun, setidaknya Langit bisa melihat dengan jelas wajah ayu milik istrinya yang tampak serius membaca berkas di hadapannya.“Cantik, tapi sayang....”Bulan mendongakkan kepalanya, manik matanya menatap lekat ke arah suaminya.“Apa? Mau mengataiku apa? Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak mencampuradukkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi.”

    Last Updated : 2024-04-02
  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Karma Dibayar Kontan

    Matahari mulai tergelincir ke arah barat, senja yang indah pun mulai menyapa. Jam dinding menunjukkan waktu di mana jam kerja mereka berakhir.Setelah perdebatan sengit yang terjadi beberapa jam yang lalu keduanya tampak acuh tak acuh.Bulan memilih pulang lebih dulu. Baru saja dia keluar dari ruangannya, ponselnya bergetar, mamanya mengirimkan pesan yang menyuruhnya untuk pulang bersama Langit. “Argh, sial, bagaimana aku bisa lupa kalau dia suamiku sekarang. Damn it!”Bulan memutar tubuhnya, dia mendorong pintu ruangan Langit.“Langit, ayo pulang!”“Nggak, aku masih ada urusan setelah ini.”“Mama menyuruh kita pulang bersama.”“Bilang saja pada Mama kalau aku sibuk. Aku mau ketemu calon pacarku yang baru.”“Gila ya, kamu. Bukankah kita baru saja menikah, dan kamu mau bekerja begitu lagi. Bagaimana kalau Mama tahu, bisa nggak sih kamu menahannya sebentar. Apa masih kurang uang yang kamu terima dariku?”Langit mengendikan bahunya, dan mulai merapikan barang-barangnya. Saat h

    Last Updated : 2024-04-02
  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Saling Menggoda

    “Ah, lupakan aku mau masuk ke kamar.”Bulan mengelak, dia mengalihkan perhatian mereka. Langit yang masih penasaran mengekori istrinya hingga masuk ke kamar. “Jadi kecurigaanku benar? Kamu mengambil keuntungan dariku?”“Enggak, aku nggak melakukan apa pun. Coba ingat-ingat kembali, bukankah tadi pagi aku yang menendangmu hingga terjatuh. So, you know what i mean.”Langit tampak berpikir, dia mengingat dengan jelas kejadian tadi pagi. Kalau dipikir-pikir memang tak mungkin Bulan melakukan sesuatu padanya. Mengingat gadis itu memperlakukannya dengan kasar.Dari pada lelah berpikir tentang hal yang tidak penting, lebih baik dia membersih diri sebelum Bulan masuk lebih dulu ke kamar mandi.Sayangnya, baru saja dia hendak meraih handle pintu, suara Bulan menyapa telinganya.“Langit, aku dulu.”“Tadi pagi kamu sudah duluan, kan, sekarang giliranku,” protes Langit, “Daripada kita ribut terus bagaimana kalau kita mandinya bareng. Lebih adil, kan?”Bulan tersenyum mencurigakan, dia

    Last Updated : 2024-04-03
  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Unboxing

    Bulan diam saja, dia tampak berpikir siapa yang mamanya temui malam ini.Dia yang melamun tak sadar kalau tangannya menggenggam tangan langit di dalam box pop corn.“Ini tanganku, bukan pop corn.”“Oh, sorry.”“Tumben lembut.”“Sudahlah jangan menyulut pertengkaran, kamu nggak ingat pesan Mama mertuamu tadi? Ngit, Kira-kira surprise Mama apa, ya? Apa mungkin kita mengenalnya?” “Kamu pikir aku cenayang, aku mana tahu, dia mama mertuaku, tapi dia ibumu, seharusnya kamu lebih tahu dari aku.”Bulan menaikkan kedua alisnya, lalu acuh tak acuh. Kembali menyeruput cola dan melanjutkan menonton film yang tersaji di hadapan mereka. Dia tak mau menerka-nerka lebih dalam lagi, tapi perasaannya mengatakan bahwa dia tahu siapa yang mamanya temui.“Ngit, pulang, aku bosan.”“Sebentar lagi, aku masih menunggu adegan unboxing.”“Sialan!” seru Bulan melempar pop corn yang hendak masuk ke mulutnya.Mau tak mau Bulan mengikuti arah pandangan Langit. Bulan memutar bola matanya malas. Melirik

    Last Updated : 2024-04-03
  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Tahan Godaan

    Bulan mendorong tubuh Langit menjauh, memberi jarak antara mereka berdua.“Apa saya mengganggu kalian?”Langit dan Bulan menggeleng. Terlihat Mama Bulan bersama dengan pemilik firma hukum di mana mereka bekerja.“Selamat malam, Pak,” sapa Bulan dan Langit bersamaan.“Kompak sekali kalian.”“Langit memang suka begitu, Pak, ikut-ikutan.”Bulan melotot ke arah Langit seakan menyuruhnya mengiyakan ucapannya. Langit menurut, dia mengangguk pasrah. Mereka berpamitan, lagi pula Bintang harus pulang dan tak mau mengganggu mereka bertiga.Selama perjalanan pulang ke rumah, Bulan yang penasaran pun mencecar mamanya dengan banyak pertanyaan.“Jadi yang Mama katakan tadi itu Pak Bintang?”Mama Bulan mengangguk, dia makin penasaran. Ada urusan apa mamanya dengan Bintang?“Ada urusan apa mama dengannya?”“Kenapa? Mau tahu atau mau tahu banget?”“Apa urusan pekerjaan?”Mama bulan tak menjawab, dia hanya tersenyum tipis, hal itu justru ikut membuat Langit penasaran. Entah kenapa di hati

    Last Updated : 2024-04-04
  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Berbagi Ranjang

    Udara pagi yang sejuk menyapa lembut wajah Bulan. Tubuhnya masih bergelung di bawah selimut yang sama dengan Langit. Perlahan dia membuka mata. Ditariknya tangannya yang sudah lancang memeluk Langit. Dia memukulnya pelan. “Dasar nggak tahu diri,” lirihnya. Lagi-lagi dia sendiri yang melanggar batasan yang sudah dia atur sedemikian rupa. Masih teringat jelas bagaimana perdebatan mereka semalam saat Langit tidur di sebelahnya. Rencananya tidur sendiri gagal total. Langit bukannya tidur di sofa, dia malah mengekspansi sebagian ranjangnya. Bulan membuka pintu balkon lebih lebar. Angin sepoi-sepoi menampar wajahnya yang polos tanpa make up. Sesekali dia menyelipkan helai rambutnya ke belakang telinganya. “Sudah bangun?” Suara maskulin Langit menyapa di telinganya. Tanpa menoleh ke arah lelaki itu bulan menjawab. “Seperti yang kamu lihat, kalau aku di sini artinya aku sudah bangun. Basa-basimu basi.” “ini masih pagi, Sayang, nggak usah ngegas, kita tidak sedang berada di arena balapa

    Last Updated : 2024-04-04
  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Godaan Bintang

    Setelah obrolan mereka yang sedikit serius, kini keduanya terlihat menonton film bersama. Sungguh sebuah keajaiban selama pernikahan mereka. Ponsel milik Langit berdering. Secepat kilat Langit menjawabnya. Dia sedikit menjauh dari Bulan. Bulan mencebik, tapi berusaha memasang telinganya baik-baik, berusaha mencuri dengar obrolan mereka. Baru kali ini dia kepo urusan orang lain di telepon. Menyadari kegilaannya dia memukul kepalanya sendiri. “Dasar bodoh.” Langit yang baru saja selesai menerima panggilan langsung masuk ke walk in closet. Dia terburu-buru mengganti pakaiannya. “Mau ke mana?” tanya Bulan padanya. “Keluar.” “Ke mana? Dengan siapa. Aku boleh ikut?” Langit memicingkan mata, dia tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. “Kamu baik-baik saja?” Bulan mengangguk, “Tentu saja aku baik-baik saja.” “Nggak kesurupan, kan?” “Lha setannya, kan, kamu.” “Nikmati waktumu di rumah. Aku mau bertemu seseorang. Kamu bisa mengacaukan segalanya.” Mendengar jawaban Langit,

    Last Updated : 2024-04-05

Latest chapter

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   I Love You

    Langit mendengarkan suara di seberang sana. Namun, tak butuh waktu lama, dia mengakhiri panggilan dari Baby.“Tumben?”Langit cengengesan, dia tak mau kehilangan momen bersama istrinya. Biar saja Baby marah dengannya. Kali ini dia tak mau menyesal lagi. Di saat dia sudah tahu pasti perasaan istrinya. Di tambah lagi Bulan datang jauh-jauh ke Korea hanya untuk memintanya tetap menjadi suaminya. Suaminya sebenarnya, bukan suami yang hanya tertulis di atas kertas.“Aku ingin waktu berhenti sejenak. Menikmati apa yang terjadi hari ini. Even itu hanya sebuah ekspektasi yang tidak mungkin terjadi.”“Ini bukan ekspektasi, Langit. Aku ada di depanmu. Kamu bahkan bisa menyentuhku, melakukan apa saja yng kamu inginkan dariku.”Langit tertawa dia memeluk istrinya lagi, menidurkannya kembali di sisnya sembari menaikkan selimut hingga menutupi kedua tubuh mereka berdua. Langit tak bisa tidur meski langit masih menggelap. Matahari seakan enggan menampakkan wajahnya, matahari tak ingin menggangg

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Touchdown Korea

    Kini Bulan sudah duduk di dalam pesawat yang sebentar lagi take off. Dia meremas kedua telapak tangannya yang sedikit berkeringat. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia pergi ke Korea, tapi entah kenapa perasaannya menjadi gugup. Dia memiliki banyak ketakutan tersendiri. Takut misinya akan gagal kali ini dan pulang dalam keadaan terluka. Walaupun sudah membulatkan tekadnya tetap saja dia hanyalah manusia biasa.Perjalanan tujuh jam dua puluh delapan menit akhirnya berhasil dia lewati tanpa kendala apapun. Pesawat mendarat dengan sempurna. Bulan keluar dari imigrasi dan langsung menuju hotel yang sudah dia booking sebelumnya.“Seoul, im in love,” gumannya sembari menuju taksi yang akan mengantarkannya ke tempat dia akan beristirahat.Sampai di hotel dan check ini, Bulan mengirimkan pesan pada suaminya. Waktu seolah berputar terlalu lambat. Hamir sepuluh menit berlau dan suaminya masih belum membaca pesan yang dikirimkannya. Entah apa yang sedang dia lakukan sekarang. Mungkinkah sua

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Menepati Janji

    Bulan ingin sekali pergi menjenguk mertuanya, dia sendiri masih bingung kenapa Ibu Langit bisa sampai masuk ICU.Bulan ingin bertanya pada Langit tapi dia berusaha menahan jarinya untuk tak mengirimkan pesan pada suaminya.“Nanti malam sepulang kerja bagaimana?”Bulan bertanya pada Mine, sebab dia yang tahu di mana ibu mertuanya di rawat. Lagi pula selama Langit pergi dia selalu kesepian di rumah. Rumahnya kosong. Mamanya belum pulang dari Jepang, sedangkan Mine sekarang sudah memiliki kekasih yang tiap malam selalu datang ke apartemennya.“Boleh, tapi aku tak bisa menemanimu lama-lama. Aku ada janji kencan malam ini.”Bulan melemparkan map ke arah sahabatnya. Mine tertawa, dia berhasil menghindar dan menangkap map milik Bulan lalu meletakkannya kembali ke atas meja.“Aku kembali dulu ke ruanganku, nanti aku kemari, aku ada janji dengan klien. Oiya, kalau aku jadi kamu aku akan menyusul suamimu dan membawanya pulang bersamamu. Cinta itu tak memandang gender, mau siapa pun yang m

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Alasan Langit

    “Good morning. Semangat, Bulan, dunia masih berputar meski tak ada Langit di sisimu. Ada langit lain yang selalu mengayomi kamu.”“Sial.”Bulan mengumpat kesal.Mine terkekeh, dia bukannya menghibur Bulan yang sedang patah hati, tapi malah menggodanya terus-menerus.“Kenapa tak membalas pesan darinya?”Bulan menghela nafas, dia teringat terakhir kali melihat Langit saat senja di tepi pantai. Dia sadar betul bahwa Langit memiliki perasaan yang sama dengannya, tapi kenapa lelaki itu mau menerima begitu saja permintaan Baby padanya. Berapa banyak uang yang Baby bakar untuknya?“Malas, untuk apa dia berbasa-basi nggak jelas, padahal dia sedang sibuk menyuapi dan meninabobokan bayinya.”Mine tak mampu menahan tawanya, dia tertawa terbahak-bahak. Di saat kesal begitu, amarah Bulan malah membuatnya tertawa terpingkal. Bulan mendesah melihat sahabatnya cukup terlihat puas dan bahagia dengan kalimatnya barusan.“Bagus, lanjutkan saja kebahagiaanmu menertawai penderitaanku. Kamu mema

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Pengkhianatan

    Selesai makan, mereka berdua berbincang santai setelah sejak tadi berada pada kecanggungan yang hakiki. Setelah beberapa menit berlalu, Langit membuka suara kembali. “Ayo, aku akan mengajakmu ke suatu tempat.” “Ke mana?” “Nanti kamu juga akan tahu.” Mereka berdua bangkit dari duduknya dan melangkah keluar. Menggunakan mobil Langit keduanya kini sudah berada di kemacetan yang cukup panjang. Bulan menghela nafas, dia memandang keluar jendela, menatap masa depannya yang masih tampak buram. Sesekali Langit melirik istrinya yang beberapa kali terlihat menghela nafas. Seolah sedang berusaha melepaskan beban hidup yang cukup berat yang sedang dipikulnya. “Ada yang kamu pikirkan?” tanya Langit memecah keheningan di antara mereka. Bulan menggeleng pelan. Tepat di lampu merah mereka berhenti, Langit menatap lamat-lamat wajah cantik istrinya. Selama beberapa tahun terakhir, dia mengagumi perempuan itu. Dan pada akhirnya dia bisa dipersatukan oleh keadaan. Perempuan keras k

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Keinginan Terakhir

    Setelah malam itu entah kenapa keduanya menjaga jarak, bahkan sudah beberapa malam langit memilih tidur di sofa meski tersiksa. sementara bulan tidur sendirian di ranjang dengan kebisuannya.Walau keduanya sama-sama tak nyaman, tak ada satu pun dari mereka yang mengubah keadaan. Langit apatis dan Bulan yang egois membuat keadaan semakin sulit.Tepat di hari yang sudah ditunggu Langit. Hari ini adalah hari kepergiannya ke Korea bersama Baby. Mungkin semuanya memang harus berjalan seperti yang takdir inginkan. Sekuat apapun Langit menunjukkan perasaannya, si keras kepala itu masih saja tak peka.“Aku pergi hari ini,” pamit Langit pada istrinya yang masih mengenakan bathrobe miliknya seraya memencet tombol remote bergantian.Ada sesak merundung dadanya tapi dia berusaha keras mengalihkannya.“Aku tak perlu mengantarkan kamu ke bandara, kan?”Langit menggeleng pelan, dia duduk menyandarkan punggungnya pada sofa yang didudukinya. Memandang ke arah istrinya yang baru saja selesai

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Kecupan Langit

    Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Bulan meminta maaf pada dirinya sendiri. Dia sudah menyakiti tubuhnya yang senantiasa menemaninya setiap hari.Hampir tengah malam saat dia mematikan komputer miliknya. Baru saja pintu lift terbuka, suaminya sudah berdiri di dalam sana.“Aku pikir kamu nggak pulang. Makanya aku menyusulmu ke sini.”“Aku mau pulang sekarang.”Bulan masuk ke dalam lift yang sama dengan suaminya. Mereka berdua mengatupkan bibirnya rapat. Hening, hanya ada suara helaan nafas mereka berdua. Langit memberi waktu pada Bulan menikmati kediamannya.“Naik mobilku, kamu pasti lelah, biar aku yang menyetir.”“Aku nggak capek, tenang saja, naik mobil masing-masing saja.”Bulan membantah, dengan langkah lebarnya dia berhasil mendahului Langit dan langsung masuk ke dalam mobil miliknya. Dia menghidupkan audio, memutar lagu kesukaannya, sesekali dia ikut bernyanyi melampiaskan emosinya yang sudah sejak pagi tak tersalurkan. Saat berhenti di lampu merah dia memandangi s

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Realita Bukan Expectasi

    Bulan masih menyibukkan dirinya, seperti ucapannya sebelumnya, dia sama sekali tak ingin ikut bergabung dengan Mine dan Langit yang sekarang sedang makan malam. Walaupun Mine membujuknya dengan seribu cara, tetap saja Bulan tak berminat ikut dengan mereka. Rasanya dia terlalu kecewa dengan Langit hingga ingin sekali menjauh. Ponsel di sampingnya bergetar menampilkan gelembung chat dari suaminya dan Mine. Mereka kompak sekali bertanya pada Bulan. Bulan hanya membacanya sekilas tanpa mau membalasnya. Dia memegangi perutnya yang mulai keroncongan. Cacing-cacing di perutnya sudah meminta haknya. “Mau sampai kapan kamu begini, Bulan?” Langit sudah berdiri di depan pintu. Bulan menatapnya sekilas lalu berusaha menyibukkan dirinya kembali. Membiarkan Langit masuk ke dalam ruangannya. “Kenapa tak membalas pesanku? Ayo, makan dulu.” Langit menyiapkan makan malam untuk istrinya. Membuka paperbag yang dibawanya. “Kamu boleh marah denganku, tapi jangan menyiksa dirimu sendi

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Bukan Milikku

    Langit melewati Bulan begitu saja, pikirnya itu lebih baik. Mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuknya memberi jarak antara keduanya. Langit berpikir dengan begitu dia akan lebih tenang meninggalkan Bulan selama dia pergi ke Korea. Mungkin dengan memberi jarak, perempuan itu menjadi lebih tahu sisi hatinya, bagaimana keinginannya. “Kamu lihat, kan?” “Tentu saja aku melihatnya. Kamu pikir aku buta.” Bulan menghela nafas mendengar ucapan Mine. Mine menatap sahabatnya dengan tatapan penuh selidik. Melihat kelakuan sahabatnya, Bulan pun merasa jengah. “Katakan cepat!” Mine terkekeh geli, Bulan dengan cepat mengerti dengan bahasa isyarat yang diberikan padanya lewat tatapannya. “Aku tak tahu alasan pastinya, kenapa tiba-tiba dia menerima ajakan gadis bermuka dua pergi ke Korea. Dan aku juga tak ingin bertanya tentang alasannya. Titik, jangan lagi kamu sematkan koma di akhir kalimatku.” Mine mendesah pelan, mau sampai kapan keduanya salah paham terus mener

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status