Sepeninggalan Daniel yang kini berada di ruang meeting. Andina duduk di sofa, termenung, entah harus melakukan apa dalam kesendiriannya.
Ruangan itu terasa dingin, terasa sepi, bahkan hilir mudik beberapa karyawan diluar sana tidak terdengar dari dalam. Hingga ia menguap, merasakan matanya mendadak berat untuk terbuka.
Andina menyandarkan kepalanya di bantal sofa. Puluhan detik kemudian setelah sibuk menguap dan menatap pintu ruang kerja yang tak kunjung terbuka. Matanya terpejam rapat.
Diruang meeting, Daniel menggebrak meja dengan keras.
"Kalau memang disini gue gak diterima dengan baik. Gue gak masalah. Gue disini juga hanya kerja! Jadi bekerjasamalah dengan baik kalau tidak mau terkena masalah!" urai Daniel sebelum menghirup nafas dalam-dalam.
Akan lebih mudah jika tidak melibatkan emosi disaat seperti ini. Apalagi ada sang istri yang ia takutkan akan nguping lagi.
"Gue cuma mau evaluasi bulanan
"Sayang..." Andina mengerjapkan matanya sebelum menyengir kuda. Benaknya menggerutu kesal karena Daniel malah memanggilnya di depan para pria-pria tua yang kini ikut memandangi Daniel dan Abigail yang nampak heran melihat Andina di pantry. "Eh... Mas... Daniel." ucap Andina setelah beberapa detik menguras otak. "Mau makan lagi ya?" tanya Andina sembari tersenyum manis. Menutupi gelagat cemburu yang mulai menjangkiti hatinya. "Abigail yang mau makan! Aku masih kenyang." ungkap Daniel, sejujurnya. Andina ber-oh ria sembari menepuk bangku disebelahnya. Ia sudah menduganya kalau Abigail yang akan makan siang karena wajah wanita itu terlihat lesu. Dan sang suami dengan senang hati menemaninya tanpa menengoknya terlebih di ruang kerjanya untuk memastikan ia masih dikantor atau tidak. Abigail tersenyum tipis dan menghempaskan tubuhnya di samping Andina. "Sudah makan?" tanya Abigail. Hal yang biasanya ia t
"Cemburu kok dirayakan sih mas! Harusnya kalau aku cemburu tuh di rayu. Bukan di ajak ngamar!" sungut Andina kesal saat Daniel melepas pakaiannya. "Aku mau mandi sayang. Habis itu aku rayu kamu!" seru Daniel sebelum masuk ke dalam jacuzzi lengkap dengan senyum mesum alakadarnya. Andina yang masih bergeming di tepi ranjang memikirkan hal yang membuatnya ketularan mesum seperti suaminya. "Kalau mas Daniel mandi? Gantinya pakai pakaian apa? Kan gak bawa baju ganti. Masa iya..." Pipi Andina langsung bersemu merah, membayangkan bagaimana sang suami bertelanjang dada sepanjang malam tanpa sehelai benang sedikit pun. "Lagian kenapa aku juga gak ikutan mandi! Bukannya seru berendam berduaan." Andina cekikikan, Daniel yang mendengarpun berbalik dengan wajah terkejut saat memandang Andina. "Hei!!! Mau apa?" Teriak Daniel. "Menemanimu." sahut Andina setelah melepas pengait branya.&nb
"Mas, terimakasih buat malam ini." Andina memeluk Daniel begitu erat. Seakan ucapan terima kasihnya bukan sekedar untuk makan malam romantis yang mereka lakukan.Daniel membalas dengan mengusap punggung Andina. "Kamu tahu Dina, aku begitu menyayangimu." katanya, yang mana langsung membuat Andina menenggelamkan diri di pelukan sang suami."Dina juga sayang sama mas! Tapi kapan kita pulang? Dina mau tidur di rumah, di kasur kita!" rengeknya manja.Daniel beringsut ke tepi ranjang. Ia menepuk-nepuk ranjang itu untuk memastikan tidak ada yang salah dengan ranjang yang mereka tempati."Ini lebih empuk dari kasur kita, Dina! Tidur saja semalam disini." paksa Daniel sekali lagi.Andina ikut menepuk-nepuk ranjangnya dengan mata sipit penuh penghayatan."Tapi ini bekas orang banyak mas! Dina gak mau tidur disini!" tegasnya lagi lebih galak.Daniel berusaha menyunggingkan senyum. Meski konsentrasinya masih te
Daniel mengedarkan pandangannya dengan liar, ia menghampiri satu persatu dari mereka-mereka yang berada di luar gedung perusahaan sembari menanyakan istrinya.Siapa yang paham dengan istri sang CEO yang baru datang dua kali ke perusahaan?"Ikal!" desah Daniel sebelum mengepalkan tangannya. Ia berjalan dengan gontai menuju luar perusahaan. Saat berada di area parkiran. Daniel melihat motor Andina masih ada disana, bersama motor karyawan lainnya."Ikal..." gumam Daniel sekali lagi sembari terus melongok kemana saja tempat yang memungkinkan untuk bersembunyi.Dari lobi perusahaan, Abigail yang melihatnya cukup prihatin. Dan, kemungkinan besar jika memang Andina hamil. Sudah ia pastikan Daniel akan bersikap lebih posesif dari ini dan lebih memanjakan istrinya ketimbang mengurus perusahaan. Dan ia sendiri akan menjadi tumbalnya."Pak. Meeting!" teriak Abigail.Daniel hanya menoleh ke arah Abigail. Ia menggeleng
Jakarta mungkin saja macet seperti biasanya. Namun, Sarasvati yang baru saja mendengar kabar bahwa Andina telah mengandung cucunya langsung memilih penerbangan tercepat hari ini untuk merayakan keberhasilan anaknya dalam menghamili istrinya.Bersama anggota keluarganya, ia terus memancarkan aura bahagia. Tak henti-hentinya ia mengenggam tangan Sanjaya seraya berkata, "Kita akan menjadi Oma dan Opa. Rumah kita akan ramai, Pa!"Sanjaya merangkul bahu Sarasvati dan keduanya saling menyenderkan kepala. Senyum manis merekah dan hati mereka membuncah.Marco yang melihatnya tak kalah bahagia. Akhirnya, setelah sekian bulan ia menjalani hubungan jarak jauh dengan Abigail, pagi nanti ia bisa bertemu lagi dengan cewek jutek pujaan hatinya.Sari yang ikut serta dalam penerbangan malam ini tak kalah semangatnya untuk bertemu dengan Daniel."Nyonya. Bagaimana tuan Daniel sekarang? Apakah masih sama seperti dulu?" tanya Sari penasaran.S
Samar-sama cahaya matahari mulai datang memberikan kecupan hangat pada embun basah di atas dedaunan. Pagi pun datang dengan berlimpah sinar cerah yang membiaskan ronanya sampai ke dalam kamar. Andina mengerjapkan matanya sebelum beranjak ke tepi ranjang dengan mata yang berat terbuka. Samar-samar, ia mendengar gelak tawa yang berada di dekat kamarnya. Tepat di dapur dan ruang makan. "Tumben mas Daniel sudah bangun!" gumam Andina heran sebelum menarik handuknya dan bergegas mandi. Andina baru keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk yang membungkus tubuhnya dari bagian dada sampai paha atasnya sebelum membuka pintunya yang diketuk dari luar. "Mama..." ucap Andina dengan kepala miring untuk melihat ke arah belakang Sarasvati. Kedua alisnya berkerut seketika saat mendapati sang suami sudah lenyap entah kemana. "Mas Daniel sama papa, dimana Ma?" Sarasvati mengangsurkan segelas susu hangat kepada Andina se
Marco tertawa geli, terlihat terhibur sekali dengan adegan di depannya saat Daniel memeluk pinggang Andina seraya mengusap-usap perut Andina dengan riang gembira."Selamat, Mbak! Bentar lagi suamimu akan berganti status menjadi bodyguard galak super posesif!" Tawa Marco membahana seisi ruangan Pembuat keceriaan setelah masalah besar itu selesai dengan mudahnya.Andina yang risi menyikut perut Daniel, meski laki-laki itu mengaduh pelan. Daniel tetap mempertahankan posisinya. Kini percuma saja jika wanita itu memprotes segala sesuatu yang Daniel lakukan. Usahanya hanya akan sia-sia jika laki-laki itu sudah bertekad."Pamer terus! Mentang-mentang udah halal!" sindir Marco, namun apa Daniel peduli? Ia tetap memeluk Andina seraya memamerkan kemesraan di hadapan keluarganya."Gue besok juga bisa begituan kalau udah sah dengan Abigail-ku!"Wajah Abigail langsung memanas, ia pun ikut tak berdaya manakala Marco merangkul sebelu
Daniel bersorak gembira di tengah malam saat dirinya kembali menjejakkan kakinya di halaman rumah orangtuanya. Rumah masa kecilnya yang kini nampak lebih megah dari sebelumnya. Meski Jakarta masih menyambutnya dengan suasana yang sama seperti saat ia meninggalkan kota megapolitan itu."Happy banget kamu, Bang! Bisa pulang ke kandang." gurau Marco. "Tapi awas ya kalau Abang berubah menjadi jago kandang! Papa benar-benar akan mengirimmu ke hutan Amazon biar bermanfaat bagi anaconda!"Daniel tergelak dan merangkul bahu Marco."Gue bilang apa tadi! Gue disini Abang! Kamu jangan kurang ajar sama gue ataupun Dina! Kalau sampai itu kamu lakukan. Hahaha... Gue ogah baik-baik sama, Lo!"Marco langsung menyanggahnya, "Gue gak akan kurang ajar! Tapi gue cuma bicara apa adanya!"Sanjaya dan Sarasvati menggeleng. Dua anaknya sama-sama laki-laki dewasa. Namun kenapa jika keduanya bertemu selalu saja ada yang diributkan.