Hari terus berlalu dengan begitu cepatnya, tak terasa esok sudah tiba bagi Tian untuk masuk ke kampus barunya. Dan malam ini ia di bantu sang suami sedang menyiapkan semua perlengkapan untuknya menjalani masa orientasi.
"Ini kertasnya yang lain di mana?" tanya Ardan.
"Ada di kamar kak, biar aku ambil dulu." serunya yang ingin beranjak, namun lebih dulu di cegah oleh Ardan.
Tian hanya bisa menatap punggung kokok suaminya yang semakin jauh dari pandangannya. Hingga suara bel membuyarkan lamunannya.
Klekk,
"Hai," seru Bayu mengangkat tinggi kedua tangannya yang sedang membawa sesuatu itu.
Tak menunggu di persilahkan pemilik rumah, Bayu masuk begitu saja melewati Tian yang masih berdiri di ambang pintu.
"Loh kok sepi? Si Ardan ke mana?" tanya Bayu mendudukkan dirinya di lantai.
Matanya menatap semua pekerjaan tangan yang harus esok hari Tian bawa sebagai syarat masuk orientasi. Ia yang tahu betul apa tugas-tugas i
Suara gaduh itu membuat semua orang mulai berkerumun, banyak dari mereka yang mulai bersorak memberi semangat. Dan itu membuat Ardan menatap tajam mereka semua, hingga kini semua orang terdiam namun masih menyaksikan pergelutannya. "Hentikan Sarah!" teriak Ardan. Yah, Sarah begitu murka saat matanya melihat sendiri ada wanita yang dengan tak tahu dirinya berani mencium Ardan di depan umum. Tak hanya dirinya, bahkan beberapa orang juga melihat kejadian tersebut, sedang orang yang menyuruh Tian merasa gemas melihat kedatangan Sarah. Mendengar teriakan Ardan membuat Sarah menghentikan aksi brutalnya, kini tubuh serta rambut Tian sudah sangat berantakan. Berkat tangan Sarah yang cekatan membuat semua yang ada di tubuh Tian hancur tak tersisa, termasuk ikatan rambut yang semula rapi kini begitu tak karuan. "Keterlaluan loe, " seru Bayu yang menatap tak suka temannya itu. Ardan begitu khawatir melihat istrinya yang sedari tadi tak memberi perlawanan pada Sarah, ia begitu geram hingga in
Hari terus berlalu, tak terasa kini sudah satu bulan Tian menjadi mahasiswa. Tentu saja dalam kurun waktu tersebut Tian selalu menerima kebencian dari sikap Sarah padanya. Seperti hal nya pagi ini, Tian yang baru saja masuk ke dalam kelasnya terpaksa harus kembali keluar karena ulah Sarah."Keluar loe," bentaknya pada Tian.Dengan enggan Tian pada akhirnya beranjak mengikuti Sarah di belakangnya, ia rasanya begitu malas harus meladeni sikap Sarah yang menurutnya sudah sangat berlebihan ini."Ada apa lagi sih kak?" tanya Tian dengan masih lembut."Ada apa? Ada apa loe tanya? Urusan kita belum selesai ya," sentaknya."Urusan yang mana lagi? Kakak apa nggak capek ya gangguin gue mulu, ini udah sebulan loh kak.""Selama loe belum ngejauhin Ardan, gue sama sekali nggak akan berhenti buat bikin perhitungan sama loe.""Jangan halu deh kak, loe ada lihat nggak gue ngedeketin dia? Orang nya aja gue nggak tahu ada di mana sekarang.""Bacot, loe pikir gue bego?""Terserah loe aja deh kakak, gue
Malam semakin meriah, tangan Ardan pun tak pernah lepas dari pinggang ramping milik istrinya. Yah, malam ini Ardan membawa istrinya untuk menghadiri undangan dari rekan bisnisnya. Di sana banyak kolega yang hadir dengan keluarganya, sebab pemilik acara memang mengutamakan keluarga."Astaga, tuan Arta. Rasanya susah sekali untuk bertemu anda ini," sapa salah seorang pebisnis seumuran ayahnya."Anda terlalu memuji tuan," rendah Ardan."Oh lihatlah ini, nyonya Cyntian sungguh begitu cantik sekali malam ini." kagumnya dengan nada yang begitu genit.Ardan tak suka dengan sikap laki-laki di depannya itu, rasanya kini ia ingin sekali menghajar dan mengembalikannya pada keluarganya. Dengan posesifnya Ardan semakin mengeratkan pelukannya, hingga membuat Tian merasa sedikit heran."Anda salah tuan, istri saya ini tidak cantik malam ini." seru Ardan membuat semuanya hening menatapnya, termasuk Tian yang kini di rengkuhnya."Tapi istri saya ini selalu c
Mata Tian membulat saat seseorang membekap mulutnya, jantungnya berdegub dengan cepat saat kakinya mengikuti langkah orang tersebut. Beruntung ia tak jadi menyerang orang yang sedang membekapnya, sebab saat dirinya berbalik ia mengenali sosok itu."Kak Ardan?" kagetnya."Kenapa sih, kaget ya?" tanyanya dengan ringan."Iyalah, ngapain kakak tiba-tiba bekap aku gitu? Untung tadi aku nggak jadi nyerang kakak," ucap Tian dengan begitu kesal.Bukannya marah namun Ardan terlihat mengulas senyum manisnya, pasalnya ia merasa jika Tian nya yang dulu perlahan mulai kembali. Tian nya yang begitu bawel perlahan kembali di sisinya, itu membuat Ardan merasa begitu bahagia."Kenapa senyum? Seneng banget ya bikin jantung orang mau copot," ketusnya melipat kedua tangannya dan membelaking suaminya.Tangan Ardan terulur memeluk erat istrinya dari belakang, rasanya ia tak ingin melepas pelukannya. Begitu nyaman dengan harum yang memabukkan."Ada apa? Apa
Pagi ini Tian masih melakukan tugasnya sebagai istri Ardan, ia menyiapkan pakaian Ardan hingga semua perlengkapannya,. Hari ini adalah hari sabtu, Ardan tak ke kantor sebab ada bimbingan yang harus ia ikuti di kampus."Pagi," sapa Ardan turun membawa tas miliknya juga milik istrinya yang tertinggal."Makasih," singkatnya saat melihat Ardan meletakkan tas miliknya di kursinya.Dengan telaten Tian menyiapkan sarapan milik Ardan, tangan itu rasanya sudah mulai terbiasa melayani suaminya. Namun anehnya ketika ia sudah menyiapkan sarapan untuk Ardan justru ia pergi meninggalkan suaminya begitu saja."Mau ke mana?" tanya Ardan mencekal pergelangan tangan istrinya."Maaf," melepas paksa tangan suaminya dari tangannya. Dan Ardan hanya bisa mengerutkan dahinya melihat sikap aneh istrinya.Rasanya baru kemarin mereka bermesraan di taman belakang kampus, kenapa hari ini sikap Tian seakan berbeda dengan kemarin saat bersamanya?Dan seperti
Surabaya,Dewi nampak terdiam, entah apa yang kini wanita itu tengah fikirkan. Wirma yang melihat istrinya terus begitu merasa begitu cemas."Apa yang sedang Bunda fikirkan?" tanya Wirma yang kini ada di sebelah istrinya."Nggak ada, cuma bunda sedang memikirkan anak-anak kita di sana."Wirma tahu siapa yang tengah di maksdu oleh istrinya, sudah tiga hari ini Tian belum menghubungi Dewi sebab biasanya hampir setiap hari keduanya bertukar pesan."Bunda udah coba hubungin Tian belum?""Belum, bunda takut ganggu Tian nanti.""Yasudah, kalau gitu kita tunggu saja. Nanti kalau masih belum ada kabar kita pergi ke sana," ucap Wirma yang membawa angin segar bagi istrinya."Ke sana itu maksudnya ke mana ya? Kenapa aku nggak di ajak?" protes Lecy yang baru saja masuk ke dalam rumah."Anak cantik ayah udah pulang ya, sini peluk dulu." seru Wirma merentangkan kedua tangannya.Lecy berlari dan masuk dalam dekap hangat ayahnya,
Kini Beno terlihat tengah menundukkan kepalanya kepada seseorang yang ada di depannya, entah kepada siapa kali ini Beno memberikan hormatnya. "Bagaimana?" "Sesuai dengan rencana tuan, sementara semua berjalan dengan keinginan kita." "Bagus, bagus sekali kamu Beno. Nggak salah kamu aku tempatkan di sisiku," terdengar gelak tawa yang begitu menggelegar. "Anda terlalu memuji saya tuan." Dan setelahnya Beno terlihat keluar dari rumah yang begitu mewah itu, laki-laki itu keluar dengan sesak di dadanya. Ada sesuatu yang kini tengah menghantam dada juga jantungnya. ... Sarah begitu happy hari ini, ia datang dengan dandanan yang begitu menyala dengan lipstik merah memenuhi bibir tebalnya. Tak jarang anak-anak kampus menatap geli dengan dandanan Sarah kali ini. "Pasti mereka terlalu kagum dengan kecantikan gue," batinnya dengan begitu percaya diri. Kakinya tetap berlengak-lenggok menyusuri koridoor, ia deng
Ardan yang masih tak siap bertemu dengan Tian memilih mengunjungi cafe yang sudah buka di pagi hari, duduk seorang diri dengan coffee di tangannya membuat Ardan sejenak merasa rileks dibuatnya. Beno yang pagi ini berencana bertemu kliennya di sebuah cafe sudah datang lebih dulu, namun saat baru memasuki lahan cafe matanya menatap sesosok wajah yang di kenalinya. "Sendirian aja nih?" "Eh om, sama siapa?" "Sendiri. Boleh duduk nggak nih?" tanya Beno basa-basi. Beno yang melihat Ardan seorang diri segera menghampiri dan menyapanya. "Kenapa? Kusut banget wajahnya, ada masalah?" tanya Beno dengan tebakannya. Ardan hanya bisa menganggukan kepalanya dengan lemah, matanya kini sedang menatap coffee didepannya namun hati juga pikirannya sedang berada pada istrinya. "Ada apa? Kamu bisa cerita sama om, anggap saja kita best friend Ar." tawar Beno. Ardan mulai menceritakan masalah yang di hadapinya di kantor dengan salah sa