Siang harinya Ardan membawa Tian pergi menemui kedua orang tuanya. Setelah mengetahui semua detail kejadian dua tahun lalu membuat Ardan semakin merasa kesal dengan Oma nya.
Di depan pintu apartemen Ardan mengetuk pintu, hingga beberapa menit kemudia pintu mulai terbuka.
"Putriku sudah datang," seru Dewi membawa masuk menantunya.
"Mulai, anak sendiri di lupain." gerutunya.
Di dalam sudah nampak Lecy juga Wirma tengah sibuk menyiapkan makan siangnya. Keduanya bahkan tak menyadari kedatangan tamu spesial nya.
"Ayah, ini di taruh di sana aja. Tian nanti biar mudah ngambilnya."
"Sebelah sini kan juga bisa, nanti buah ini yang di taruh dekat Tian. Dia harus banyak makan buah daripada ayam itu."
"Aish Ayah ih kalau dikasih tau susah ya."
"Kamu aja yang nggak mau ngalah."
Wirma yang tengah tertawa bersama keluarganya itu terkejut ketika ponselnya terus berdering dari nomor yang tak di kenal. Ia terus mengabaikan, hingga Dewi kesal dan meraih ponsel suaminya itu."Apa?"Teriakan itu sontak membuat semuanya menatap Dewi dengan tatapan penuh selidik, sedang yang di tatap kini tengah fokus mendengarkan lawan bicaranya."Baik, saya akan segera kesana. Berikan perawatan terbaik kalian."Selepas memutus sambungan telponnya, Dewi menatap sejurus pada suaminya."Ayah, kita harus kerumah sakit sekarang."Wirma mengernyitkan dahinya, menatap aneh istri yang menatapnya dengan sendu."Ada apa?""Ibu, beliau ada di IGD sekarang."Semua orang terperanjat, terutama Ardan yang tak menyangka dengan kondisi Oma nya tersebut."Apa semua ini gara-gara aku?" batinny
Semua orang tercengang dengan apa yang baru saja Mark sampaikan, bagaimana bisa anak Ardan bisa berada bersamanya sedang orang tuanya sendiri ada di negara yang sama dengannya.Begitu banyak pertanyaan yang ingin di sampaikan, namun semua terpaksa tertahan saat tiba-tiba Beno datang menemui Mark di rumahnya.Ben datang dengan wajah tak bersahabat nya, ada guratan kepanikan juga rasa khawatir di sana yang tergambar jelas diwajahnya.Keduanya menghilang meninggalkan Sarah dengan semua temannya disana, sedang ia melangkah masuk dengan begitu tergesa-gesa."Sarah, ada apa sih? Kok kelihatannya serius gitu?""Mana gue tahu, gue juga kaget om Beno sampai sini." jawab Sarah tanpa menatap Ambar di sebelahnya.Bayu mengabaikan semuanya, ia begitu fokus pada bayi yang saat ini ada di pangkuannya. Bayi yang begitu tampan dengan pipi gembul nya benar-benar menarik
Arnold yang tak bisa mengendalikan dirinya melempar sebuah vas kristal, namun tanpa ia duga Rosalia masuk dan harus menjadi sasaran dari lemparannya."Sayang.""Aw."Rosalia memekik saat sebuah benda menghantam keningnya dengan begitu keras."Astaga sayang."Arnold segera berlari menghampiri Rosalia yang tengah terduduk dengan memegangi keningnya."Sayang, sayang maafkan aku. Aku sungguh tak sengaja."Rosalia tak bergeming sedikitpun, ia merasakan nyeri begitu hebat di kepalanya terutama bagian keningnya yang baru saja terkena hantaman."Biarkan aku lihat, lepaskan dulu tangannya."Perlahan Arnold melepaskan tangan istrinya, Rosalia meringis saat tangan suaminya tanpa sengaja mengenai lukanya.Arnold begitu terkejut ketika melihat luka yang ia sebab kan kepada istrinya, bukan
Ardan masih tak percaya dengan apa yang di lihatnya, bayi mungil yang begitu menggemaskan tertidur dengan memeluk sebelah tangannya.Sedang di sampingnya juga terlelap wanita yang begitu di cintai nya, wanita yang menjadi pusat dari dunianya."Aku benar-benar bersyukur dengan apa yang telah aku miliki saat ini. Istri yang baik juga bayi yang begitu tampan seperti ku." kekeh nya sendiri.Tangannya terulur membelai wajah Tian yang tengah tertidur menghadapnya, sedang tangannya memeluk bayi kecilnya."Kalian berdua segalanya bagi saya, kalian adalah hidup saya."Ardan bergantian mengecup anak juga istrinya, sebelum akhirnya ia juga terlalap dalam tidurnya.Pukul lima pagi Tian terbangun lebih dulu, pemandangan yang pertama di lihatnya adalah kedua lelakinya yang tengah terjaga dalam mimpinya."Morning my king and my
Hari ini Ardan membawa keluarganya untuk datang mengunjungi Larasati di rumah sakit. Walau belum sadar namun Ardan berharap ia tetap mendengar apa yang nantinya akan ia sampaikan.Setelah melepas semua sahabatnya pergi, barulah ia juga keluargannya ikut pergi meninggalkan kediaman milik Mark tersebut.Sepanjang jalan tak hentinya baby Axel terus berceloteh dengan bahasanya, tak jarang pula ia meraih tangan Ardan hanya untuk di gigitnya."Ayolah boy, ini tak sakit sama sekali tujukkan kekuatanmu." seru Ardan ketika lagi-lagi Axel memasukkan jarinya ke dalam mulutnya."Perhatikan ucapanmu Kak, bayimu ini masih begitu kecil."Ardan terkekeh melihat wajah cemberut istrinya, ingin sekali ia mengecup bibir ranum itu jika saja tak mengingat ada putranya.Sesampainya di rumah sakit, Ardan segera membawa masuk keluarganya. Namun sepanjang jalan ia merasa seperti ada y
Lecy tersenyum puas saat berhasil mengusir Niken dari rumah milik kakaknya, ia tak hentinya tertawa mengingat wajah Niken ketika di usir nya."Non, ini minum nya." ucap pelayan meletakkan orange jus nya.Terlalu lama tertawa membuat Niken haus di buatnya, rasanya kering sudah tenggorokannya."Apa yang membuatmu begitu bahagia?"Niken tersedak minumannya saat mendengar suara familiar di telinganya."Uhuhuk uhuk uhukk.."Beno melangkah semakin dekat, menepuk punggung Lecy dengan perlahan."Maka nya kalau minum itu pelan-pelan."Lecy melirik sinis Beno yang ada di sebelahnya, ia lalu meletakkan gelas minum kembali ke meja nya."Ngapain sih om ke sini?""Kenapa memang nya?""Kan ini jam kerja, ngapain malah di sini nggak di kantor?""Nah i
Malam semakin larut, semua manusia terlelap dengan mimpi masing-masing. Namun sepasang mata masih terus terjaga, terjaga menatap dua insan yang sedang begitub mesra."Itu tempat gue, seharusnya itu tempat gue. Wanita sialan itu merebutnya," geramnya.Ia terus menatap, matanya terasa panas memandang indah kedua insan yang bermesraan dalam mimpinya."Kita lihat, apa kalian masih bisa nyenyak tidur nya?"Ia terus menyeringai, menatap sinis pasangan suami istri yang sedang mesra di atas ranjangnya.Perlahan ia melangkah pergi, meninggalkan pemandangan yang menyayat hati.Sembari menuruni tangga, ia terus bergumam mengutarakan niat jahatnya."Kita lihat, setenang apa kalian setelah ini.""Senyenyak apa tidur kalian setelah ini."Niken terus menyeringai, melangkah semakin menjauh dari kamar Ardan
Axel terus menangis, ia meraung dalam gendongan Niken yang terus membawanya menjauh."Tenanglah Nak, semua akan baik-baik saja."Kakinya terus melangkah, menjauh meninggalkan rumah yang sempat di tinggalinya itu.Entah mengaap sekarang Niken merasa tak rela jika harus berpisah dengan bayi yang ada dalam gendongannya, ia merasa begitu terikat dengan bayi yang tengah menangis tersedu-sedu itu."Hai tenanglah, aku akan baik sama kamu sayang. Tenang ya," bujuknya.Namun bayi itu terus saja menangis, bahkan kini wajahnya sudah memerah sebab tangisnya tak henti juga."Susah amat bikin bayi diem, kalau gue bekap nanti mati gimana?"Niken memilih beristirahat di sebuah gazebo yang ada di sebuah taman, ia merasa jika situasi aman maka ia berani melepas letihnya."Tenanlah, kita istrirahat dulu disini ya. Capek gendong kamu ter