Ardan masih tak percaya dengan apa yang di lihatnya, bayi mungil yang begitu menggemaskan tertidur dengan memeluk sebelah tangannya.
Sedang di sampingnya juga terlelap wanita yang begitu di cintai nya, wanita yang menjadi pusat dari dunianya.
"Aku benar-benar bersyukur dengan apa yang telah aku miliki saat ini. Istri yang baik juga bayi yang begitu tampan seperti ku." kekeh nya sendiri.
Tangannya terulur membelai wajah Tian yang tengah tertidur menghadapnya, sedang tangannya memeluk bayi kecilnya.
"Kalian berdua segalanya bagi saya, kalian adalah hidup saya."
Ardan bergantian mengecup anak juga istrinya, sebelum akhirnya ia juga terlalap dalam tidurnya.
Pukul lima pagi Tian terbangun lebih dulu, pemandangan yang pertama di lihatnya adalah kedua lelakinya yang tengah terjaga dalam mimpinya.
"Morning my king and my
Hari ini Ardan membawa keluarganya untuk datang mengunjungi Larasati di rumah sakit. Walau belum sadar namun Ardan berharap ia tetap mendengar apa yang nantinya akan ia sampaikan.Setelah melepas semua sahabatnya pergi, barulah ia juga keluargannya ikut pergi meninggalkan kediaman milik Mark tersebut.Sepanjang jalan tak hentinya baby Axel terus berceloteh dengan bahasanya, tak jarang pula ia meraih tangan Ardan hanya untuk di gigitnya."Ayolah boy, ini tak sakit sama sekali tujukkan kekuatanmu." seru Ardan ketika lagi-lagi Axel memasukkan jarinya ke dalam mulutnya."Perhatikan ucapanmu Kak, bayimu ini masih begitu kecil."Ardan terkekeh melihat wajah cemberut istrinya, ingin sekali ia mengecup bibir ranum itu jika saja tak mengingat ada putranya.Sesampainya di rumah sakit, Ardan segera membawa masuk keluarganya. Namun sepanjang jalan ia merasa seperti ada y
Lecy tersenyum puas saat berhasil mengusir Niken dari rumah milik kakaknya, ia tak hentinya tertawa mengingat wajah Niken ketika di usir nya."Non, ini minum nya." ucap pelayan meletakkan orange jus nya.Terlalu lama tertawa membuat Niken haus di buatnya, rasanya kering sudah tenggorokannya."Apa yang membuatmu begitu bahagia?"Niken tersedak minumannya saat mendengar suara familiar di telinganya."Uhuhuk uhuk uhukk.."Beno melangkah semakin dekat, menepuk punggung Lecy dengan perlahan."Maka nya kalau minum itu pelan-pelan."Lecy melirik sinis Beno yang ada di sebelahnya, ia lalu meletakkan gelas minum kembali ke meja nya."Ngapain sih om ke sini?""Kenapa memang nya?""Kan ini jam kerja, ngapain malah di sini nggak di kantor?""Nah i
Malam semakin larut, semua manusia terlelap dengan mimpi masing-masing. Namun sepasang mata masih terus terjaga, terjaga menatap dua insan yang sedang begitub mesra."Itu tempat gue, seharusnya itu tempat gue. Wanita sialan itu merebutnya," geramnya.Ia terus menatap, matanya terasa panas memandang indah kedua insan yang bermesraan dalam mimpinya."Kita lihat, apa kalian masih bisa nyenyak tidur nya?"Ia terus menyeringai, menatap sinis pasangan suami istri yang sedang mesra di atas ranjangnya.Perlahan ia melangkah pergi, meninggalkan pemandangan yang menyayat hati.Sembari menuruni tangga, ia terus bergumam mengutarakan niat jahatnya."Kita lihat, setenang apa kalian setelah ini.""Senyenyak apa tidur kalian setelah ini."Niken terus menyeringai, melangkah semakin menjauh dari kamar Ardan
Axel terus menangis, ia meraung dalam gendongan Niken yang terus membawanya menjauh."Tenanglah Nak, semua akan baik-baik saja."Kakinya terus melangkah, menjauh meninggalkan rumah yang sempat di tinggalinya itu.Entah mengaap sekarang Niken merasa tak rela jika harus berpisah dengan bayi yang ada dalam gendongannya, ia merasa begitu terikat dengan bayi yang tengah menangis tersedu-sedu itu."Hai tenanglah, aku akan baik sama kamu sayang. Tenang ya," bujuknya.Namun bayi itu terus saja menangis, bahkan kini wajahnya sudah memerah sebab tangisnya tak henti juga."Susah amat bikin bayi diem, kalau gue bekap nanti mati gimana?"Niken memilih beristirahat di sebuah gazebo yang ada di sebuah taman, ia merasa jika situasi aman maka ia berani melepas letihnya."Tenanlah, kita istrirahat dulu disini ya. Capek gendong kamu ter
Lecy tiba di dekat area perumahan milik kakaknya, namun di tengah jalan ia merasa mengenali seseorang dari kejauhan."Om pelan-pelan," serunya dengan mimik wajah seriusnya."Ada apa?"Lecy menunjuk arah depannya, terlihat seseorang tengah tergopoh-gopoh menggendong seseorang dalam dalam dekapannya.Beno menajamkan pengelihatannya, ia mengerutkan dahi menatap sejurus arah tunjuk Lecy."Baby Axel?" serunya.Beno menghentikan mobilnya sedikit agak jauh dari tempat di mana Niken berada, terlihat juga oleh matanya saat baby Axel meronta ingin turun dari gendongannya."Kamu hubungin Ardan, aku yang akan mendekatinya ke sana.""Nggak Om, biar aku aja yang maju. Aku bakal ulur waktu, jadi Om harus segera bawa kak Ardan juga Tian kesini."Tanpa menunggu persetujuan, Lecy bergegas turun berlari mendekati Ni
Wirma berhasil melumpuhkan laki-laki yang berusaha menyakiti keluarganya, ia pun segera memanggil penjaga untuk meringkusnya."Bawa laki-laki ini ke kantor polisi, pastikan dia membusuk di dalam penjara." geram nya.Dokter datang, ia segera memerika Larasati dan mengganti selang infus miliknya."Bagaimana ibu saya, Dok?""Beruntung anda cepat bertindak, jadi racun itu tidak sampai masuk ke dalam sel darah pasien."Wirma merasa lega, ia pun kini menatap Dewi yang tengah di periksa oleh salah seorang suster."Bagaimana istri saya, Sus?" tanya nya mendekat."Tidak terlalu serius, hanya luka gores saja di leher nya ."...Tian semakin mendekat, ia menatap nanar putra nya yang terus meronta dalam gendongan Niken
Mark hanya menatap aneh pada Sarah yang sudah sangat rapi di depan meja riasnya, sedang dirinya masih berbalut selimut guna menutupi tubuh polosnya."Sayang," panggil Mark."Ehm.""Kamu baik-baik saja kan?"Sarah berbalik, menatap suaminya dengan dahi penuh kerutan."Kamu berharap aku nggak baik-baik saja? Iya?"Mark menepuk keningnya, ia tak tahu lagi dengan apa yang sedang terjadi dengan istrinya kini."Jawab, kamu pengen aku sakit ya? Kamu pengen aku nggak baik-baik saja." tanyanya dengan mata berkaca-kaca.Mark terpaksa bangkit dengan tubuh bulatnya, ia memeluk Sarah dari belakang memberinya kiss mark putih lehernya."Aku hanya terkejut dengan kamu yang tadi, seperti bukan Sarah yang biasanya.""Memangnya aku kenapa? Bukannya sama aja."Mark mendekatka
Sarah menikmati waktunya berdua dengan Mark, hanya berjalan-jalan sambil bergandengan tangan menanti matahari tenggelam.Udara mulai semakin dingin, jarum jam juga sudah menunjukkan waktu pergantian siang dan malam."Pakai ini, jangan sampai flu."Dengan begitu perhatian Mark memberikan jaket nya untuk di gunakan istri nya.Membantu mengikat rambut hingga mengikat tali sepatu yang digunakan Sarah saat itu. Entah kenapa Mark terlihat begitu romantis di mata Sarah dengan hal-hal kecil yang sebenarnya sering di lakukan nya."Thanks." malu nya.Mark tersenyum melihat wajah malu istrinya, sungguh menggemaskan di matanya."Jalan lagi?" mengulurkan tangannya.Dengan senang hati Sarah menerima uluran tangan itu, menyambut dengan hangat kehadiran suaminya dalam hari nya.Keduanya berjalan menyu