Axel terus menangis, ia meraung dalam gendongan Niken yang terus membawanya menjauh.
"Tenanglah Nak, semua akan baik-baik saja."
Kakinya terus melangkah, menjauh meninggalkan rumah yang sempat di tinggalinya itu.
Entah mengaap sekarang Niken merasa tak rela jika harus berpisah dengan bayi yang ada dalam gendongannya, ia merasa begitu terikat dengan bayi yang tengah menangis tersedu-sedu itu.
"Hai tenanglah, aku akan baik sama kamu sayang. Tenang ya," bujuknya.
Namun bayi itu terus saja menangis, bahkan kini wajahnya sudah memerah sebab tangisnya tak henti juga.
"Susah amat bikin bayi diem, kalau gue bekap nanti mati gimana?"
Niken memilih beristirahat di sebuah gazebo yang ada di sebuah taman, ia merasa jika situasi aman maka ia berani melepas letihnya.
"Tenanlah, kita istrirahat dulu disini ya. Capek gendong kamu ter
Lecy tiba di dekat area perumahan milik kakaknya, namun di tengah jalan ia merasa mengenali seseorang dari kejauhan."Om pelan-pelan," serunya dengan mimik wajah seriusnya."Ada apa?"Lecy menunjuk arah depannya, terlihat seseorang tengah tergopoh-gopoh menggendong seseorang dalam dalam dekapannya.Beno menajamkan pengelihatannya, ia mengerutkan dahi menatap sejurus arah tunjuk Lecy."Baby Axel?" serunya.Beno menghentikan mobilnya sedikit agak jauh dari tempat di mana Niken berada, terlihat juga oleh matanya saat baby Axel meronta ingin turun dari gendongannya."Kamu hubungin Ardan, aku yang akan mendekatinya ke sana.""Nggak Om, biar aku aja yang maju. Aku bakal ulur waktu, jadi Om harus segera bawa kak Ardan juga Tian kesini."Tanpa menunggu persetujuan, Lecy bergegas turun berlari mendekati Ni
Wirma berhasil melumpuhkan laki-laki yang berusaha menyakiti keluarganya, ia pun segera memanggil penjaga untuk meringkusnya."Bawa laki-laki ini ke kantor polisi, pastikan dia membusuk di dalam penjara." geram nya.Dokter datang, ia segera memerika Larasati dan mengganti selang infus miliknya."Bagaimana ibu saya, Dok?""Beruntung anda cepat bertindak, jadi racun itu tidak sampai masuk ke dalam sel darah pasien."Wirma merasa lega, ia pun kini menatap Dewi yang tengah di periksa oleh salah seorang suster."Bagaimana istri saya, Sus?" tanya nya mendekat."Tidak terlalu serius, hanya luka gores saja di leher nya ."...Tian semakin mendekat, ia menatap nanar putra nya yang terus meronta dalam gendongan Niken
Mark hanya menatap aneh pada Sarah yang sudah sangat rapi di depan meja riasnya, sedang dirinya masih berbalut selimut guna menutupi tubuh polosnya."Sayang," panggil Mark."Ehm.""Kamu baik-baik saja kan?"Sarah berbalik, menatap suaminya dengan dahi penuh kerutan."Kamu berharap aku nggak baik-baik saja? Iya?"Mark menepuk keningnya, ia tak tahu lagi dengan apa yang sedang terjadi dengan istrinya kini."Jawab, kamu pengen aku sakit ya? Kamu pengen aku nggak baik-baik saja." tanyanya dengan mata berkaca-kaca.Mark terpaksa bangkit dengan tubuh bulatnya, ia memeluk Sarah dari belakang memberinya kiss mark putih lehernya."Aku hanya terkejut dengan kamu yang tadi, seperti bukan Sarah yang biasanya.""Memangnya aku kenapa? Bukannya sama aja."Mark mendekatka
Sarah menikmati waktunya berdua dengan Mark, hanya berjalan-jalan sambil bergandengan tangan menanti matahari tenggelam.Udara mulai semakin dingin, jarum jam juga sudah menunjukkan waktu pergantian siang dan malam."Pakai ini, jangan sampai flu."Dengan begitu perhatian Mark memberikan jaket nya untuk di gunakan istri nya.Membantu mengikat rambut hingga mengikat tali sepatu yang digunakan Sarah saat itu. Entah kenapa Mark terlihat begitu romantis di mata Sarah dengan hal-hal kecil yang sebenarnya sering di lakukan nya."Thanks." malu nya.Mark tersenyum melihat wajah malu istrinya, sungguh menggemaskan di matanya."Jalan lagi?" mengulurkan tangannya.Dengan senang hati Sarah menerima uluran tangan itu, menyambut dengan hangat kehadiran suaminya dalam hari nya.Keduanya berjalan menyu
Malam semakin larut, lampu operasi juga baru di matikan. Kondisi Lecy saat ini masih dalam pengawasan, dokter meminta Lecy untuk di tempatkan di ruang ICU hingga waktu yang tak di tentukan.Tusukan itu berhasil melukai perutnya cukup dalam, bahkan Lecy harus menerima tranfusi darah selama operasi nya berjalan."Pulanglah, biarkan aku yang menjaganya disini.""Nggak.""Jangan membantah, " seru Ardan."Lihatlah anak kita, sudah semalaman dia disini bersama kita. Apa kamu nggak memikirkan kenyamanannya juga ?" lanjutnya berusaha tenang.Tian terdiam, ia sesekali menatap anaknya yang sedang terlelap dalam gendongannya. Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya ketika menatap wajah pulas anaknya."Om, tolong antar istri juga anakku pulang. Om juga istirahatlah, biar aku yang disini menjaga Lecy." pintanya pada Beno yang terlihat juga enggan meni
Matahari semakin terik menyinari, langkah kaki terdengar berderap berjalan dengan begitu tergesa-gesa.Siang ini kondisi Larasati tiba-tiba memburuk, dokter sudah menyampaikan kemungkinan buruk jika kondisi ini terus berlanjut.Wirma tak tahu harus bagaimana lagi, ia tak ingin menyiksa ibu nya semakin jauh namun ia juga tak bisa melepaskan ibu nya begitu saja tanpa ingin berusaha."Semua akan baik-baiks aja," ucap Dewi mengusap bahu suaminya agar tenang.Melihat Wirma yang begitu rapuh membuat hati Dewi terasa begitu sakit, ia memeluk erat tubuh rapuh itu dengan penuh sayang. Mengusap hingga membelai tubuh Wirma untuk memberikannya ketenangan.Namun tiba-tiba tubuh Larasati mengalami kejang, Wirma begitu panik hingga berlari meninggalkan Dewi. Ia menangis memanggil nama ibu nya dengan penuh harap.Wirma terus memanggil dengan suara serak nya, air matanya tak
Hari itu juga Larasati di kebumikan , hari dimana semua keluarga Wirma begitu berduka. Sayangnya Lecy tak bisa meninggalkan rumah sakit tempat nya di rawat.Dokter melarang melihat kondisi Lecy yang masih tak stabil, terlebih ia baru saja sadar dan melewati masa kritisnya.Seorang diri di dalam ruangan bernuansa putih itu membuat Lecy tak bisa menahan segala kesedihannya, ia terus menangis bahkan merasa begitu sesak dalam dadanya.Suster yang melihat itu dengan terpaksa menyuntikkan obat penenang pada Lecy, ia juga memasang oksigen untuk membantu pernafasan Lecy."Bagaimana?" tanya dokter yang baru saja tiba."Pasien tadi mengalami sesak nafas, Dok. Saya menyuntikkan obat penenang juga memasang alat bantu pernafasannya." ujar suster yang menangani Lecy saat ini.Setelah memastikan Lecy lelap dalam tidurnya, keduanya pun keluar meninggalkannya.
Pagi ini di warnai dengan suara menggema dari Sandria yang terus menerus mengganggu adik kecilnya, yaitu Cyra.Sandrina merasa kesal sebab Cyra yang sekarang tak lagi ingin di cium seperti dulu kala. Ia begitu kesusahan hanya untuk mendapatkan satu kecupan dari adik kesayangannya itu."Ayolah dek, satu kecupan saja kenapa sih susah banget sekarang." kesalnya.Ardan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah polah kepanakan nya itu.Sedang Cyra yang melihat kedatangan Axel segera berlindung di balik tubuh sang kakak."Kenapa?" tanya Axel heran."Tolongin kak, aku mau di cium-cium kak Sandrina itu."Sandrina yang merasakan bahaya segera menghentikan langkah kakinya dan benar saja, Axel sudah menghujaninya dengan tatapan elangnya."Sudah-sudah, ayo semuanya makan. Dan kamu Cyra, cepat sarapan karena nanti bisa te