Setelah capek jalan-jalan, tujuan selanjutnya rumah makan."Mau pesan makanan apa?" tanya Ray sambil membolak-balik buku menu.Anak-anak menyebutkan makanan mereka, aku sih ngikut saja. Pegawai rumah makan sibuk mencatat pesanan kami."Kita foto-foto disana, yuk," ajak Lea pada Adiva. Adiva mengangguk."Ayo, Kak," ajak Adiva."Jadi fotografer lagi?" keluh Arya. Kedua remaja cewek itu hanya cengengesan saja. Akhirnya Arya mengikuti mereka. Rumah makan ini tempatnya sangat bagus, dengan taman-taman yang cantik. Wajar saja kalau Adiva dan Lea sibuk mau berfoto."Jadi kamu setuju?" tanya Ray melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda tadi."Setuju apa?" Aku pura-pura lupa, hihi… mau menguji Ray saja.Belum sempat Ray menjawab, pegawai rumah makan datang mengantarkan pesanan kami."Terima kasih," kataku pada pegawai tadi."Oh, jadi ini pilihanmu, Ray?" Sebuah suara mengagetkan kami. Aku menoleh, ternyata Frida bersama seorang temannya. Frida dengan wajah yang marah menatapku tajam. Aku h
Ray mengajakku masuk ke sebuah kompleks perumahan. "Kemana kita?" tanyaku. Ray hanya diam saja. Semuanya serba misteri dan penuh kejutan."Sudah sampai, ayo turun," ajak Ray."Rumah siapa ini?" tanyaku dengan penasaran.Sebuah rumah minimalis yang sangat asri, ada beberapa bunga di depannya."Nanti jadi rumah kita," goda Ray."Ada siapa dirumah? Aku nggak mau kalau hanya kita berdua, padahal nggak ngapa-ngapain. Nanti tahu-tahu di grebek orang, malah viral.""Haha, kamu mau kita ngapa-ngapain gitu ya?" goda Ray."Bukan.""Ada Mbak Siti yang suka bantu-bantu di rumah. Kalau sudah selesai ia pulang. Tapi hari ini aku minta dia untuk pulang agak sore, jadi ada kita bertiga di dalam rumah."Ray turun dari mobil, aku pun mengikutinya."Oh, Bapak sudah pulang?" tanya perempuan muda yang bekerja sebagai ART."Iya, Mbak. Kenalkan ini Hanum."Aku pun berkenalan dengan Siti."Tolong buatkan minum ya, Mbak?" pinta Ray."Iya, Pak."Ray mengajakku duduk di ruang keluarga. Aku memandang sekeliling
"Jadi kalian hanya berduaan disini, ya? Ngapain saja?" selidik Jessica."Apa urusannya denganmu?" tanya Ray."Jelas ada urusannya denganku. Aku nggak rela kalau Lea punya Ibu tiri yang murahan. Mau-maunya diajak ke rumah seorang duda, hanya berdua saja. Seorang janda dan duda di dalam rumah, ngapain coba?" sindir Jessica. Mukaku merah padam mendengar ucapan Jessica. Jessica memang cantik, tapi sayang etikanya tidak ada."Nggak usah ikut campur urusanku," sahut Ray. Jessica menunjukkan wajah yang tidak suka karena perkataan Ray.Lea keluar dari kamarnya dan bergabung bersama dengan kami. "Ini ya calon Ibu tirimu, Lea? Melihat penampilannya, Mama yakin kalau dia mendekati papamu hanya untuk menumpang hidup," ejek Jessica."Jessica, jangan mempengaruhi Lea. Kamu nggak berhak memberi pendapat apapun tentang Hanum." Ray berkata dengan emosi yang tertahan. "Pak, saya mau pulang," pamit Siti yang baru keluar dari dapur."Kamu sudah bawa sayur dan lauk?" tanya Ray."Sudah, Pak. Terima kasih
Aku membuka pintu depan, karena tadi ada yang mengetuk pintu. Begitu pintu dibuka, aku kaget melihat siapa yang datang."Boleh aku masuk?" tanya Jessica."Oh, silahkan.""Nggak usah kaget kalau aku datang kesini. Aku hanya ingin melihat-lihat kondisi calon ibu tiri Lea. Ternyata benar ya, kalau kamu disini masih mengontrak. Aku heran, kok bisa-bisanya Ray terpincut padamu. Jangan-jangan kamu memakai pelet ya?" kata Jessica."Atau jangan-jangan kamu sudah memberikan pelayanan ekstra pada Ray, ya? Namanya juga seorang janda, sudah lama anunya nggak dipake. Daripada mubazir, ya diumpankan saja pada Ray. Terus kamu menjebak Ray supaya ia menikahimu, begitu kan?" sinis Jessica."Mbak kalau kesini hanya untuk menghinaku, lebih baik pergi saja. Aku nggak ada urusan dengan Mbak.""Jangan panggil aku Mbak, aku tidak setua kamu. Tentu saja kamu ada urusan denganku. Aku ini ibu kandungnya Lea dan Lita. Sedangkan kamu, calon ibu tiri mereka. Aku harus tahu, siapa calon istri Ray. Aku nggak mau ka
Aku penasaran dengan apa yang terjadi pada Mas Fahmi dan Dinda. Kok bisa Dinda pergi dengan suaminya? Bukankah Dinda tinggal bersama orang tuanya? Kenapa aku nggak menghubungi Lisa saja ya?[Lisa, kemarin Ibu bertemu dengan Dinda. Tapi ia pergi bersama Andrian dan anak mereka. Apakah mereka sudah berbaikan? Bukankah Dinda tinggal bersama orang tuanya?] Aku mengirim pesan pada Lisa.Tak butuh waktu lama, Lisa pun membalas pesan dariku.[Maaf, Bu. Saya nggak tahu. Apalagi Bu Dinda sudah dipindah ke kantor lain. Memang setahu saja Bu Dinda tinggal bersama orang tuanya. Nanti saya cari informasinya ya Bu?][Oke.]Semoga Lisa mendapatkan informasinya. Entah kenapa kok aku kepo dengan mereka."Ngapain aku sibuk dengan urusan mereka? Urusanku saja masih banyak," kataku sambil tertawa kecil.***"Aku takut bertemu dengan orang tuamu. Bagaimana kalau mereka tidak menyukaiku?" Aku berkata dengan pelan.Hari ini aku diajak Ray bertemu orang tuanya. Aku sangat deg-degan, takut dengan pikiranku se
Tampaknya mamanya Ray segan dengan suaminya, akhirnya duduk lagi."Ada yang mau kamu bicarakan Ray?" tanya mamanya Ray."Mama, Ray kesini kan mau memperkenalkan Hanum dengan Mama dan Papa, biar menjadi lebih dekat. Bagaimanapun juga Hanum ini calon istri Ray." Ray menjelaskan."Sudah Mama bilang, Ray. Kalau Mama maunya kamu menikah dengan Frida bukan dengan yang lainnya. Apalagi dengan Dia. Lihatlah, dia jauh berbeda dengan Frida. Tidak ada apa-apanya, apalagi dia hanya guru TK. Berapa sih penghasilannya. Apa kamu nggak malu dengan teman-temanmu ketika memperkenalkan dia?" kata mamanya Ray meremehkanku. Aku sangat tersinggung."Ma, jangan menilai orang dari penampilannya. Penampilan bisa menipu." Papanya Ray angkat bicara."Jangan harap Mama merestui kamu menikah dengan dia." Mamanya Ray tetap pada pendiriannya."Ma, apa Mama nggak kapok menjodohkan Ray? Dulu Mama menjodohkan Ray dengan Jessica, yang kata Mama, orangnya baik. Ternyata apa? Jessica selingkuh," kata Ray pada mamanya."J
Aku menangis tersedu-sedu, mengingat kejadian tadi. Aku merasa sangat terhina karena direndahkan oleh mamanya Ray. Mentang-mentang orang kaya, angkuhnya luar biasa. Harta, kekayaan dan tingkat sosial tidak dibawa mati, untuk apa disombongkan. Aku juga takut jika Frida berbuat nekat padaku, terutama jika sampai menyakiti anak-anakku."Inilah yang aku takutkan. Semua menjadi nyata. Ray, lebih baik kita tidak usah bersama. Kita cari jalan sendiri-sendiri. Aku dengan kehidupanku dan kamu dengan kehidupanmu sendiri." Aku berkata sambil terisak-isak."Hanum, aku nggak suka kamu berkata seperti itu. Kita berjuang bersama. Sesulit apapun itu, selama bersamamu, aku akan terus berjuang." Ray tetap menyemangati ku."Aku nggak sanggup. Keluargamu sangat berbeda denganku. Kita beda level. Aku tidak mau jadi bulan-bulanan dan objek penderita." Aku masih terus terisak."Hanum, keputusanku sudah bulat. Aku akan tetap memilihmu menjadi pendamping hidupku. Apapun yang terjadi."Aku memandangnya, kemudi
Pulang dari sekolah, aku sengaja ke rumah Bapak. Ingin ngobrol-ngobrol dengan mereka. Aku ingin menceritakan tentang Ray pada Bapak dan Ibu. Meminta pendapat mereka tentang keputusanku ini.Dulu aku selalu terbuka dengan Bapak dan Ibu. Sampai sekarang aku masih merasa tetap sebagai putri kecil Bapak, terbiasa bermanja-manja dengan Bapak. Bapak adalah cinta pertamaku. Dulu aku berangan-angan, ingin memiliki suami yang sifatnya seperti Bapak. Bapak yang tidak pernah marah, selalu menegur dengan lembut ketika aku melakukan kesalahan. Memasuki halaman rumah Bapak, masih tampak asri. Sudah lama aku tidak kesini, mungkin satu bulan atau lebih. Tapi komunikasi tetap lancar."Assalamu'alaikum." Aku mengucapkan salam sambil berusaha membuka pintu rumah."Waalaikumsalam." Terdengar Ibu menjawab salamku dan suara pintu dibuka. Aku tersenyum mendengar suara Ibu, alhamdulillah, ibu ada di rumah.Aku sangat kaget, karena yang membuka pintu itu Mbak Hani. Senyumku langsung memudar, melihat sosok di