"Gak tahu semua kena virus Rosmala, pedagang sayur kasih gratis sayurnya, pedagang buah ingin kasih buahnya, daging , ikan dan yang lainnya. Kalau datang ke lapak ibu-ibu mereka tanya apa benar itu adiknya Mas Hatan Mbak, kok gak mirip, apa jangan-jangan Mbak Rosmala itu istri keduanya Mas Hatan dan Mbak Lia menyembunyikannya. Ah ... apa itu tidak menyedihkan," jawab Lia menangis.
Jangan menangis dek Lia, Nanti Rosmala sedih, kita punya kewajiban untuk jaga dia, aku takut dia diam-diam pergi lagi dan kita susah carinya. Kalau masalah belanja biar aku yang belanja kalian di rumah saja," jawab Hatan."Aku tadi sudah titip sama Mbak Sur untuk belanjakan apa yang belum aku dapatkan hari ini, aku itu kesel sama mereka, mereka seenaknya sendiri berbicara yang tidak benar tetang Rosmala. Wong Ros juga jarang keluar kalau bukan aku yang ngajak," jawab Lia sambil menatap pintu kamar Rosmala sedih."Ya, sudah untuk sekarang kamu titip saja sama Mbak Sur, itung-itunHari berganti hari dilewati Naila dengan menulikan telinganya, ia tidak perduli apa kata orang, Dokter Rizal akan datang dua Minggu sekali untuk memeriksa kandungan Naila. Seringkali di tolak oleh wanita itu tetapi ia selalu menekankan bahwa ia satu -satunya dokter di sini yang bertugas untuk memeriksa orang hamil maupun sakit dan tidak boleh menolak untuk di periksa karena demi kesehatan janin dan Ibunya."Lebih baik kau datang ke klinik, Ros, aku dinas di rumah sakit kota, tapi di klinikku pun sudah lengkap alatnya dan kamu bisa melihat perkembangannya dengan USG," jelas Dokter Rizal sambil membereskan peralatannya."Iya baik, Dok," jawab Naila sambil menunduk."Jangan iya, Baik, Dok, saja tetapi kau benar-benar harus datang. Minta temani Mbak Lia kalau kamu memang sungkan padaku. Sudah kubilang kita berteman, Ros. Aku tahu kau masih istri orang jadi aku tidak punya niatan untuk mendekatimu lebih jauh," ungkap Dokter Rizal sambil menatap sendu wanita itu
Hari Minggu pun tiba Lia dan putrinya mengantarkan Naila di klinik Dokter Rizal. sekuriti mempersilakan mereka masuk, lalu berjalan mendahului mereka menekan bel dan tak lama kemudian suara langkah kaki terdengar mendekat, Dokter Rizal membuka pintu dan tersenyum ramah."Ayo masuk, Clarissa ajak di ruang bermain saja, Mbak Lia," perintah Dokter Rizal sambil melihat ke dalam mencari seseorang."Sus, tolong antar Mbak Lia dan Putrinya ke ruang bermain," teriaknya pada babysitter."Baik, tuan," jawab sambil berjalan ke arah Lia."Ayo, Mbak Ikut saya," ajak suster kepada Lia."Saya bagaimana?" tanya Naila."Kamu ikut saya, bumil," jawab Dokter Rizal terkekeh."Mbak Lia gak ikut saya Dok," tanya Naila kawatir."Tidak, yang periksakan kamu," sahut Dokter Rizal lagi sambil tersenyum.Naila mengangguk tangannya bergetar sambil saling bertaut dengan yang lain, dia tidak bergeming berdiri mematung."Ros, saya gak akan ngapai-ngapain kamu, kenapa kamu pucat? Apa kau punya trauma buruk?" tanya Do
Dua bulan telah berlalu usia kandungan Naila sudah berusia sembilan bulan lebih, terkadang ia merasa sakit di bagian pinggang, kadang sakit di bagian perut bawahnya dan terasa menegang.Ia sudah merasa kepayahan jika sedang berjalan. Namun ia tidak pernah mengeluh karena anak inilah yang menjadi semangatnya untuk tetap hidup jauh dari suami tercinta.Setiap malam jika dia merindukan sosok Bayu ia akan memeluk baju kotor Bayu yang selalu di bawahnya kemana saja.Malam ini semakin dia gelisah beberapa kali ia merasakan sakit luar biasa lalu hilang lagi, begitu terus. 'Apa sudah waktunya,' pikirnya. Namun tidak mungkin karena perkiraan hari lahirnya kurang satu minggu.Malam semakin larut, sakit datang dan pergi, dalam rintihan ia selalu menyebut nama Bayu. Airmata berlinang ia ingin di peluk pria itu."Setiap kali sakit datang ia mendekap pakai Bayu lalu menciumnya. Andai waktu itu ia tahu Wahyu adalah Bayu maka ia akan memeluk dengan erat,
Jelita segera menyelesaikan sarapan dan meminum teh hangatnya lalu ia menyambar tas kerjanya dan beranjak dari tempat duduknya berjalan cepat menyusul sang kakak yang sudah duluan di dalam mobil."Kenapa tergesa-gesa sih Mas?" tanya Jelita saat dia sudah masuk di dalam dan duduk di sebelah Bayu."Karena dari tadi malam perut Mas ini rasanya ngak enak, Ta," jawab Bayu mulai menarik tuas dan menyalakan mobilnya lalu berjalan perlahan keluar dari gerbang rumahnya."Kenapa gak periksa ke dokter saja?" tanya Jelita."Ia nanti, Ta, selesai rapat saja. Soalnya ini rapat dewan direksi jadi tidak bisa di batalkan," jawab Bayu sambil terus mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.Tak lama kemudian mereka sampai, Bayu memarkirkan mobilnya di basement ia pun keluar bersama dengan Jelita. Mereka berdua berjalan beriringan beberapa karyawan mengangguk hormat saat dua orang itu melewati mereka.Aura kedua orang penting itu sangatlah kuat,
Setelah sampai perutnya semakin sakit ia tidak tahu apa yang terjadi pada tubuh, kakinya begitu lemas keringat semakin membasahi tubuhnya, ia pun jatuh ke lantai berguling ke sana kemari menahan rasa sakit. Jelita yang cemas akan kondisi kakaknya itu, pamit kepada Frans untuk menyusul keruangan kerja sang kakak, Frans mengijinkannya sebab ia juga tidak tegah melihat keadaan Bayu yang terlihat sangat kesakitan itu.Jelita bergegas keluar ruangan rapat setelah mendapatkan ijin dari frans. Ia berjalan cepat menuju ruangan sang kakak.Setibanya di sana ia terkejut sang kakak meringkuk di lantai dengan menahan sakit yang luar biasa."Mas Bay ada apa denganmu?" tanya Jelita"Sakit sekali, Ta. Mas ngak tahu kenapa," jawabnya lemas."Mas harus ke dokter gak bisa begini!" pintanya Tegas.Dia kembali ke ruang rapat dan mengambil alih mikropon. "Maaf rekan-rekan kami tidak dapat meneruskan rapatnya, Dirut sedang sakit dan butuh pe
Di rumah sakit Bayu sudah siuman dari pingsannya ia melihat seisi ruangan, yang serba putih. "Di mana aku?" tanyanya sambil menatap Frans dan Jelita."Anda di rumah sakit, Pak," jawab Frans."Kamu pingsan, Mas," jawab Jelita."Perutku sangat sakit, apa Dokter sudah memeriksaku? Lalu apa kata Dokter?" tanyanya"Dokter sudah memeriksa katanya tidak ada yang serius, malah ia tanya apa Pak Bayu sudah menikah dan aku jawab sudah apa hubungannya pula ia bertanya itu. Dokter kembali bertanya apa istri tengah hamil besar dan segera melahirkan, kalau iya kemungkinan rasa sakitnya Pak Bayu yang merasakan saat sang istri melahirkan," jelas Jelita pada Bayu sambil matanya berkaca-kaca."Apa benar, Mas, Naila Hamil dan sekarang waktunya melahirkan?""Iya dia hamil, tetapi aku tidak tahu dia di mana jika iya itu artinya dia masih hidup dan selamat bersama anakku," jawabnya dengan pandangan kosong."Aku tidak bisa melihat istriku melah
Setelah badan terasa lebih baik Bayu pun meminta pulang. "Aku ingin pulang suruh Frans mengurus Administrasinya," pinta Bayu."Baik, Mas," jawabnya sambil berjalan keluar ruangan menemui Frans. "Mas Frans, Mas Bayu ingin pulang tolong urus administrasinya!" pinta Jelita."Baik, Nona!" jawab Frans beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kantor administrasi.Jelita mengecek infus sang kakak lalu memanggil perawat untuk melepaskan infusnya. Tak lama kemudian perawat datang dan melepaskan infus Bayu.Bayu bangun dari tempat duduknya dan berdiri, masih terasa sedikit pusing tetapi tidak dihiraukannya karena dia ingin lekas sampai di rumah, ia tidak betah berada di rumah sakit dan ia merasa sudah sangat sehat jadi ia ingin pulang.Frans masuk kedalam ruangan. "Tuan semua sudah di urus, apa Anda sudah kuat berjalan?" tanya Frans.Bayu berdecak. "Ck, aku hanya sakit perut, Frans. Bukan benar-benar sedang melahirkan,"
Dua hari kemudian Naila di ijinkan pulang di Jemput oleh Hatan. Naila mengemasi barang bawaannya, Dokter Rizal masuk ke ruangan wanita itu."Apa benar-benar sudah bisa jalan?" tanyanya sambil duduk-duduk di sofa "Sudah Dok, terimakasih," ucap Naila.Apa apa baby boy sudah punya nama, Ros?" tanyanya pada Naila"Sudah Dok," jawab Naila singkat."Siapa? Kalau boleh tahu," tanya Dokter Rizal."Satria Bayu Saputra," jawab Naila.Dokter Rizal mengerutkan dahinya, ia mencoba mengingat sebuah nama yang tersemat di belakang nama anak Naila. Sepertinya ia perna mendengar nama itu, bahkan sangat familiar. Namun tidak berani menebak andai pun benar mengapa mereka berpisah, Dokter Rizal tak berani terlalu jauh menyimpulkan.Setelah beberes, Dokter Rizal membantu membawakan tas dan menaruhnya di dalam Bagasi mobil Hatan. Naila dan putranya masuk kedalam lalu mobil berjalan dengan meninggalkan Klinik Dokter Rizal. Pria i