Sepertinya ini adalah tempat favoritmu." Zack duduk di sebelah Aurora.Wanita cantik itu sedang menatap kolam renang. Telinganya tertutup earphone, tetapi ia masih mendengar apa yang diucapkan Zack.Tangan Aurora melepas earphone. Ia lalu memberikan senyum pada Zack."Apa yang menarik di sini, Aurora? Kenapa kamu senang sekali duduk sambil memandangi wajah di kolam begini?"Sambil berkata, Zack mengikuti apa yang dilakukan Aurora.Terkekeh pelan, Aurora menjawab," Aku tidak tau. Tapi wajahku di air itu terlihat hanya bayang-bayang, bukan? Antara ada dan tiada."Cepat, Zack menoleh menatap sang adik angkat. "Kamu nyata, Aurora. Kamu hidup.""Ada kalanya aku bertanya-tanya, kenapa aku hidup. Aku merepotkan banyak orang. Bahkan orang tuaku sendiri tidak mengharapkan kehadiranku dan memilih menyerahkanku pada yayasan yatim piatu."Kepala Zack menggeleng. Ia tidak setuju dengan pernyataan Aurora. Sepengetahuannya, keluarga Morgan merasa sangat beruntung bisa mengadopsi Aurora.Bahkan menur
“Ini sangat mudah.”Regina menerima tas perlengkapannya dari seorang pegawai. Wanita cantik itu memakai kacamata khusus. Lalu dengan serius menempelkan berlian yang baru saja ditemukan kembali ke mahkota kosong di gelang Aurora.“Selesai!”Wanita cantik itu bahkan yang memasangkan gelang ke tangan Aurora. Kemudian ia kembali mengamati wajah cantik Aurora. Bibirnya tersenyum manis.“Gelangnya sangat cocok di kulitmu yang mulus,” puji Regina.“Anda bisa saja, My Lady.” Aurora tersipu mendapat pujian dari seorang wanita cantik yang berwajah ningrat itu.Pertemuan Aurora dan Regina meninggalkan kesan mendalam bagi Aurora. Baru kali ini ia melihat seorang wanita bangsawan. Selain sangat cantik, ternyata, ia sangat ramah dan baik hati.“Dia mirip seperti putri-putri yang tinggal di istana, ya, Zack.” Aurora mengomentari penampilan Regina saat mereka telah berdua saja.“Memang kenyataannya begitu. Regina dan James tinggal di sebuah istana di negara mereka.”“Wow, ternyata orang seperti merek
Zack tercengang melihat banyak mobil di halaman rumah. Vigor berdiri didampingi dua orang pengawal. Sahabatnya ini tidak pernah datang dengan serius seperti ini.“Zack. Ada yang ingin bertemu denganmu.” Vigor menjulurkan tangan ke arah pintu mobil mewah.Yang pertama kali Zack lihat adalah sebuah tongkat berlapis emas. Kemudian, keluarlah seorang lelaki tua berpakaian jas lengkap. Wajah ningratnya menatap Zack dengan pandangan berwibawa.Hanya satu kali Zack bertemu dengan lelaki tua ini. Kakek Viscout, kakek sahabatnya—Vigor. Orang tua yang umurnya hampir delapan puluh tahun, namun masih tetap gagah.“Tuan Viscout,” sapa Zack sambil menunduk santun.Viscout mengulurkan tangan. Mereka berjabatan. Zack lalu membawa tamu-tamunya masuk ke dalam rumah.Sekilas ia melihat rombongan yang mendampingi Viscout dan Vigor. Satu mobil mewah di apit dua mobil Jeep yang berisi lelaki-lelaki gagah berotot.“Ini suatu kejutan. Saya tidak mengira mendapat penghormatan atas kunjungan Anda, Tuan Viscout
Zack menggeleng keras mendengar pernyataan Kakek Viscout. Enak saja mau mengambil alih Aurora."Secara hukum, Aurora adalah anak dari Papi Mamiku. Jadi, kalian tidak bisa mengambilnya begitu saja.""Aurora adalah darah dagingku. Tentu saja aku ingin Aurora tinggal bersama keluarga kandungnya."Vigor akhirnya menengahi. Ia mengatakan Aurora sudah dewasa. Sebaiknya mereka menyerahkan segala keputusan pada Aurora saja.Meski tidak setuju, Zack juga tidak menolak. Aurora memang berhak memilih.Sementara itu, Kakek Viscout pun tampak tak puas. Kentara sekali bahwa lelaki tua itu ingin menguasai Aurora."Kalau begitu, biar kami yang mengantarkan Aurora ke kastil. Aku perlu waktu juga untuk bicara dengan Aurora dan keluargaku."Pertemuan tegang itu berakhir. Vigor dan kakeknya berpamitan. Iring-iringan mobil mewah yang dikawal keluar dari gerbang menuju jalan raya.Zack kini sendirian memikirkan keinginan Kakek Viscout. Rasanya ia ingin menyembunyikan Aurora saja agar sang adik tidak kembali
Zack menggeleng keras mendengar pernyataan Kakek Viscout. Enak saja mau mengambil alih Aurora."Secara hukum, Aurora adalah anak dari Papi Mamiku. Jadi, kalian tidak bisa mengambilnya begitu saja.""Aurora adalah darah dagingku. Tentu saja aku ingin Aurora tinggal bersama keluarga kandungnya."Vigor akhirnya menengahi. Ia mengatakan Aurora sudah dewasa. Sebaiknya mereka menyerahkan segala keputusan pada Aurora saja.Meski tidak setuju, Zack juga tidak menolak. Aurora memang berhak memilih.Sementara itu, Kakek Viscout pun tampak tak puas. Kentara sekali bahwa lelaki tua itu ingin menguasai Aurora."Kalau begitu, biar kami yang mengantarkan Aurora ke kastil. Aku perlu waktu juga untuk bicara dengan Aurora dan keluargaku."Pertemuan tegang itu berakhir. Vigo…"Ini tentang apa?" Aurora bertanya seraya mengerutkan kening.Zack tidak langsung menjawab pertanyaan Aurora. Lalu ia hanya menyahut pelan. "Tentang keluarga kita.""Kalau begitu, tunggu Mami dan Alzard datang saja. Biar tidak mengu
“Oh, ya, Tuhan!” desis Alzard. “Jangan bilang Aurora adalah anak Papi dengan Ibu Marlene.”“Ngaco!” Zack mendelik sewot pada adik lelakinya.Namun kemudian, kedua anak lelaki itu menoleh dan menatap mami mereka dengan penasaran. Clara masih tetap mengamati Aurora.“Mi? Aurora anak Papi dengan Ibu Marlene atau bukan?” desak Alzard.Kepala Clara akhirnya menggeleng pelan. Ia meraih tangan Aurora dan menggenggamnya erat. Bibirnya tersenyum sedikit.“Dulu, Papi dan Marlene berpacaran. Kakek Viscout tidak setuju karena Papi bukan seorang bangsawan. Akhirnya Papi memutuskan Marlene karena merasa tidak sepadan bersanding dengan Marlene.”Clara berhenti sejenak, kemudian melanjutkan ceritanya. “Tetapi, Papi dan Marlene masih berhubungan baik. Bahkan saat Papi menikah dengan Mami, Marlene datang.”Tangan Clara mengelus rambut panjang Aurora yang selalu tergerai indah. “Kalau dipikir-pikir, kamu memang mirip Marlene, terutama rambutmu.”“Mami pernah curiga kenapa Papi sangat ingin mengadopsi di
Aurora duduk menghadap Kakek Viscout. Jari-jarinya saling meremas. Kepalanya menunduk dalam.Setelah menangis dan merengek pada keluarga Morgan bahwa ia tidak ingin berada di kastil, Zack meminta waktu untuk bicara dengan sang adik angkat.Zack menasehati Aurora. Mengingatkan bahwa ini lah saat yang ia tunggu. Bertemu dengan keluarga sedarahnya."Maafkan, Kakek, Aurora. Kamu pasti merasa sangat asing di sini." Kakek Viscout menatap sendu sang cucu.Perlahan, Aurora mengangkat kepalanya. Matanya menatap mata lelaki tua di depannya."Maafkan, Aurora, Kakek. Aurora tidak tau harus bagaimana." Aurora melirih.Kakek Viscout tersenyum. "Boleh Kakek duduk di sampingmu?"Hening sejenak. Lalu, kepala Aurora mengangguk samar.Perlahan, dengan tongkatnya, Kakek Viscout berdiri dan mengambil tempat di sisi sang cucu. Aurora kini duduk menyamping menghadap sang Kakek.Sesaat keduanya hanya bertatapan dengan senyum di wajah. Seperti saling mengamati dan menyelami perasaan masing-masing.“Kita meman
Zack meledakkan tawanya mendengar cerita putusnya Aurora dengan Vigor. Malam itu mereka sedang menelepon. Awalnya, Zack bertanya tentang pekerjaan, lalu mereka akhirnya membicarakan hal lain.“Lalu, kamu bilang apa pada Vigor?”“Aku memasang wajah sedih lalu bilang bahwa aku patah hati.”“What? Tak bisa kubayangkan paniknya Vigor mendengar ucapanmu.”“Iya. Dia meminta maaf berkali-kali. Walau akhirnya ia tau aku tidak bersungguh-sungguh.”Malam-malam berikutnya, Zack tidak pernah absen menghubungi Aurora. Bahkan ketika telah berada di ranjang masing-masing, keduanya tetap berbagi cerita.“Mana bukunya? Aku mau lihat?” Zack bertanya saat Aurora bercerita bahwa ia harus belajar tentang sejarah bangsawan Adorra.Aurora meletakkan cover buku di depan kamera, hingga Zack dapat melihat dengan jelas. Buku itu cukup tebal dan bersampul keras. Tampak sangat elegan dan mewah.“Kakek bilang, buku ini akan diperbaharui karena akan dicantumkan namaku dan nama ayahku.”“Jadi, akhirnya Kakek Viscout
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint