Zack meledakkan tawanya mendengar cerita putusnya Aurora dengan Vigor. Malam itu mereka sedang menelepon. Awalnya, Zack bertanya tentang pekerjaan, lalu mereka akhirnya membicarakan hal lain.“Lalu, kamu bilang apa pada Vigor?”“Aku memasang wajah sedih lalu bilang bahwa aku patah hati.”“What? Tak bisa kubayangkan paniknya Vigor mendengar ucapanmu.”“Iya. Dia meminta maaf berkali-kali. Walau akhirnya ia tau aku tidak bersungguh-sungguh.”Malam-malam berikutnya, Zack tidak pernah absen menghubungi Aurora. Bahkan ketika telah berada di ranjang masing-masing, keduanya tetap berbagi cerita.“Mana bukunya? Aku mau lihat?” Zack bertanya saat Aurora bercerita bahwa ia harus belajar tentang sejarah bangsawan Adorra.Aurora meletakkan cover buku di depan kamera, hingga Zack dapat melihat dengan jelas. Buku itu cukup tebal dan bersampul keras. Tampak sangat elegan dan mewah.“Kakek bilang, buku ini akan diperbaharui karena akan dicantumkan namaku dan nama ayahku.”“Jadi, akhirnya Kakek Viscout
"Zack, jemput aku. Aku mau pulang. Hiks, hiks." Aurora terisak pelan membuat Zack panik.Setelah makan malam, Aurora segera menelepon Zack. Ia bahkan belum sempat mengganti gaun malam."Coba cerita dulu, ada apa, Aurora?"Sambil sesunggukan, Aurora bercerita tentang rencana Kakek Viscout. Lelaki tua itu meminta orang tua Vigor melamarnya. Meskipun Vigor mengatakan ia belum berdiskusi dengan keluarga tentang hal ini.Tetap saja pernyataan itu membuat Aurora kesal. Mereka bicara seperti tidak menganggap Aurora ada. Ia hanyalah boneka yang tidak bisa berpendapat."Pokoknya sekarang kamu berangkat jemput aku!" Sekali lagi Aurora memerintah sang kakak angkat. "Aku tidak betah di sini!""Ya sudah. Aku siap-siap sekarang. Nanti aku yang akan bicara pada Kakekmu dan Vigor."Aurora mengangguk lalu menutup telepon. Ia lalu masuk ke kamar mandi, mencuci wajahnya dari make up dan berganti pakaian piyama.Ketika keluar dari kamar mandi, ia mendengar pintu kamarnya diketuk. Aurora membuka dan memas
Zack duduk di depan Dokter Keyna. Wanita cantik berjas putih itu sedang membaca berkas kesehatan di atas mejanya.Demi melihat keseriusan wajah Dokter Keyna, Zack merasa risau. Apa benar ia memiliki penyakit jantung?"Ulurkan tanganmu, Zack. Aku mau mengecek nadimu."Segera, Zack mengulurkan lengannya. Dokter Keyna menghitung detak nadi sambil mengamati dada Zack.Setelah selesai, Dokter Keyna mencatat di kertas. Lalu, kembali menatap Zack."Louis bilang akhir-akhir ini kamu merasa jantungmu berdebar kencang?"Zack mengangguk cepat. "Betul. Aku jadi ingat sakit yang diderita Louis. Arima? Apa itu namanya?""Aritmia. Gangguan yang terjadi pada irama jantung, kadang terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur." Dokter Keyna menjelaskan."Persis begitu yang aku rasakan akhir-akhir ini.""Sebenarnya, aritmia normal terjadi pada kondisi jantung yang sehat. Hanya saja jika berulang memang bisa menandakan ada masalah pada organ jantung."Namun begitu, membaca berkas serta memeriksa kes
Zavian mengerutkan kening. Dalam lift, di depannya, Aurora sedang berdiri sangat dekat dengan Zack. Aurora bahkan menyandarkan tubuhnya pada tubuh Zack.Kemudian, Zavian melirik Zack. Sahabat sekaligus bos-nya itu tampak santai. Tidak ada tanda-tanda risih dan canggung dengan sikap akrab Aurora.Kalau dipikir-pikir, Zavian ingat, mereka mulai dekat saat Zack di penjara. Setiap mengunjungi Zack, Zavian melihat mereka berpelukan. Saat datang maupun pulang.“Kamu bisa donlot permainan itu, Aurora. Jadi, tidak perlu menunggu ponselku.” Zack terkekeh saat Aurora dengan bangga memperlihatkan keberhasilannya.“Tidak mau. Aku mau main dari ponselmu saja.”“Memang kenapa?”“Ponselmu lebih canggih.”Alis Zavian terangkat tinggi saat Zack hanya terkekeh. Bahkan kemudian dengan entengnya, Zack mengusak pelan kepala Aurora. Ada apa dengan kedua mahluk di sampingnya ini? Zavian bertanya dalam hati.“Cewemu.” Tiba-tiba, Aurora menyerahkan ponsel Zack dengan wajah datar saat telepon itu bergetar.Mat
Aurora mengangkat wajahnya. Zack terlihat khawatir. Setelah berada di dekat Aurora, ia mengamati wajah dan tubuh sang adik angkat.“Kenapa memangnya?” Aurora bertanya polos.“Lihat.” Zack memberikan ponselnya.Di layar kecil itu, sebuah rekaman saat Aurora hampir jatuh di kafe terlihat. Belum selesai, ia mnegembalikan ponsel Zack. Tentu ia sudah tau kelanjutannya seperti apa.“Siapa yang memberi rekaman itu? Aku tidak tau kalau di kafe atas ada CCTV.”“Kakekmu meneleponku dan marah-marah. Ia bilang aku tidak becus menjagamu. Lalu, ia mengirimkan rekaman CCTV.”“Oh.” Aurora menjawab singkat. Dalam hati ia senang Kakek Viscout memarahi Zack. Siapa suruh meninggalkannya sendiri di kantor.“Kamu kenapa?” Zack bingung melihat Aurora sangat datar padanya.“Kamu bisa lihat aku tidak apa-apa.”Zavian yang ikut masuk ke dalam ruangan Aurora melirik keduanya. Zack yang tampak khawatir dan Aurora yang seperti merajuk. Tidak mau terlibat, Zavian memilih pamit ke ruang kerjanya.Setelah Zack dan A
"Dokter judes itu menyuruhku ke psikolog. Memangnya aku gila karena mengkhawatirkan kesehatanku?" Zack mengadu pada Louis saat dalam perjalanan kembali ke rumah."Ferina tidak judes, ia baik hati.""Mungkin padamu, iya, karena kamu anak rekannya sesama dokter. Tapi ia sangat ketus padaku barusan."Louis menghela napas berat. Zack masih mengeluh di telinga tentang bagaimana hari ini jantungnya tiba-tiba terasa ingin berhenti. Bahkan kerap kali tangannya berkeringat.Hingga akhirnya Louis berjanji akan memberikan hasil skrining tes jantung itu pada Keyna. Mendengar pernyataan tersebut, Zack baru lebih tenang dan menutup telepon.Sampai di rumah, Zack langsung bertanya pada Jeff tentang Aurora. Saat pelayan setianya itu berkata adik angkatnya sudah makan dan telah beristirahat di kamar, ia pun pergi ke kamarnya."Besok, aku harus merayu Aurora agar tidak kesal lagi padaku. Meskipun aku tidak tau apa salahku," Zack bicara pada dirinya sendiri.***"Mommy Key, selamat pagi," sapa Louis sam
Akhir minggu ini Zack tidak mengajak Aurora ke mana pun. Lelaki itu sedang standby agar jika Keyna menelepon, ia bisa langsung pergi. Sementara itu, Aurora yang merasa bosan mengira Zack lebih senang bermain games dibanding menemani dirinya.“Zack,” panggil Aurora.“Ya?” Zack merespon singkat meski matanya tetap pada layar ponsel.“Aku mau pergi bersama teman, ya.”“June?”“Bukan, teman baru di kantor.”Mendengar ucapan Aurora, Zack menunda permainannya. Ia menatap sang adik angkat yang ternyata sudah rapi untuk pergi.“Siapa?”“Agnes.” Aurora memperlihatkan foto Agnes pada Zack. Lelaki itu menggeleng samar. “Aku tidak kenal.”Aurora menghela napas panjang. Zack memang sering kali melupakan nama ataupun wajah seseorang. Kecuali jika orang tersebut memiliki kesan yang mendalam di memori-nya.“Dia satu-satunya wanita yang tidak kamu pecat pada project A karena tidak terlibat dalam kecurangan.”Mendengar keterangan Aurora, kini Zack mengangguk mengerti. Ia akan ingat setiap peristiwa bu
Aurora pulang sebelum Zack datang. Ia langsung berpikir bahwa Zack pergi kencan. Padahal ingin sekali ia menunjukkan hasil karyanya hari ini.Saat makan malam, Zack belum pulang juga. Aurora meminta Jeff menyiapkan makanannya di kamar. Menurutnya lebih baik begitu daripada sendirian di ruang makan."Hai, June." Aurora memekik senang saat sahabatnya menelepon."Aurora, kamu dapat tawaran photoshoot lagi. Bersediakah?"Aurora berpikir sejenak. Ia belum cerita tentang identitas dirinya pada June. Sahabatnya itu masih berceloteh tentang kontrak yang akan didapat Aurora.Jujur, setelah mulai terkenal, Aurora menjadi risih. Terkadang, ada saja yang meminta foto atau mengarahkan kamera padanya dan ia mendapati dirinya tidak suka dengan keadaan itu."Aku harus izin pada keluarga dulu, June.""Keluarga Morgan pasti setuju. Kamu tinggal merayu Zack. Bukankah kalian sudah sangat dekat? Lagipula kamu sudah dewasa, kenapa sih masih izin segala?"June terdengar kesal. Ia juga protes karena Aurora t
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint